Chereads / Kado Natal Untuk Aku dan Anakku / Chapter 3 - TIBA WAKTUNYA

Chapter 3 - TIBA WAKTUNYA

Setelah diingatkan Isam kemarin tentang Riga yang tidak boleh mengerjakan pekerjaan rumah, hari ini Isam mengirimkan makan siang menggunakan pesan antar. Makanan kesukaan Riga, yaitu Hokben. Supaya tidak ada cucian piring kotor dan gelas kotor di dapur. Karena Isam yakin, dilarang seperti apapun pasti Riga akan tetap mencuci piring dan gelas lagi, meski hanya bekas dipakai Riga. Walau nanti Riga akan jujur juga ketika ditanya Isam.

Riga membereskan tempat makan Hokben yang sudah habis. Membuangnya ke tempat sampah setelah memfotonya dan mengirimkan kepada Isam sebagai bukti bentuk laporan kalau makanannya sudah habis. Lalu kembali duduk lagi di lantai, tepatnya di ruang menonton. Telpon genggam Riga berbunyi tanda ada pemberitahuan pesan masuk. Riga segera meraih telpon genggamnya dan melihat isi pesan tersebut. Ternyata dari Isam.

syukurlh hbs.

mksh y syg,

Isi pesan Isam. Riga segera membalas,

aku yg mksh, mas..

sesibuk apapun kamu,

ttp perhatian sm aku.

Isam membalas,

kamu ku nikahi untuk

ku jaga & bahagiakan.

jadi dgn / tnpku,

aku mw kamu ngrsa

ada aku yg slalu jgain km

dan merhatiin km. selain

aku hdp d hatimu, aku jg

mau jd bgian dr dirimu.

ktka km mrasa aku g ada,

ada yg hilang&krg dlm hdpmu.

krn aku adlh sbgian dr dirimu,

Riga tersenyum. Entah kenapa hari ini sejak pagi Isam lebih romantis, meski Isam memang sudah romantis sejak jaman PDKT, pacaran, menikah, sampai mereka mau memiliki anak seperti saat ini. Riga benar-benar beruntung memiliki Isam. Sangat beruntung. Terima kasih, Tuhan. Telpon genggam Riga berdering. Nama Isam yang dituliskan Cinta tertera di layar. Riga segera menjawab panggilan telpon Isam.

"Ya, Mas?"

"Kok lama dibalesnya, sayang? Kamu baik-baik ajakan?" tanya Isam dengan nada khawatir.

"Aku baik-baik aja, Mas. Tadi lagi senyum-senyum, bersyukur memiliki kamu sebagai suamiku. Aku bahagia banget. Kamu kayak mimpi indah yang jadi kenyataan," jelas Riga.

Isam menyaut dengan tertawa kecil. "Aku senang dengarnya, sayang. Aku pikir kamu kenapa-kenapa," ucap Isam mengungkapkan ketakutannya.

"Ngga, Mas. Nanti kalo aku kenapa-kenapa pasti bilang sama kamu. Makasih ya, Mas," ucap Riga dengan penuh syukur.

"Sama-sama, sayang. Sayang. Aku boleh ngomong sesuatu?"

"Boleh, Mas. Kenapa?" tanya Riga bingung.

"Mas senang banget bisa kenal sama kamu. Dari mulai jadiin kamu target PDKT-an Mas sampai bisa menikahi kamu dan kita bakalan punya anak. Mas ngga nyangka banget langkah kita bisa sejauh ini dengan kesabaran kamu yang luar biasa dalam menghadapi Mas. Mas yang dulu ibaratnya masih belum pantas dijadikan calon imam sampai akhirnya Mas memantaskan diri supaya bisa menjadi imam dalam rumah tanggamu kelak, dan syukurnya kesampaian. Mas bersyukur banget. Terima kasih sudah menemani Mas sejauh ini. Mas sayang banget sama kamu, cinta banget sama kamu, dan Mas ngga pernah mau pisah dari kamu dan kehilangan kamu bagaimanapun sikonnya. Tapi ingatlah suatu hari nanti, meski Mas udah ngga ada, Mas akan tetap hidup di hatimu dan anak kita. Mas akan selalu memperhatikan dan menjaga kalian berdua meski kita mungkin sudah ngga bisa bertatap muka dan saling berpelukan. Doa baik Mas untuk kalian berdua. Aku mencintaimu, istriku. Auriga Bayanaka.." ungkap Isam panjang penuh penghayatan dan dalam.

