Chereads / BOND : The Story' of Triplets and Love / Chapter 49 - 48. Permintaan Viona

Chapter 49 - 48. Permintaan Viona

"Shuuut ... Gino, hei." Sebuah bisikan dari seorang gadis di belakangnya membuat kegiatan Gino mencoret-coret halaman belakang buku terhenti. Ia menoleh, menatap seseorang yang selalu bisa membuat jantungnya berdebar setiap kali melihatnya.

Sejenak, Gino mengalihkan tatapannya ke arah papan tulis. Tepat di sana ada guru yang sedang menulis rangkuman materi tanpa ada tanda-tanda menengok ke belakang untuk memeriksa murid-muridnya.

Padahal kelas yang ia tempati saat ini sedang dalam keadaan sedikit ramai, bisik-bisik sesekali obrolan disertai tawa mengisi ruang yang seharusnya dijadikan tempat untuk belajar. 

Hanya saja, terlihat sekali guru yang sedang membimbing sangat tidak peduli untuk menegur siswa-siswi yang ribut di dalam kelas.

Setelah dirasa aman, Gino kembali mengalihkan pandangannya kepada Viona. Satu-satunya anak perempuan yang ada di kelas. Jelas saja, sekolah yang mereka berdua jadikan tempat untuk menuntut ilmu itu, merupakan sekolah khusus tehnik.

Sekolah yang sebagian besar penghuninya adalah laki-laki. Walau tidak menutup kemungkinan ada beberapa perempuan di sekolah tersebut, hal itu tergolong sangat jarang setiap tahunnya.

"Ada apa?" tanya Gino. 

Sebelum mengutarakan keinginannya, Viona melirik ke depan memeriksa apakah situasi benar-benar aman untuk ia dan kekasihnya mengobrol saat ini. 

Merasa kondisi aman terkendali dan kemungkinan untuk ditegur kecil, gadis itu mengarahkan netra hitamnya tepat ke arah mata Gino. Viona sedikit terhenyak saat tidak sengaja menyelami manik hitam milik sang kekasih.

Tatapan itu, sebuah tatapan penuh cinta. Kasih sayang serta ketulusan yang Viona terima hanya dari tatapan Gino membuat hatinya bergemuruh aneh. 

Bukan, bukan gemuruh rasa senang. Akan tetapi rasa yang tidak bisa gadis itu jabarkan, perasaan yang dapat membuat seluruh sendi di dalam tubuhnya lemas. Mempengaruhi binar mata dan juga raut mukanya.

Gino yang menyadari perubahan raut wajah kekasihnya merasa sedikit khawatir.

"Viona, sayang ... Ada apa?" tanya Gino sekali lagi. Kali ini bukan sebuah bisikan yang terdengar di telinga Viona, tetapi sebuah ucapan dengan nada normal seperti orang bicara pada umumnya.

Hal itu membuat Viona tersadar, ia mengedarkan pandangan. Berharap tidak ada yang menyadari interaksi mereka berdua. Karena jujur, hingga kali ini pun gadis itu akan merasa sangat malu ketika mengumbar sesuatu dari statusnya bersama Gino di sekolah.

"Eemm ... Aku ..." Perkataan Viona tergantung. Merasa tidak enak mengucapkan keinginannya dengan gamblang kepada Gino walau laki-laki itu merupakan kekasihnya sendiri.

Iris mata Viona bergerak kesana kemari guna menghindari tatapan intens yang Gino berikan kepada dirinya. Dan hal itu tentu tidak luput dari pandangan Gio yang membuat sang empu gemas. 

"Mau apa, hm?" Gino sejenak menoleh kembali ke arah depan.

Kosong. Di meja guru, seseorang yang seharusnya duduk di sana beserta ocehan penjelasan materi kepada murid-muridnya menghilang. Gino mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas. 

Tidak ada, guru itu tidak ada. Suasa kelas pun terdengar semakin riuh oleh suara-suara serta aktifitas penghuni kelas yang tidak peduli walau sekarang ini bukan waktunya istirahat ataupun pulang sekolah.

Dan tentu saja Gino juga tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Daripada terus menengok ke arah belakang untuk mendengarkan Viona, ia lebih suka ketika Viona bercerita tepat di samping tempat duduknya.

"Vio, tarik kursinya kesini. Biar lebih enak ngobrolnya," titah Gino seraya tersenyum. Ia mengode sang kekasih agar segera memindahkan tempat duduk tepat di samping dirinya.

