Hera baru saja datang, masuk ke dalam ruangan kelas plus ini dengan interior super mewah untuk kelas rumah sakit, juga isinya yang lengkap, kamar ini layaknya apartemen.
"Rumi, aku boleh masuk?"
"Tentu saja Hera, aku merindukanmu!" Azalea melebarkan tangannya menunggu pelukan dari Hera.
Andrew memberi ruang untuk keduanya saling melepaskan rindu.
"kenapa Rumy, ada yang menabrakmu?"
"Tidak hera, hanya kesalahan sedikit, dan aku tidak bisa menghindar dengan cepat. Karena kakiku terlalu banyak jadi sulit aku pindahkan semua," Azalea masih terkikik mencairkan suasana, ia tidak lagi meneysali keadaan, semakin ia menghukum keadaan semakin ia tenggelam di dalamnya.
"Kau bawa kopi?" tanya Azlea, membuka bungkusan Hera.
"Sepertinya aku mengganggu bila terus ada di sini, aku permisi!" Hera mengulum senyum, sekilas melihat Dokter itu.
''Terimakasih Dokter, sudah menyempatkan waktu datang hari ini. Aku libur terapi," sesal Azalea, ia melewatkan hal yang penting untuk dilakukan padahal ia sudah sangat ingin kembali berjalan.
"Masih ada kesempatan lain. Jangan memaksakan tubuh!" Dokter itu menepuk pelan betis Azalea.
Senyum manis menutup perbincangan Dokter itu, ia keluar meninggalkan Azalea dengan Hera.
"Mana bos itu?" Hera mencari keberadaan Dhruv.
"Ia tidak di sini."
Pintu dibuka menampilkan Dhruv,
"Selamat siang, aku boleh bergabung?"
Azalea melihat Hera. "Tentu saja tapi bukankah bos sibuk?" Azalea masih melihat aneh pada bosnya ini.
Dhruv mendekat. "Mana kopiku?"
Hera memberikan kotak kopi, lalu Dhruv membukanya, kopi di tempat Hera memang berbeda selain dari biji yang berkualitas. Hera masih membakarnya dengan kayu berbeda lalu diasap. Caranya masih sangat tradisional.
"Kau sudah makan siang bos?" Azalea bertanya mengingat Dhruv sangat pemilih makanan, orang itu bisa saja menahan lapar andai tidak sesuai dengan selera.
"Kita makan bersama? Aku sudah pesan makanan!"
"Aku suda makan kalian berdua saja!" tolah Hera.
"Ayolah Hera, kita makan bersama!" Azalea memintanya. Hera mengikiuti, akhirnya merak makan bersama meski canggung. Dhruv terlihat meyuapi Azalea sedangkan Azalea menerimanya seperti biasa.
Dilihat dari luar akan terasa jelas perasaan yang mereka keluarkan, sedangkan mereka merasa ini sikap biasa saja.
Dhruv membawa tongkat baru lalu meletakan dekat dengan Azalea.
"Semoga kau suka!" Ada yang berbeda dengan warna tongkat di bagian bawahnya berwarna mentari.
Ke'esokan harinya Azalea boleh pulang setelah hasil pemeriksaan menyeluruh dan tidak ada yang serius hanya memar yang tersisa.
Dhruv memarkirkan mobilnya di halaman rumah.
"Dimana ini bos?"
"Rumahku!"
Azalea masih mengikuti langkah Dhruv keluar dari mobil, lantas berputar menuju pintunya. Dhruv membuka saat Azalea hendak menjangkau tongkatnya di kursi belakang. Dhruv mencegahnya.
"Aku gendong!"
"Jangan. Tidak sopan kau bosnya masa menggendong bawahanmu, aku juga tidak enak!?" suara Azalea melemah. Lalu ia terpekik, ketika merasakan tangan lebar Dhruv melekat pada punggungnya. sedangkan yang lainnya langsung menyelip dalam lipatan lutut bagian belakang.
Dhruv menggendongnya ala pengantin. Tentu saja Azalea memerah, ia menunduk. Dhruv tersenyum simpul melihat wanita ini malu-malu.
Meletakannya perlahan di atas sofa.
"Aku tidak biasa membawa tamu datang, mm... kau mau minum apa?"
Azalea tertawa kecil. "Bos, sepertinya kau harus membantuku lagi. Aku tidak bisa berjalan tanpa tongkat jadi kau harus mengambil kan itu untuk aku!"
"Aa... Aku ambilkan," Dhruv kembali keluar mengambil tongkat Azale. kenapa suasana jadi cangung seperti ini.
Dhruv menghilangkan gugupnya, berlaga biasa saja lalu memberikan tongkat pada Azalea. Ia berdiri. Dhruv dengan sigap membantu.
"Bos, jangan perlakukan aku terlalu istimewa, aku memiliki kaki empat jadi jangan cemas aku tidak akan terjatuh!"
