Azalea baru saja keluar dari apartemen melangkahkan tongkatnya riang, satu kotak kue ia bawa untuk Dhruv. Katanya kemari ia menyukai kue buatannya jadilah gadis itu dengan penuh semangat meracik kue kering pagi-pagi lalu memanggang, setelah itu barulah ia bersiap.
Tongkatnya menuruni trotoar, barulah kedua kakinya ikut turun. Baru saja berapa langkah, dari ujung belokan mobil melaju.
Pandangan sang pengendara teralihkan pada ponsel yang berdering, saat ia menggabainya dan berhasil, tanpa ia sadari lampu telah berubah merah mobil itu terus melaju tidak ada kesempatan menginjak rem lagi.
Azalea hampir tertabrak, andai si pengemudi tidak membelokan setirnya namun tetap saja Azalea terserempet terjatuh kehilangan keseimbangan. Lantas terjerembab di atas aspal sampai kakinya terluka.
Kendaraan itu berhenti, sang pengemudi turun dari mobil lantas melihat Azalea yang masih terbaring di aspal, payah Azalea menyeret kakinya dengan tangan menopang tubuh. Semua makanan yang tadi pagi ia buat hancur.
"Kau tidak apa-apa?" orang itu melihat wajah Azalea, lalu lutut yang penuh luka juga telapak tangan. Melihat Azalea menyeret kaki serta tongkat yang patah laki-laki ini mengerti Azalea tidak bisa berjalan.
"Kita ke rumah sakit!"
Tabrakan tadi kembali mengingatkan Azalea atas kecelakaan waktu itu, bagaimana kakinya terjepit dan rasa yang kembali ia rasakan pada lututnya. Bagaimana mobil kedua orang tuanya terbakar, serta teriakan semua orang, yang mengatakan masih ada korban dalam mobil itu.
Terakhir Romeo, tangannya menjangkau pipi Azalea dengan lumuran darah.
"Jangan menangis!" kata yang terakhir ia ingat, laki-laki itu tidak meyukai ada jejak air mata.
Tubuh Azalea bergetar, air mtanya seketika tumpah membuat bingung si pengemudi, ia makin mempercepat laju kendaraan takut ada yang terasa sakit pada wanita ini.
"Ada yang sakit? Tenang, sebentar lagi kita sampai!"
***
Dhruv berlari dalam ruang UGD membuka setiap tirai yang menutup, ia akan mengatakan maaf jika yang ia buka bukanlah Azalea, sampai ranjang terakhir Dhruv memelankan langkah lalu membukanya perlahan!
Disana Azalea ada, terbaring dengan kaki diperban netranya terpejam. Dhruv menghembusakan napas lega bisa menemukan wanita ini. Ia mendekat melihat intens, Dhruv duduk menyentuh tangannya. Tangan Azalea Dingin terlalu dingin ia panik.
"Dokter!"
"Dokter!"
"Dokter!"
Ia mencari dokter yang bertugas, unit ini akan selalu ramai. Dokter itu sedang memeriksa pasien lain.
"Dokter, wanita di ujung sana tubuhnya terlalu dingin!" resah Dhruv menunjuk ranjang azalea.
"Cuaca memang sedang dingin, lebih baik selimuti dia dengan hangat," mendengar pengabayan sang Dokter, Dhruv naik darah.
Dengan mencekal kerah jubah putih itu Dhruv berucap. "Tidak ada salahnya kau periksa dia sebentar!" Nertanya tajam menusuk Sang Dokter, membuat ia merasa tidak enak lantas berdehem meminta dilepaskan kerah bajunya.
Dokter itu berjalan menuju ranjang Azalea, lalu memeriksa dengan Stetoskop ia berulangkali memeriksanya. Lalu.
"Suster!"
"Suster!"
Dua orang suster langsung datang. Azalea berhenti bernapas, Dhruv digeser keluar dari area ranjang lalu tirai ditutup!
Dhruv mengusap wajahnya kasar.
Di dalam, tindakan kejut jantung Azalea dapatkan untuk mengembalikan kesadaraannya. Tabrakan barusan membuat ia syok oksigen ke jaringan menjadi tidak adekuat.
Dokter tadi keluar dengan wajah tidak enak pada Dhruv, hampir saja ia kehilangna jiwa seseorang karena kelalaian, Dhruv mendekat melihat suster yang kembali membenarkan tubuh Aurora.
Tubuhnya sudah lebih menghangat, Dhruv duduk di sampingnya.
Dari balik tirai seseorang bertanya pada suster, "Dimana pasien yang aku bawa tadi? Bagaimana keadaannya?"
