Dibantu topangan besi lengan Azalea bergetar menahan langkah kakinya, pelan bergerak maju, setiap langkah yang ia usahakan adalah hasil perjuangan pengobatan panjang.
Satu lagi langkah yang Azalea kerahkan dengan tenaga yang tersisa. Ia tersenyum sampai di ujung pembatas.
Dokternya bertepuk tangan memperlihatkan kebanggaan pada Azalea.
Azalea baru saja akan kembali melangkah.
"Cukup!" Dokter itu melangkah mendekat. "Tidak untuk di paksakan, kau sudah cukup keras berlatih!"
"Aku masih bisa dokter!" Dengan napas memburu matanya masih berbinar semangat.
"Keinginanmu yang masih bisa! Tidak dengan kaki mu, ia ingin istirahat!" Azalea meraih tongkat yang di ulurkan dokternya.
"Apa yang menyenangkan kali ini?"
"Mmm?" Azalea bergumam melihat dokter,
"tidak ada, sama seperti biasa dokter!"
"Kau yakin tidak ada yang berubah!?" Azalea mengangguk. Heran, ia rasa memang tidak ada yang berubah, aktivitasnya sama saja yang berbeda hanya ia sekarang bekerja.
"Sampai bertemu Rabu depan, semoga pertanyaanku sudah ada jawabannya!"
Azalea masih terheran-heran, jawaban apa? ia berlalu keluar dari rumah sakit, untungnya kali ini ia tidak harus repot dengan kendaraan umum, kantor menyediakan supir untuk ia pergi kemana pun.
"Kita mampir ke kafe dulu!" perintah Azalea, setelah ia duduk di bagian belakang.
Hari sudah menjelang sore, apa Dhruv sudah makan? ia sangat pemilih makanan. Pikiran-pikiran kecil terus berbaris di otak Azalea ia mengingat setiap waktu saat bersama Dhruv, bagaimana ia terus protes makanannya tidak enak. Sedangkan menurut Azalea itu sangat enak.
Denting ponsel sedikit mengejutkan. Ia membuka, pesan dari Dhruv.
'belikan aku makanan, aku belum makan!'
Benar saja apa yang ia pikirkan, Azalea merubah rute perjalanan tadinya ia akan langsung ke kafe Hera, sekarang ia berputar arah menuju dekat rumahnya di sana ada penjual makanan enak langganannya.
Dua box makanan sudah ia dapatkan saatnya ke kafe Hera. Dari perjalanan tadi Azalea sudah menghubungi, baru saja ia masuk.
"Hera aku rindu! Mana kopiku?"
"Aku juga rindu, apa tidak bisa kita bicara sebentar!?"
"Maaf Hera, Dhruv belum makan!"
"Baiklah, apa makanannya harus kau yang urus!?"
"Aahhh ... Tidak. Hanya saja?"
"Sudah lah, pergilah nanti ia terlalu lama menunggu!"
"Ya.. Aku pergi, sampai jumpa!"
"Bayy!" Hera tersenyum, ia kembali masuk ke dalam kafe.
***
Hening di dalam ruangan Dhruv tidak ada siapa pun, Azalea menarik kursnya, ia duduk melihat memo kuning tertempel di layar laptop.
'aku ada urusan, tidak kembali ke kantor. Pulanglah istirahat!' kecewa, sesaat ia duduk melihat dua kantong makanan dan kopi.
Dhruv :
Sudah berapa lama Dhruv tidak menginjakkan kaki di rumah ini? Sepertinya sudah sangat lama sekali. Terbukti dari ornamen yang banyak berubah, setelah ia tinggal kan dulu, di dinding atas ada foto keluarga yang asing baginya, di sisi ayahnya bukan ibunya dan di sebelahnya juga bukan ia.
"Ada tamu? Kemana para pelayan?"
Dhruv tidak menyangka akan disambut sorot mata meremehkan itu.
"Pantas aku mencium bau busuk, ada lalat!" Dhruv menabrak bahu saudaranya, sayang saudara tiri dari ibu barunya yang ternyata adalah sahabat ibunya sendiri.
Sebelum kepergian ibunya tiga tahun lalu, keluarga Dhruv baik-baik saja, saat orang ketiga datang semua kacau sampai akhirnya kedua orang tuanya berpisah dan Ayahnya menikah lagi.
Ia naik ke lantai atas dimana ruangan sang Ayah ada, kalau tidak ada masalah Dhruv bersumpah ia tidak akan ke sini.