"Dengar wanita kuat ini berkata!"
Azalea tertawa.
"Kau tertawa! kau baru saja keuar dari rumah sakit hampir ditabrak orang, aku tahu kau kuat selama ini juga kau sendiri. Hanya?" Dhruv berhenti dari kata-katanya sendiri, sepertinya ada yang salah yang akan meluncur dari bibirnya.
"Hanya apa bos?" lanjutkan.
"Dari tadi kau terus memerintah saja, ambilkan aku air dingin!"
"Isttt... Dimana gelasnya?" Azalea berjalan ke arah dapur dengan Dhruv yang melihat punggung mungil itu, hasratnya meronta ingin memeluk dari belakang rasanya pasti menyenangkan menghilangkan dia dibalik tubuhnya.
Tubuh Dhruv lebar tinggi, Azalea hanya sebatas dadanya serat lebar tubuhnya sebagian dari Dhruv.
Dhruv menggaruk tengkuknya semakin kesini pemikiran ia akan wanita itu semakin liar yang tidak pernah ia lakukan pada wanita manapun.
Sedangkan di luar sana seperti apa ia terkenal akan ketampanan serta kecerdasaan, wanita mana yang tidak terpikat.
"Bos, aku tidak bisa meraih gelasnya," Azalea terus menggapai tempat gelas yang tinggi di sana padahal tongkat itu sudah lebih tinggi dari tubuhnya.
Dhruv mendekat. "Kenapa? kataya kau wanita tangguh!"
"Memang siapa yang mengatakan aku lemah, ini bukan maslah sifat tapi kitchen setmu terlalu tinggi, tidak bisa aku gapai," Azalea masih membelakangi Dhruv ia masih menggapaikan tangannya pada gelas.
Dhruv juga masih melihat gadis yang terus menggapai-gapai. Sesungguhnya didalam laci bawah, banyak gelas. Namun
Pekikan Azalea, pinggangnya dicengkram Dhruv, lalu dinaikan keatas sampai tangannya bisa meraih gelas. Dhruv menurunkan Azalea, mendudukan ia di kitchen mengurung dengan kokoh tangannya.
''Bos, mm... Kau tidak boleh melakukan ini, ini... Dilakukan kekasih pada pasangannya!" Azalea tertunduk tidak berani melihat Dhruv.
"Memang mantan kekasihmu dulu sering melakukan ini?" Dhruv lekat melihat pucuk kepala Azalea, yang masih tertunduk dengan kuluman senyum.
"Tidak, Romeo tidak pernah melakukan seperti ini, apa lagi di dapur."
Kuluman senyum Dhruv makin lebar ia mendekatkan wajahnya, sampai deru napasnya bisa Azalea rasakan. "Lalu apa yang biasanya kekasihmu lakukan Lea?"
Azalea sedikit tersentak, dengan wajah polos ia menengadah menatap Dhruv. Lalu.
Tangannya mengelus rambut hitam legam milik Dhruv. "Seperti ini, ia akan mengusap rambutku seperti bulu kucing,'' Azalea terus membelai rambut samping Dhruv, tanpa ia sadari Dhruv terpaku seakan mendapatkan serangan balasan, dan sialnya ia kalah.
Hening berlangsung diantara keduanya dengan cengiran Azalea, sedangkan Dhruv masih melihatnya.
"Aku tidak sopan padamu bos," Ia kembali tertawa tapi masih terus melakukan itu.
Dhruv meraih tangan Azalea, sesaat menggenggamnya, lalu. Melemparnya dan menjentikan jarinya di dahi Azalea, sampai ia meringis. "Sakit bos!"
"Kau tidak sopan!" Dhruv mengambil tongkat Azalea kemudian menurunkannya lagi dari atas kitchen.
"Tenggorokanku kering kau terlalu lama mengambil minum!"
"Maaf," Azalea mengikuti langkah Dhruv ke ruang tamu.
"Itu kamarmu!" Dhruv menunjuk pintu ujung.
"Kamarku? Aku pulang bos!"
"Sementara kau di sini, sampai kakimu sembuh!"
"Kakiku sembuh itu sangat lama bos, jangan membuat ambigu," Azalea tertawa pelan sedangkan Dhruv menatapnya tajam.
"Damai bos," Ia membentuk jarinya hurup v.
"Aku memang tidak bisa di sini bos, aku bisa sendiri di rumah."
"Kalau begitu aku yang dirumahmu?"
"Kenapa seperti itu? Aaa..." Azalea mengerang sakit saat tangannya sengaja Dhruv genggam aga kuat.
"Kau masih berkata bisa sendiri sedangkan aku sentuh seperti ini saja kau sudah mengerang."
"Aaa... Sakit bos," Dhruv melepaskan tangan Azalea, lalu membiarkannya duduk di samping, keduanya hening menonton televisi.
Hallo terimakasih tetap bersamaku dukung aku terus manteman