Selama beberapa menit lamanya, Gina dan Suzy masih berada di posisi yang sama. Suzy merasa lebih baik ketika Gina selalu datang di saat dirinya membutuhkan sebuah tempat curahan, sebuah nasihat, dan kekuatan.
Ketika gadis itu jatuh, Gina dengan sigap selalu menyerahkan bahunya siap untuk menjadi sandaran. Walau kondisi Gina sendiri kurang baik dan sedang mendapatkan masalah, remaja itu selalu memprioritaskan orang yang disayanginya terlebih dirinya sendiri.
Bukan karena Gina tidak mencintai dirinya sendiri, tidak. Hal itu karena gadis cantik nan malang tersebut merasa berhutang budi dengan orang-orang terdekatnya, orang-orang yang bisa ia percaya sekaligus ia sayangi.
Karena sewaktu dirinya jatuh dan berada di titik balik hidupnya, orang-rang yang ia sayangi seperti kedua kakak kembarnya, sang Mama, Dokter Hani dan keluarga Suzy lah yang terus merangkulnya.
Memberinya sebuah semangat, harapan, dan kasih sayang yang melimpah. Menjadi alasan kenapa Gina masih bisa bertahan sampai saat ini. Orang-orang baik yang tulus mencintainya, mengangkatnya dari kelamnya sebuah jurang keterpurukan.
Gina bahkan bersumpah kepada dirinya sendiri atas kebahagiaan orang-orang tersebut, Bahkan jika itu mengancam nyawanya sekalipun.
"Suz," panggil Gina sesudah ia sadar dari lamunannya.
"Apaan?"
"Gua mau tau, apa sih alesan si Buaya itu mutusin lu? Lu nggak ditinggal tanpa alesan yang jelas, kan?"
Suzy menggeleng, tidak. Ia tidak ditinggalkan Buana tanpa sebuah alasan. Isakan kembali lolos dari mulutnya saat mengingat lagi apa penyebab mantan kekasihnya itu memutuskan hubungan yang berusaha Suzy jaga agar tidak hancur.
"S-sebenernya gua u-udah punya firasat kalau B-buana mau mutusin gua," ucap Suzy terbata. Nadanya bergetar dengan intonasi yang kecil, rasa sesak mengikat kuat hatinya hingga nyaris meledak hancur.
Sesak, sangat sesak. Terkadang Suzy juga berfikir, kenapa ia bisa sampai setertarik ini dengan laki-laki yang terus Gina bilang brengsek itu?
"Berarti dari awal lu udah tau alesan si Buaya itu mutusin lu?" Gina merenggangkan pelukannya, lebih memilih mefokuskan pandangan ke arah raut muka Suzy. Kepalanya ia miringkan ke bawah agar bisa melihat dengan jelas keadaan sahabatnya saat ini.
"I-iya."
"Apa? Apa alesan dia mutusin lu? Gara-gara lu kurang cantik kah? Atau gara-gara lu nggak mahir make up?" tanya Gina menggebu. Ia sudah tidak sabar lagi ingin mendengar apa penyebab si brengsek Buaya memutuskan Suzy.
Karena setahu dirinya, walau Buana memberi banyak tuntutan kepada Suzy, cowok itu tidak berniat melepaskan Suzy bagaimanapun keadaannya.
"B-bu-kan ih." Sang empu yang ditanya kian sesegukan. Ia tidak bisa menerima rasa sakit yang sangat besar seperti ini. Hal itu tak luput dari perhatian Gina, ia merasa merasakan beribu kali lipat sakitnya ketika satu-satunya sahabat yang ia sayangi seperti ini.
Mata Gina ikut berkaca-kaca, tidak sampai hati melihat Suzy yang sebegini rapuhnya hanya karena satu lelaki. Ia tidak tahu seberapa besarnya cinta gadis itu kepada Buana si brengsek.
Jika ada kesempatan berpapasan dengan Buaya satu itu, Gina berjanji akan segera menamparnya hingga terjungkal ke belakang. Tidak peduli akan terjadi pertengkaran atau wajah cantik yang dibalut skincare nya membiru.
Daripada muka yang ia usahakan agar tidak jelek, orang-orang yang ia sayang seperti Suzy lebih penting dari apapun di dunia ini.
"Terus apa? Kalau lu nggak mau ngasih tau juga nggak papa, gua paham lu sakit dan nggak mau ngomongin tentang ini." Pada akhirnya Gina menyerah, ia sungguh tidak tega melihat Suzy yang seperti ini, sahabatnya, adiknya, orang yang ia sayang juga percaya.
Terluka sampai seperti ini.
