Hari malam Natal, tapi jauh sebelum tanggal dua puluh tiga, mall sudah mulai ramai dengan pernak-pernik Natal, seperti hiasan rusa, santa clause, salju, dan masih banyak yang lainnya. Tentu saja ada diskon sebagai pemanis setiap perayaan Natal. Nampak banyak manusia yang memutuskan liburan kali ini mereka mengunjungi mall. Menghabiskan waktu dengan sanak saudara, teman, pacar, maupun istri dengan berbelanja, maupun menikmati wahana yang ada.
Seperti salah satu Mall besar yang ada di Jakarta Selatan. Nampak Santarina dan Santa-clause berjalan-jalan kesana kemari menyambut dan menyapa para pengunjung Mall yang baru datang maupun yang lalu lalang. Membawa karung besar yang biasa dibawa Santa-clause kemana-mana dan membagikan bingkisan permen kepada anak-anak kecil, yang dikeluarkan dari dalam karung. Anak-anak kecil nampak antusias dengan kehadiran Santarina dan Santa-clause.
Kedua mata Santarina nampak sayu saat melihat anak-anak kecil ada yang meminta permen dengan antusias dan menggemaskan. Beberapa diantaranya ada juga yang sudah besar sekitaran SD, mungkin sama usianya dengan anaknya, Ana. Ya. Santarina itu adalah Riga.
"Ana gimana ya?" gumamnya saat anak-anak kecil itu sudah pergi setelah mendapatkan permen dari Santarina atau Santa-clause. Ingin rasanya Riga menanyakan keadaan Ana saat ini kepada Mama, karena sejak Isam meninggal, Mama dan Ibu bergantian merawat dan menjaga Ana sejak bayi. Sesekali Baskara pun turut andil dalam memperhatikan keponakannya.
Kepergian Isam selama-lamanya menjadi kesedihan mendalam bagi semua yang mengenal Isam dan pukulan telak bagi Riga. Bagaimana tidak, mereka berdua menantikan hadirnya sang buah hati, tapi justru Tuhan berkehendak lain saat Ana lahir ke dunia. Mulai saat itu, Riga mulai lagi harus berjuang menghidupi dirinya dan Ana. Mulai dari bekerja serabutan, pegawai kontrak walau gaji minim, freelancer, dan lainnya. Sampai akhirnya kini Riga memutuskan menerima pekerjaan menjadi Santarina disebuah Mall karena bayaran yang lumayan untuk dirinya dan Ana. Karena jika harus bergantung pada aset sudah tidak mungkin, karena beberapa barang peninggalan Isam sudah ada yang terjual, perhiasan, motor, dan sebidang tanah kecil. Uang bela sungkawa dari kantor sudah habis terpakai untuk kehidupan Ana sehari-hari. Dari mulai bayi hingga kini dia berusia delapan tahun.
Sejak Riga memasukkan Ana ke sekolah Paud, dari situ biaya pengeluaran mulai membengkak. Tapi demi kebaikan Ana dan masa depannya, bukan masalah yang besar. Justru membuat Riga semangat mencari kerja dan menjalani pekerjaan jika sudah dapat. Tentu dengan adanya Ana, Riga sudah tidak bisa lagi menerima pekerjaan dengan gaji minim. Karena selain biaya sekolah, kebutuhan rumah, listrik, air, dan sebagainya patut diperhitungkan.
Semoga putri kecil kami baik-baik saja... batin Riga menenangkan dirinya dari kecemasan yang dirasakannya dan mulai kembali bekerja lagi dengan hati yang tenang.
Sementara itu dilain tempat, nampak sepasang kaki berlari kecil menyusuri lobby Mall. Nafasnya terengah-engah, terburu-buru. Wajahnya cemas dengan keringat yang mulai muncul. Kedua tangannya tampak menopang sebuah kotak kue yang tertutup. Kotak yang tidak terlalu besar, tapi juga tidak terlalu kecil. Sesekali pandangannya tertuju pada kotak kue berisi kue yang dibawanya. Senyumnya merekah ketika dia mengingat untuk siapa kue ini dia persembahkan.
