Riga sudah selesai menuntaskan pekerjaannya menjadi Santarina. Bukannya pulang, Riga justru bertemu dulu dengan Rama. Bukan untuk beromantis ria kali ini, tapi untuk berbicara serius, meminta penjelasan atas apa yang didengarnya dari Sania. Wajah Riga nampak serius dengan jaket yang tersampir di lengan kirinya. Baju kemeja putih dengan celana jeans hitam nampak serasi ditubuhnya. Sementara Rama yang menggunakan baju kantoran tanpa jas, nampak gelisah dengan tatapan serius Riga.
Riga sudah menceritakan apa yang dia dengar dari Sania. Ungkapan jati diri siapa Rama sebenarnya.
"Ram, benar kamu CEO Mall ini?" tanya Riga dalam.
Rama menunduk. Ia bingung harus mulai bicara bagaimana dan mulai darimana.
"Priam Rama," panggil Riga menyebut nama lengkap Rama, membuat Rama terkejut. Karena sejauh ini Riga belum mengetahui nama lengkapnya. "Berarti betul nama lengkapmu Priam Rama? Seperti yang Sania ceritakan ke saya," lanjut Riga.
Rama menghela nafas berat, "Iya," ucapnya. "Itu nama lengkapku.. Priam Rama. Apa yang diceritakan Sania ke kamu juga benar. Aku adalah CEO Mall ini," lanjutnya menjelaskan.
"Berarti yang kamu bilang kamu sales, itu bohong?" tanya Riga meminta kepastian.
"Iya,"
"Kenapa, Rama? Kenapa kamu udah bohong diawal perkenalan kita?" tanya Riga.
"Karena aku ngga suka mengungkapkan jati diriku sebenarnya. Aku pun udah mau jujur sama kamu, tapi aku nunggu momen yang pas, Riga," jelas Rama.
"Bohong,"
"Sungguh," jawab Rama cepat.
Riga terdiam, tersirat kecewa di wajahnya. "Maaf, Ram. Aku udah ngga bisa percaya. Lagipula, aku juga minder tau kamu CEO. Sementara aku cuma pekerja yang statusnya freelance," ucap Riga lalu balik badan hendak berlalu meninggalkan Rama.
"Ya kan? Ngga salah aku ngga ngungkapin jati diri aku. Karena pas kamu tau aku siapa, kamu malah jauhin aku karena tau aku ini siapa. Bahkan mungkin kalo aku ngga berbohong sekalipun kamu juga bakalan tetap pergi karena tau siapa aku," ucap Rama membuat langkah Riga terhenti.
Riga menelan ludahnya. Bingung dan perkataan Rama cukup menohok baginya. Ada benarnya walau menyakitkan.
"Please, Riga... kamu jangan pergi. Aku ngga bisa kamu tinggalin. Aku ngga siap," ucap Rama dengan wajah memohon.
Riga berbalik badan menghadap Rama lagi. "Aku ngga bisa, Rama. Aku malu sama diri aku dan aku ngga enak sama kamu. Kalau nantinya orang tau kalau kamu yang seorang CEO Mall dekat sama aku yang cuma freelancer Santarina," Riga menjelaskan ketakutannya.
"Ya terus kenapa, Riga? Apa aku mempermasalahkan siapa kamu dari awal? Apa aku ada menjauh dari kamu begitu tau kamu cuma bekerja sebagai Santarina seperti yang kamu bilang? Ada aku memutuskan melangkah mundur begitu tau Ana memanggilmu Ibu?" tanya Rama, kali ini dia yang serius.
Riga terdiam. "Tapi strata sosial kita ngga seimbang, Rama," ungkap Riga akan ketakutannya.
"Aku ngga mikirin itu, Riga! Aku ngga lihat itu! Yang aku rasa dan aku tau kalo aku suka sama kamu! Aku cinta sama kamu! Aku juga pengen jadi Ayah yang layak untuk Ana!" ungkap Rama agak ngotot.
"Kamu ngga malu apa kata orang nanti?"
"Aku ngga perduli orang mau ngomong apa. Dia mau jelek-jelekkin aku silahkan, ngomong miring dan berprasangka jelek dengan pikiran dan hati mereka soal aku ya terserah. Tapi kalau tentang kamu maupun Ana, itu jelas aku maju paling depan! Mereka ngga tau kamu siapa sebenarnya. Mereka ngga pernah mau mencari tahu lebih dalam siapa kamu, tanpa melihat kulit luar," jelas Rama meyakinkan dan berhasil, nampak Riga mulai tersenyum dan percaya padanya.
Rama maju mendekati Riga dan menggenggam kedua tangan Riga. "Aku mohon, Riga.. kamu jangan pergi. Kamu jangan tinggalkan aku. Aku sudah menemukan kenyamanan dan rasa cinta di kamu. Aku juga sudah terlanjur nyaman dengan Ana, menganggapnya sebagai anakku sendiri," ucap Rama. Riga akan membuka mulut, namun segera Rama saut, "Apa? Kamu mau bilang apa aku ngga malu jalan dengan kamu yang udah punya anak, karena aku belum menikah dan punya anak?" lanjutnya bertanya.
Riga terdiam menatap Rama. Terpancar rasa kebenaran dalam mata Riga atas apa yang diungkapkan Rama barusan, yang berhasil mewakilkan dirinya.
Rama terdiam lalu menghembuskan nafasnya berat. Memegang kedua pipi Riga lalu mencium kening Riga beberapa detik, membuat Riga terkejut. Rama menatap wajah Riga yang memerah.
"Apa itu belum cukup meyakinkan kamu, kalau aku ngga perduli apa kata orang-orang tentang kamu? Termasuk pendapat mereka soal pilihanku ke kamu pun aku ngga perduli, Riga," ucap Rama meyakinkan Riga sekali lagi.
Riga tersenyum kemudian bernapas lega. "Sudah... aku sudah yakin," ucapnya.
Rama tersenyum senang. "Aku... minta maaf sama kamu karena udah berbohong. Aku beneran ngga ada maksud kesana," jelas Rama.
"Iya.. ngga papa. Aku juga minta maaf tadi sempat marah sama kamu dan ngga mau dengerin penjelasan kamu," ucap Riga mengakui salahnya yang disambut senyum Rama.
"Ngga papa, Ga. Salah paham kadang terjadi," ucap Rama bijak dan Riga mengangguk. "Yaudah. Pulang aku antar ya. Sekalian aku mau ngomongin kamu soal Mamaku yang udah minta segera menikahi kamu," ucap Rama enteng.
"HAH!!?" kaget Riga.