Riga mendengarkan dengan seksama dan setelah selesai mendengarkan kedua alis Riga bertaut. Tidak seperti biasanya Isam begini. Biasanya Isam akan langsung berbicara kata romantis apapun tanpa permisi. Ada apa dengan Isam?

"Halo?" panggil Isam.

Riga tersadar dari lamunannya. "I... iya, Mas. Halo," saut Riga terbata-bata.

Isam tertawa kecil. "Kamu kaget ya Mas ngomong panjang begitu? Sama. Mas juga kaget bisa ngomong sepanjang itu dan puitis banget. Tapi, sungguh. Itu dari hati terdalam dan entah kenapa Mas lagi pengen ngomong begitu sama kamu," ucap Isam.

"Ya ngga papa, Mas. Ngga ada yang salah. Aku memang kaget aja tumben Mas ngungkapin panjang begitu. Biasanya keromnatisan Mas berupa perhatian dan pengertian," ungkap Riga mengungkapkan apa yang dirasa. "Mas, baik-baik ajakan?" tanya Riga tiba-tiba khawatir.

"Mas baik-baik aja, sayang. Kenapa? Kamu mau video call?" tawar Isam.

"Emang Mas lagi ngga sibuk? Lagi ngga ramai di tempat kerja?" tanya Riga memastikan karena takut Bosnya Riga memantau.

"Ngga. Mas ngga sibuk. Mas di ruangan cuma lagi sama Farid. Mau video call?" jelas Isam sambil menyebutkan nama teman kantornya yang dikenal Riga, kemudian menawarkan video call lagi.

"Mau, Mas," terima Riga. Isam langsung mengalihkan panggilan telpon biasa ke video call. Mereka pun terlibat percakapan mengasyikkan. Canda tawa mewarnai obrolan mereka dan sesekali Riga berbicara kepada Farid. Gurauan basa-basi. "Mas, aku mau screen shoot video call kita ini. Boleh?" tanya Riga.

"Boleh dong, sayang. Kok pakai izin?" ucap Isam lalu merapihkan rambut dan pakaiannya agar nampak rapih. Lalu membuat pose menyenangkan. Mulai tersenyum lucu, wajah konyol, wajah marah, wajah merajuk, wajah datar, wajah jelek, wajah tertawa, hingga wajah dengan senyuman yang memperlihatkan susunan giginya yang rapih. Entah mengapa, selesainya screen shoot, Riga menyalakan video untuk merekam panggilan video call mereka. Disimpan untuk dilihat nanti ketika senggang atau ketika rindu dengan Isam.

"Cukup, sayang?" tanya Isam dan Riga mengangguk kemudian mengucapkan terima kasih, yang dibales kecupan dari Isam. "Aku lanjut kerja lagi ya. Kamu baik-baik disana. Kabarin kalau ada apa-apa ya," pesan Isam. Riga meng-iyakan. Setelah berdadah ria dengan diakhiri kecupan mesra, telpon terputus.

Riga meletakkan telpon genggamnya lalu mencoba berdiri dari duduknya. Kali ini dia sudah benar-benar tidak bisa duduk di kursi. Duduk di lantai adalah tempat ternyaman dan teraman baginya. Meski Riga merasakan agak sulit ketika berdiri. Setelah berjuang, akhirnya Riga bisa berdiri untuk mengambil minum. Lalu duduk kembali untuk meminum air yang baru saja dia isi ke dalam gelasnya. Riga mengelus-elus perutnya.