Pukul tujuh malam, dia memutuskan untuk membeli kue disuatu tempat. Dengan uang yang ada di kantung celana jeansnya. Duit yang dia kumpulkan dari uang jajan sekolahnya beberapa minggu lalu untuk membeli kue di hari spesial, hari Natal, demi orang yang amat spesial baginya. Orang yang terus berjuang demi dirinya, selelah apapun. Tak perduli meski tubuh terasa rentak, orang istimewanya selalu giat bekerja dengan senyum yang selalu mengembang di wajah lelahnya. Bahkan orang teristimewanya tak pernah lupa menanyakan bagaiman harinya dan keadaannya. Terpancar rasa bersalah diwajahnya karena harus meninggalkan dirinya kepada seseorang saat harus bekerja.
"Ngga papa, Bu... ngga papa. Sekarang waktunya aku balas jasa Ibu. Semoga Ibu senang ya.." ucapnya dengan raut wajah bahagia memandang kue dari luar kotak kue yang bagian depannya transparan.
BUG!
Dia terjatuh bersama dengan kue yang dibawanya. Orang-orang disekitarnya segera menolongnya, membantunya berdiri. Anak ini meringis, namun tak lupa mengucapkan terima kasih karena sudah dibantu. Beberapa orang menanyakan apa dirinya baik-baik saja, dengan sopan orang ini menjawab hanya sakit sedikit. Untungnya tidak ada luka ditubuhnya, jadi dirinya tidak perlu ke ruang informasi untuk diobati. Sesaat kemudian, dia teringat kuenya. Pandangannya tertuju ke depan. Ke kotak yang terjatuh dan ia segera melihat isi di dalamnya.
Hancur, terkoyak. Tak tersisa. Sama seperti perasaannya yang terkoyak sedih saat ini memandang pemandangan kuenya.
"Kue Ibu..." lirihnya dan air matanya terjatuh. Dia mulai berdiri membawa kotak kue dengan kue yang sudah hancur di dalam. Di kursi tempat lobby hotel, dia terduduk. Memangku kotak kue yang terbuka memperlihatkan kue yang sudah hancur. Dia mengusap kedua matanya yang berlinang air mata.
"Dik, kuenya jatuh ya?" sapa seorang laki-laki yang setengah jongkok di hadapannya.
Orang ini berhenti menghapus air matanya dan menatap orang itu. Dengan wajah sedih, dia mengangguk.
"Ini kuemu?" tanyanya.
"Kue Ibu. Ana mau memberikan kepada Ibu," ucapnya kemudian menangis lagi.
"Ana? Namamu Ana?" tanyanya.
Anak kecil bernama Ana ini mengangguk.
"Jadi kamu mau memberikan ini kepada Ibumu?" tanyanya lagi yang ketiga kalinya.
"Iya, Om," jawabnya sedih.
Laki-laki ini terdiam, kemudian menghembuskan nafas. "Kamu mau beli lagi ngga kuenya?" tanyanya.
"Tapi Ana udah ngga punya duit lagi, Om," jawab Ana menatap laki-laki ini dengan sedih. Ana tak membayangkan akan sehancur ini kuenya karena terjatuh.
"Kalau Om yang belikan bagaimana?" tawarnya.
Ana terdiam, nampak berpikir. Semenit kemudian menggeleng. "Ibu bilang jangan menerima pemberian atau tawaran dari orang yang ngga dikenal," ungkapnya.
Laki-laki ini tertawa kecil mendengar jawaban Ana.
"Ibumu benar. Ngga ada yang salah dengan perkataan Ibumu. Tapi Om tulus dan ngga berniat jahat sama kamu," ucap laki-laki ini.
Ana terdiam, wajahnya nampak tidak yakin.
"Oh gini aja. Gimana kalau kita kenalan dulu? Kamu belum tau nama Om kan?" tawarnya yang langsung disahut gelengan kepala Ana. Laki-laki ini mengulurkan tangan kanannya, mengajak bersalaman dan berkenalan. "Kenalin. Nama saya Rama. Ana bisa manggil Om Rama," lanjutnya memperkenalkan diri.
Ana terdiam memandang tangan laki-laki bernama Rama ini. Beberapa detik kemudian Ana menyambut jabat tangan Rama. "Saya Ana, Om," ucapnya lalu melepaskan jabat tangan.
"Nama yang bagus. Jadi, Ana... sesuai dengan tawaran Om, apakah Ana mau membeli kue yang baru?" tanya Rama dengan ramah, kemudian tersenyum.
"Ngga merepotkan Om Rama?" tanya Ana memastikan.
Rama tertawa. Baru kali ini ada anak kecil yang sopan menanyakan hal seperti ini, pas pertama kali bertemu. "Didikan Ibumu bagus Ana. Ayahmu juga pasti bangga banget punya anak kayak kamu ya," ucap Rama.
