Sore ini cuacanya mendukung untuk dinikmati jalan-jalan. Beberapa taman di Jakarta pun nampak ramai dengan para pengunjung yang menghabiskan waktunya bermain di taman dengan orang terdekat mereka. Para pedagang pun nampak ramai di berjejer di sekeliling taman, menjajakan jualannya. Mulai dari makanan ringan sampai makanan berat. Mulai dari minuman mineral. bersoda, jus, dan lainnya. Ada batagor, siomay, cilok, cimol, bakso, ketoprak, nasi goreng, dan lainnya.
Ana nampak bahagia. Ana menikmati semua permainan yang ada di taman. Mulai dari prosotan, ayunan, jaring-jaring, dan lainnya, bersama para pengunjung seusianya maupun tidak. Sementara itu, Riga dan Rama nampak duduk di bangku yang sudah disediakan di taman.
"Makasih ya, Mas Rama. Udah ngajak Ana jalan-jalan. Sejak saya sibuk kerja, udah lama banget kami ngga jalan-jalan begini," ucap Riga kemudian tersenyum memandang Rama.
"Sama-sama. Ohya, panggil aja Rama. Jangan, Mas. Kan udah dibilangin pas kenalan," ucap Rama.
"Ohya lupa," ucap Riga kemudian terkekeh.
"Kamu keliatan seneng banget. Aku jadi makin seneng," ucap Rama ikut tersenyum.
"Iya, Mas.. eh Rama.. biasanya hari-hariku isinya kerjaaaa terus. Nah ini ada kesempatan keluar, jadi ya aku seneng banget. Apalagi jalan bareng Ana begini. Sebenarnya yang bikin aku senang dan ngga nyangka itu tiba-tiba Bos aku tiba-tiba ngasih aku libur. Kebetulan bangetkan?" ucap Riga dengan pandangan tak percaya.
Rama tersenyum. "Iya. Bisa kebetulan begitu ya," ucapnya.
"Tapi, aku jadi ngga enak sama temanku yang harus masuk lagi buat gantiin aku. Soalnya karyawan cuma empat. Dua cowok dan dua cewek. Kalau hari ini dia gantiin aku, besok dia kerja lagi. Dia ngga ada libur," jelas Riga.
Rama diam menyimak.
"Semoga aja kebaikan dia dibalas sama Tuhan. Paling ngga dikasih tambahan karena gantiin aku,"
"Kamu ngga papa begitu? Kalau penghasilan temanmu lebih banyak dari kamu?" tanya Rama agak kaget.
"Ya ngga papa. Ram. Kan dia udah nolongin aku, karena harusnya dia libur hari ini. Lagian di dunia kerja, kalau gantikan orang, biasanya dapat tambahan," ucap Riga.
Rama terdiam kemudian mengangguk-ngangguk. "Oh gituu.." ucapnya.
Riga menatap Rama, "Lho? Memang Rama ngga tau soal ini? Rama kerja juga kan?" tanya Riga.
Rama panik mendapat pertanyaan demikian, "I... iya aku kerja. Kan aku udah cerita sama kamu. Kalo aku kerja juga dibagian pemasaran," jawab Rama cepat, berusaha tidak terlihat panik.
"Kamu ngga tau kalo ada sistem begitu?"
Rama menggaruk belakang lehernya dengan jari telunjuk kanan. "Ng..." kalimatnya menggantung.
"Oooohh.. kamu pasti rajin ya masuk kerjanya? Makanya ngga tau kalo ada sistem begitu? Wah Rama keren!" puji Riga dengan senyum lebar.
Rama nyengir. "Eeeee.. iya gitu," ucapnya berusaha santai.
Riga ngangguk-ngangguk.
"Ohya, aku boleh tanya sesuatu?" tanya Rama dan Riga langsung menoleh lagi ke arahnya. "Terkait chat kita semalam, tentang pertanyaanku gimana ceritanya suami kamu meninggal.." ucapnya lagi dengan wajah tidak enak karena Riga langsung memandang ke arah lain. "Tapi kalo kamu ngga mau cerita juga ngga papa," ucap Rama cepat.
"Ngga papa. Aku ceritain. Aku kan juga udah janji sama kamu," ucap Riga kemudian tersenyum kecil. Ia nampak berusaha menguatkan dirinya. Riga mulai bercerita dari awal dirinya mengenal Isam, pendekatan, jadian, lamaran, lalu menikah. Masa kehamilannya yang memang sudah dimanjakan oleh Isam sejak masih pacaran, tambah dimanjakan lagi sejak tau Riga hamil. Anak yang sudah mereka tunggu. Menceritakan semua perhatian yang diberikan Isam, entah dari sikapnya maupun perkataannya. Sampai jam-jam sebelum Isam meninggal, ketika Riga masih sempat telfonan dengan Isam. Mendengar kalimat panjang nan puitis dari Isam yang ternyata sebagai kalimat perpisahan.