"Maaf ya sayang kalau Ibu banyak minum. Ibu ngerasa haus terus dan gerah. Ibu lagi ngurangin minum es biar perut Ibu ngga makin membesar, walau Ibu pengen banget minum es," ucap Riga sambil emngelus perutnya. Mengajak berdialog calon bayinya. Calon bayinya yang memang sejak daritadi bergerak pun bertambah aktif setelah Riga menenggak minuman.

Baru Riga akan menyandarkan punggungnya ke dinding yang ada di ruang menonton, tiba-tiba perutnya terasa mulas. Mulas bukan ingin buang hajat, tapi mulas yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Riga meringis dan mulai mengatur nafasnya yang dari awal sudah sesak supaya tidak sesak lagi.

"Ya Tuhan, kuatkan aku... kuatkan aku.." doa Riga. Apakah sudah waktunya untuk dia melahirkan? Tapi bukankah harusnya besok? Tidak. Riga sudah tidak kuat menahan ini. Riga segera menelpon nomor seseorang yang sangat Riga hapal nomornya. Me-loud speaker agar panggilan telponnya berbunyi dan ketika lawan bicaranya sudah menyaut akan terdengar.

"Ya, sayang?" saut seseorang diseberang yang ternyata Isam.

"Mas, perutku... perutku sakit, Mas.." ucap Riga tertatih lalu agak berteriak, kemudian meringis lagi. Terdengar sautan panik dari sana. Mencoba menenangkan Riga, walau ia sendiri pun juga panik. Terdengar beberapa teman kerjanya menenangkan Isam dan coba membantu dengan memberi saran.

"Tunggu aku, sayang. Aku pulang sekarang," ucap Isam.

"Aku udah ngga kuat, Mas. Sakiitt.." rintih Riga memegangi perutnya dan terus bernapas.

"Aku telpon Ibuku sama Mamamu supaya bisa susul kamu kesana. Atau ku telpon adikku, Baskara, biar langsung ke tempatmu,"

"Maaasss, tolong akuu... aku udah ngga kuat, Maaasss..!!" pekik Riga lalu menyebut nama Tuhan. Tak disangka, tiba-tiba ada yang mendobrak pintu rumah Riga. Para tetangga yang mungkin mendengar rintihan kesakitan Riga. Mereka langsung dengan sigap menawarkan bantuan dan membawanya ke rumah sakit bersalin terdekat.

Seseorang mengambil telpon genggam Riga dan mengambil alih telpon. "Halo, Mas. Saya Bu Ajeng, tetangga sebelah Mas sama Mba Riga. Begini, Mba Riga sudah dibawa sama warga sini ke rumah sakit bersalin terdekat. Masnya coba tenangkan diri disana, nanti saya kabari pakai ponsel saya, Mas. Karena hapenya Mba Riga batreinya mau habis," jelas Bu Ajeng.

"Baik kalau begitu, Bu. Tolong jaga istri saya ya, Bu. Saya segera kesana. Terima kasih banyak, Bu," ucap Isam.

"Sama-sama, Mas," ucap Bu Ajeng kemudian panggilan telpon dimatikan. Bu Ajeng segera menyalin nomor telpon Isam ke telpon genggam milik Bu Ajeng untuk mengabari tentang keadaan Riga, dimana Rumah Sakit Bersalin mana Riga melahirkan sesuai dengan perkataannya. Lalu Bu Ajeng segera memeriksa isi rumah, barangkali mereka sudah mempersiapkan tas berisi kebutuhan Riga setelah melahirkan dan kebutuhan calon bayi setelah dilahirkan.

Ketemu. Syukurnya Riga dan Isam sudah mempersiapkan di tas ransel yang lumayan besar. Bu Ajeng langsung membawa tasnya dan menyusul ke rumah sakit bersalin yang sudah di bagikan lokasinya oleh tetangga yang lain lewat pesan. Menutup rumah Riga sebisanya dan menitip kepada warga yang ada disana supaya memantau rumah Riga supaya tidak dimalingi karena pintu rumahnya rusak. Para tetangga pun menyanggupi. Dengan motor maticnya, Bu Ajeng langsung menyusul ke rumah sakit setelah menyalakan mesin motor dengan memanaskan mesinnya beberapa menit.