Seketika raut diwajah Ana berubah sedih. Sadar akan kesalahannya, Rama segera meminta maaf.
"Om ada salah ngomong ya?" tanya Rama tidak enak hati.
Ana menggeleng, "Ngga. Om Rama kan ngga tau kalo Ayahku udah meninggal," jawab Ana membuat Rama terdiam.
Rama tersenyum. "Pengertian sekali kamu ya, Ana," puji Rama.
"Terima kasih, Om. Ibu yang ngajarin," ucap Ana.
"Ibumu benar-benar orang yang baik, attitudenya bagus. Om boleh ketemu sama Ibu?" tanya Rama.
"Boleh,"
"Berarti kita beli kue lagi ya buat Ibu. Kali ini Om yang bayarin. Anggep aja hadiah dari Om juga buat Ibumu. Gimana?" Rama mencoba bernegosiasi lagi.
"Oke," kini Ana langsung menjawab tanpa berfikir lagi.
Rama tersenyum senang lalu mengajak Ana untuk membeli kue lagi.
"Terus ini kue taro mana, Om?" tanya Ana sambil mengangkat kotak kue ke hadapan Rama saat Ana dan Rama sama-sama berdiri.
Rama terdiam. Lalu mengambil kotak kue itu dan menitipkan ke satpam setelah berbicara beberapa menit. Satpam Mall nampak bersikap memberi hormat dengan menunduk agak dalam dengan tangan kanan di dadanya setelah Rama selesai berbicara dan berlalu. Rama pun menghampiri Ana dan mulai mengajak Ana ke toko kue sekitar Mall, karena takut ketahuan jika mereka membeli kue di dalam Mall.
Ana membawa kotak kue baru berisi kue yang baru dibelinya bersama Rama. Kini Ana lebih berhati-hati dalam berjalan dan membawa kue. Dengan hati riang, ia menyusuri Mall mencari Ibu tercintanya.
"Ibuuuuuu..!!" panggil Ana saat melihat sosok Riga meski dalam balutan kostum Santarina. Mendengar panggilan putri semata wayangnya, Riga langsung mengalihkan pandangannya dari para pengunjung ke sosok yang memanggilnya. Riga terkejut, ia benar-benar menangkap sosok putri semata wayangnya disana. Berdiri tersenyum menatap dirinya.
"Ana..." ucap Riga sambil tersenyum. Seakan mengerti mereka ingin berpelukan, Rama mengambil kotak kue berisi kue baru dari tangan Ana. Mengkode Ana untuk mendekati Ibunya. Ana berlari ke Riga dan memeluk Riga, dengan hangat. Riga menciumi kedua pipi anaknya dengan sayang secara bergantian. Rama mendekati mereka berdua.
"Ibu, selamat hari natal. Ana bawa sesuatu buat Ibu," ucap Ana antusias, menoleh sebentar ke belakang dan Rama meberikan kuenya kepada Ana. Rama dan Riga sempat saling bertemu pandang.
Riga menerima dengan terkejut. "Apa ini, sayang?" tanya Riga sambil menerima hadiah tersebut lalu membuka kotaknya. Kue tart perpaduan rasa Strowberry dan keju dengan tampilan yang manis. "Makasih banyak, sayaaang.." ucap Riga terharu lalu memeluk anaknya lagi dan mencium ubun-ubun kepala Ana dengan sayang. Ia sangat bersyukur memiliki Ana sebagai berkah dari Tuhan.
"Kamu duit darimana, sayang?" tanya Riga bingung. Karena seingatnya, tadi ketika meninggalkan Ana untuk bekerja, Riga tidak memberikan uang. Pun uang yang diberikan Riga tidak akan cukup membeli kue yang terlihat mahal ini.
"Beli kuenya pake..."
"Ana membeli kuenya sendiri dengan uangnya," saut Rama memotong omongan Ana dan makin mendekat, berdiri tepat disamping Ana. Rama mengelus kepada Ana.
Riga menatap Rama dengan bingung, namun juga terkesima. Laki-laki yang nampak 'matang' dengan usia yang cukup dewasa. Penampilannya pun tidak norak, malah terkesan wibawa dan keren. Auranya terpancar hingga dipandang menarik bagi siapapun.
Rama mengulurkan tangan kanannya mengajak bersalaman, "Rama," ucapnya.
Riga menyambut jabat tangan Rama, "Riga," ucapnya dan mereka melepaskan jabat tangan.