Juga menceritakan ketika dirinya tiba-tiba merasakan mules hebat karena akan melahirkan. Yang sebenarnya belum waktunya melahirkan, karena perhitungan dokter kandungan, Riga harusnya melahirkan besok. Sampai akhirnya para tetangga berdatangan untuk menolong Riga yang agak berteriak karena mengerang kesakitan. Dibawa ke rumah sakit bersaling terdekat dan merasakan menuju proses melahirkan tanpa Isam di sisinya. Entah apa yang terjadi diluar ruangan kamar persalinan, yang ia tau para tetangga melaporkan sudah mengabari Isam, Ibunya Isam dan Baskara, Baskara-adiknya Isam-, dan Mamanya Riga. Mereka mendapatkan nomor mereka dari Isam yang sempat memberikan nomor-nomor mereka lewat chat.
Hingga putri mereka lahir dan Baskara mengabarkan Isam meninggal dalam kecelakaan mobil ketika menuju ke rumah sakit bersalin, untuk melihat Riga yang sudah melahirkan keturunan mereka. Mobil Isam menabrak pohon dengan hantaman kuat. Mobilnya hilang kendali ketika Isam berusaha mengambil telpon genggamnya yang terjatuh di bawah. Karena ketika olah TKP, polisi menemukan jenazah Isam terjepit dengan tangan kiri menggenggam hape yang ada di bawah.
Riga meneteskan kedua air matanya jika mengenang sosok lelaki yang dicintainya. Meski sudah delapan tahun berlalu, rasanya luka itu masih ada dan tidak akan sembuh bahkan menghilang.
Rama merasa tak enak hati dan mencoba mengelus punggung Riga. "Aku... aku minta maaf. Gara-gara aku..."
Riga menggeleng cepat. "Ngga, Rama. Bukan salah kamu. Karena memang seharusnya aku sudah berdamai dengan luka ini," ucap Riga.
"Hanya saja... kamu belum menemukan sosok lelaki yang bisa meruntuhkan hatimu dan menyembuhkan lukamu? Karena kamu ngga menemukan sosok Isam pada diri siapapun beserta kenyamanannya?" tanya Rama membuat Riga menoleh.
Riga memandangnya dengan diam seribu bahasa. Riga nampak bingung dan tak mengerti akan maksud Rama dalam ucapannya. Rama perlahan menggenggam kedua tangan Riga. Riga terkejut dan memandang tangannya yang kini ada dalam genggamannya.
"Riga, aku tau... luka dihatimu sangat dalam. Kehilanganmu juga bukan hal main-main. Tapi aku ngga bisa membendung ini. Aku... aku menyukaimu sejak pertama kali bertemu. Aku bahkan sudah kagum terlebih dahulu denganmu karena berhasil mendidik Ana dengan baik, melihat kepribadian Ana yang sangan sopan santun. Darisitu aku tau, kamu bukan hanya pekerja keras, pejuang, tapi juga Ibu yang baik dan layak untuk dicintai," jelas Rama menatap Riga dengan dalam. Riga nampak terkejut, dengan mata berkaca-kaca.
"Tapi... kita baru kenal," ucap Riga.
"Iya. Aku tau. Tapi aku mohon. Kasih aku waktu buat yakinin kamu, yakinin Ana juga. Kalau aku memang sosok yang pantas untuk kamu jadikan pendamping hidup dan sosok yang baik untuk jadi Ayahnya Ana," ungkap Rama.
Riga terdiam. Entah dia harus menjawab, ia bingung. Tapi Riga juga merasakan, bahwa memang sudah seharusnya Riga berdamai dengan luka ini dan terus melangkah. Meski dengan orang baru. Walau tetap baginya, Isam tidak akan terganti dengan segala kebaikan dan tanggung jawabnya.
"Ga..." panggil Rama meminta kepastian.
Riga menarik nafas agak dalam, lalu menghembuskannya.
"Jadi, bagaimana? Kamu bersedia kasih aku kesempatan buat buktikan?" tanya Rama memastikan. Beberapa detik kemudian, Riga menjawab dengan sebuah anggukan lalu tersenyum.
"Iya, Rama.." jawabnya lalu memandang dalam pada mata Rama. Riga melihat ada kesungguhan disana dan Rama nampak bahagia setelah mendengar jawaban Riga.
"Terima kasih, Riga... terima kasih. Aku ngga akan menyia-nyiakan kamu dan Ana. Aku bakal buktikan, aku pantas buat kalian berdua," ucapnya sungguh-sungguh dengan sumringah yang tak hilang, tanda kebahagiaan tak terbendung.