"Sudah baik-baik saja, pihak keluara sudah datang!" jawab susuter tadi, lalu berlalu meninggalkan Lucas yang ragu membuka tirai. Sedangkan Dhruv sudah berdiri menunggu kedatangan orang di balik tirai.
Tirai dibuka.
Sama-sama terbelalak, lantas menajam rahang Dhruv mengeras sejalan dengan kepalan tangannya yang menyiratkan kebencian.
Keduanya sudah ada di luar.
Dhruv lebih dulun mencengkram kerah Lucas. ''Aku tidak bisa berpikir ini sekedar kebetulan, menjauh darinya!" Lukas mencoba melepaskan paksa renggutan tangan Dhruv di lehernya.
"Orang cacat itu wanitamu?" Satu pukulan bersarang di rahang Lucas, menyusul pukulan kedua yang berhasil Lucas hindari.
''Emosi akan menghilangkan kendali pada situasi Dhruv, jangan lupakan itu!"
Dhruv tidak perduli ia menendang Lucas sampai tersungkur. "Tidak untuk sekarang, aku yang memegang kendali!"
Lucas tertawa miring lantas membuang ludah yang berdarah, ia masih duduk di sudut. "Ayahmu sakit, aku disuruh ibu untuk mengabarimu!"
Dhruv muak mendengar kata Ibu juga Ayah seakan mereka adalah keluarga bahahia. Langkahnya kembali terhenti mendengar ucapan Lucas. "Mm... 'bukankah kau sangat ingin menjadi Wilson, jaga dia! buktikan padanya, kau bukan benalu!"
Dhruv pergi, meninggalkan rasa hina yang Lucas rasakan, sebegitu ia ingin diakui sebagai adik Dhruv.
Dhruv kembali pada Azalea, wanita itu sudah sadar, "Bos,'' sapanya. lalu mencoba duduk. Laki-laki itu membantu.
"Bagaimana dengan kakimu?" tanya Dhruv melihat perban kaki Azalea.
"Kurasa baik," Ia menggerakan kakinya.
Lucas menuju mobilnya sebelum masuk ia melihat pintu UGD itu lantas berlalu masuk, kendaraan berputa keluar dari halaman rumah sakit.
Dokter yang menangani selama ini turun dari ruangnannya, harusnya Azalea hari ini terapi, saat ia dihubungi Azalea. Mengatakan ia sudah berada di rumah sakit namun ada di UGD.
"Atas nama Arumi Azalea, ia baru masuk pagi ini?" Dokter tampan itu bertanya pada sustert yang jaga.
"Yang ujung dokter."
"Berikan padaku salinan keadaannya!" Suster itu mengangguk.
Andrew Lienata nama yang tersemat di jubah sang Dokter, ia segera bergegas menuju ranjang pojok lalu menyingkabnya. Dhruv dan Azalea sama-sama mellihatnya. Azalea langsung tersenyum lebar sedangkan Dhruv mengawasi Azalea dan Dokter itu.
"Dokter Andrew," sapanya.
Dhruv bangun mengulurkan tangannya, disambut hal yang sama oleh dokter itu. "Dhruv, bos Azalea!"
"Andrew, dokternya. Apa yang terjadi?" Tatapannya beralih pada Azalea.
"Insiden kecil, mobil itu tidak melihat lamu jalan sudah merah, dan aku kurang cepat menghindar," keluh Azalea, tongkatnya patah. Dokter itu sempat memeriksa kaki Azalea.
Merasa jadi orang ketiga yang tidak berguna Dhruv berpamitan.
"Aku harus kembali ke kantor, kau tidak 'apa aku tinggalkan, nanti Sonia akan datang!" kata Dhruv.
"Tidak perlu Bos, ia pasti sibuk. Hera nanti akan ke sini, kau bisa pergi!"
Dhruv mengangguk, ia berbalik arah sedikit masih mendengar pertanyaan Dokter itu untuk Azalea, entah ada rasa yang mengganjal dalam hatinya harus meninggalkan keduanya.
Leonidas Enterprise :
Terasa ada yang aneh saat orang yang memiliki meja itu tidak ada di mejanya, Dhruv berkali-kali mellihat kosong tempat itu lalu melihat ponselnya seakan menunggu seseorang untuk menghubungi atau memerintahkan ia untuk datang. Walau hanya untuk alasa sepele tak maslah untuknya. Dari pada tubuhnya yang langsung datang ke sana, rasanya akan semakkin membingungan, bukan hanya untuk Azalea bahkan untuk dirinya sendiri rasa ini terlalu aneh.