Melihat pintu kamar itu ada, menariknya kembali ke masa lalu saat bahagia bersama ibunya.
Tidak menunggu lama, tanpa mengetuk terlebih dahulu ia masuk. Seseorang berdiri sambil membaca buku, ia tahu kedatangan anaknya tapi ia biarkan.
"Tidak perlu ikut campur perusahaan ku! Aku bisa menanganinya sendiri!" ucap Dhruv datar namun tegas.
"Kau lupa nama belakangmu, sampai kapanpun itu tidak akan berubah! Darah Wilson ada dalam tubuhmu, kau adalah pewaris satu-satunya!"
"Mmmm, kau bisa mengganti darah anak tirimu dengan darahmu! Jadikan ia pewarisnya, bukankah itu yang dia inginkan! Aku bukan benalu yang hidup hanya bisa menumpang."
"DHRUV!" Nada tegas ayahnya. Perdebatan ini tidak akan berakhir kalau salah satu diantara mereka tidak pergi.
Dentingan nada pesan baru saja masuk.
"Bos, kau sudah selesai pasti belum makan? Aku tunggu di kafe Hera! Cepatlah nanti kehabisan makanan terenak seluruh dunia!" Seperti oase di Padang pasir, Dhruv kehilangan kata sekejap, api yang tadi membara menjadi arang begitu saja. Terganti kenangan saat poni tipis itu terayun atau saat gelembungan pipinya terlihat.
Dhruv berlalu meninggalkan kata yang tidak pernah terucap.
Bantingan pintu menandakan obrolan ayah dan anak itu berakhir tidak baik.
Sampai di ruang bawah ia masih sempat melihat saudara tirinya yang tidak suka melihat kekesalan di wajahnya menghilang.
Awas saja kalau makanan itu tidak paling terenak seluruh dunia!
Kafe Hera :
Kafe sudah ditutup awal, satu jam yang lalu alasannya tentu saja karena mendengar Dhruv akan datang serta makan bersama mereka. Starla tidak bisa menutup mulutnya yang terbuka melihat tubuh Dhruv berdiri di luar pintu kaca kafe. "Oh my god!"
Azalea menoleh lantas melambaikan tangan meminta Dhruv segera masuk.
Lengkungan tips bibir Dhruv tidak terlihat jelas. Poni tipis itu terayun dari gerak wajahnya, kepangan dua rambutnya, serta senyum lebar menyambut kedatangan Dhruv. Sudah cukup menghilangkan gemuruh di dada Dhruv.
Ia mendekat melepaskan satu kancing jas. Lantas duduk di samping Azalea.
"Apa yang kau makan?" tanya Dhruv. Melihat kulit ban di atas panggangan. Beberapa kali Azalea memakannya enak.
"Kau harus mencoba ini. Ini adalah makanan paling enak kulit paha sapi, yang paling tebal!"
"Kulit," ulang Dhruv, mereka hanya saling berbisik. "Aku hanya makan daging premium, Lea, Lea." Azalea menyodorkan sendok, ke ambang mulut tidak ditolak tidak juga di iya kan.
Dhruv ragu mengunyahnya apa rasanya kulit hewan, mulutnya terus mengunyah merasakan gurih, manis bercampur sedikit pedas. Makanan yang ia kunyah baru ia rasakan. "Ini pasti kulit premium? lidahku tidak mungkin salah. Kenapa rasanya sangat pas!" Azalea kembali menyuapi. Dengan lahap Dhruv mengunyahnya.
Keduanya tenggelam. Hanya berdua, di dunia ini hanya ada mereka berdua sesekali Azalea tertawa sambil menyuapi Dhruv, Dhruv pun begitu ia akan tertawa kecil memuji makanan yang Azalea masak untuknya. Sementara Hera saling melihat satu sama lain sepertinya mereka tidak dianggap ada.
"Apa kau akan pulang sekarang Mr.Leonidas? Tidak di sini dulu!" kata Starla, bertanya tapi terdengar menggelikan.
"Iya aku akan pulang, tapi sebelumnya mengantarkan Lea pulang dulu," jawab Dhruv dengan kaku ia seperti takut mendengar suara Starla.
"Apa aku tidak diantar pulang juga?" tanyanya lagi dengan sedikit kedipan.
"Kau pulang seperti biasa bersama ku Starla!" Timpal Hera menyelempangkan tasnya lantas menarik tangan Starla yang matanya masih tertinggal untuk melihat Dhruv.
"Hera aku ingin pulang bersama Mr.Leonidas. Hera." rengekan Starla terus sampai di depan mobil Hera.