Suzy menggelengkan kepalanya kuat, secara kasar ia hapus seluruh air matanya agar tidak mengalir lagi. Gina berhak tau, dia tidak bisa memendam ini sendirian.
Suzy menoleh ke arah Gina, mata bengkaknya serta sesegukan yang tiada henti menjadi torehan rasa sakit lagi di hati Gina.
"Lu tau kan kalau Buana itu di kelas dia duduk sendiri padahal itu meja buat dua orang?"
Gina mengangguk, ia tentu tahu karena dulu Suzy selalu mengajaknya untuk mengintip apa yang dilakukan oleh si brengsek Buaya.
"Dan seminggu sebelum kita libur, ada anak pindahan dari kelas sebelah yang pindah ke kelas dia. Kelas Buana kekurangan murid, sedangkan kelas cewek itu kebanyakan," jelas Suzy. Ia meneguk ludahnya kasar saat tangisan itu sudah ada di pangkal tenggorokan.
"Di situ gua tau kalau Buana nyimpen perasaan lebih buat si cewek." Tidak kuat menahan lagi, Suzy memecahkan tangisnya. Dadanya berat dan sesak, kenapa rasanya sakit sekali?
Gina masih diam menyimak, air mukanya terlihat tenang setenang lautan, akan tetapi ombak amarah menerjangnya dengan kuat di hatinya yang mulai berkobar. Kedua tangan Gina mengepal hingga buku-bukunya memutih tanpa memedulikan hal tersebut akan menyakitinya.
"Makanya gua belajar make up pas dia minta, gua berusaha buat jadi cewek yang dia inginkan. Biar Buana nggak lagi tertarik sama cewek itu."
"T-tapi ternyata d-dia m-ain di belakang gua, Gin," ucapan terakhir Suzy sebelum suara tangisnya kian keras. Bahkan Suzy sampai sesekali menjerit dan menahan tangisnya agar tidak keluar lebih deras.
Di luar dari itu, Gina mentap kosong ke depan. Bagaimana bisa cowok seperti itu ada di dunia? Kenapa lelaki seperti Buana yang bahkan masih remaja bisa berbuat seperti itu kepada hati Suzy yang polos?
Kenapa remaja itu dengan teganya memperlaukan Suzy dengan sangat hina. Apa dia pikir sahabatnay yang satu ini bukan manusia yang tidak memiliki hati seperti robot? Menjadikannya boneka, mengendalikannya dan menghancurkannya sesuka hati.
Satu kata,
Bajingan.
Sekarang Gina masih tidak percaya setelah diperlakukan seperti itu Suzy masih bisa mencintai Buana dengan sepenuh hatinya. Membelanya hanya karena plesetan nama saja.
Gina bergeming, ia bingung. Kebaikan apa yang sudah dilakukan Buana kepada Suzy hingga menjadikan gadis di depannya menjadi seseorang yang tidak memiliki akal sehat?
"Lu diselingkuhin, lu diperlakukan bukan kayak manusia, dan bukannya lu yang mutusin tapi dia. SADAR SUZY LU KENAPA?!!!"
Suara Gina pecah, ia ikut menangis sama seperti Suzy. Tubuhnya bergetar, tidak sanggup melihat dan menedengar Suzy yang sangat menderita karena cinta. Selama ini sahabatnya tersebut tidak banyak bercerita tentang keburukan Buana.
Gina juga tahu seorang Buana tidak baik karena dia sendiri yang menyaksikan, bukannya Suzy yang bercerita. Tidak lama kemudian, tiba-tiba Gina tercekat. Matanya membola saat menyadari sesuatu.
Jika dari awal dia tahu bahwa Buana merupakan seorang bajingan, lalu kenapa tidak ia pisahkan saja Suzy dan lelaki itu dengan cara apapun, baik, kasar, atau licik akan Gina lakukan. Setidaknya jika dia bertindak lebih awal, Suzy tidak akan terlanjur cinta sampai sedalam ini.
Ia juga bersalah, seorang Gina juga bersalah.
Kesadarannya tertarik kembali ke dunia nyata saat indra pendengarnya mendenga suara nafas yang tersendat, seakan tercekik dengan sesuatu dan tidak bisa bernafas begitu saja.
Gina sangat terkejut ketika melihat Suzy yang mencengkram dadanya. Terlihat sekali gadis itu sangat kesakitan, dengan mulut terbuka berusaha mebggapai oksigen.
Kepanikan melanda Gina. Ia segera memeluk Suzy, dan menangis keras melihat sahabat tersatyangnya seperti ini, tidak kuat melihat Suzy tersakiti.
"Tarik nafas, pelan-pelan keluarin. Ikutin kata gua, kendaliin diri lu."