Viona balas tersenyum, tanpa basa-basi lagi gadis itu segera menggeser kursinya ke samping meja Gino. 

"Jadi tadi kamu mau ngomong apa?" Gino menopang dagu pada sebelah tangannya. Ia menatap Viona lekat, tatapan disertai kelembutan serta rasa cinta yang teramat sangat berhasil membuat pipi Viona memerah.

Ah, kenapa laki-laki yang menjadi pacarnya ini sangat tampan? 

"Anu ... bukan maksud apa-apa, tapi kamu nggak papa kan kalau aku ..." Keringat dingin mulai keluar dari telapak tangan Viona. Ia takut akan reaksi Gino setelah perempuan sepertinya meminta hal yang cukup sensitif bagi laki-laki.

"Kenapa? Ngomong aja sama aku, jangan takut. Aku pacar kamu, Viona." Gino meraih kedua tangan Viona yang saling tertaut guna mengurangi kegugupan atau yang lebih condong ke arah rasa takut itu hilang.

Perlakuan Gino membuat Viona sedikit tenang, ia tersenyum. Memberikan ucapan terima kasih dari sudut bibir yang tertarik. Wajahnya terasa hangat melihat segala perlakuan lembut serta manis dari sang kekasih. 

Perlahan namun pasti, menghantarkan kebahagiaan.

"Aku mau minta uang, boleh?" bisik Viona. Atau lebih tepatnya sebuah cicitan seperti tikus terjepit, sangat kecil dam cepat.

"Hm? Mau apa? Coba ngomong lebih jelas." Dengan nada penuh kelembutan, Gino mendekat. Bermaksud agar dirinya bisa lebih jelas lagi mendengar apa yang Viona inginkan. 

Gino berjanji akan menuruti semua keinginan Viona selama keinginan tersebut membawa keuntungan bagi mereka dan tidak merugikan orang lain.

"Aku mau minta uang." Viona mengulang. Gadis yang sedari tadi menunduk perlahan mengangkat wajahnya. Ia terkejut ketika Gino sudah berada lebih dekat dengan dirinya daripada posisi sebelumnya.

Viona mundur, ia menjaga jarak dengan sang kekasih yang masih menggenggam lembut tengannya. Ia berusaha mengatur detak jantung yang mulai berdetak tidak karuan.

Sedangkan Gino, walau sempat terdiam mendengar keinginan dari pacarnya, tidak lama kemudian sebuah kekehan merdu penuh rasa gemas keluar dari mulutnya. 

Hanya ingin meminta uang kepada kekasih sendiri yang notabene nya lahir di tengah keluarga konglomerat, Viona harus gugup sampai sebegitunya.

"Berapa?"

"Ha?"

"Butuh uang berapa?" ulang Gino memperjelas. Sedangkan Viona sedikit melebarkan matanya, sedikit tidak percaya atas reaksi sang kekasih yang sangat tenang, bahkan di wajah tampan itu terlihat binar-binar kebahagiaan yang tentunya membuat Viona semakin dilanda rasa terkejut.

Sampai segininya kah Gino mencintainya? Sedalam ini? Tiba-tiba saja sekelebat rasa bersalah menyeruak masuk ke dalam hatinya.

"Kok gitu?" Gino mengernyit mendengar ucapan itu terlontar dari mulut sang kekasih.

"Maksud kamu?" Senyum yang tadi sempat terpatri di kedua sudut bibirnya, seketika menghilang digantikan raut wajah bingung seorang Gino.

"Kamu nggak marah?" tanya Viona. Ia menatap dalam mata Gino, menuntut agar lelaki itu menjawab jujur akan seluruh pertanyaan darinya. Ia ingin melihatnya, melihat ketulusan dari wajah Gino.

"Marah kenapa, sayang?" Dengan sangat sabar, Gino bertanya sembari mengusap punggung tangan kekasinya menggunakan salah satu ibu jari.

"Kamu nggak nganggap aku matre?" Nada bicara Viona tidak seperti biasa, gadis itu menunduk, merasakan hatinya seperti dirundung kesedihan.

Gino tertegun selama beberapa detik, sampai akhirnya sebuah senyum tulus penuh kasih sayang terlukis indah di wajah tampannya. Ia mengangkat sebelah tangannya, memerintahkan Viona agar tidak menunduk dan menatap dirinya.

"Kamu anak baik-baik. Perempuan yang bisa buat aku tertarik. Terus kenapa cuma buat minta uang aja, aku harus marah? Kenapa pas kamu yang statusnya udah jadi pacar aku, harus malu buat minta uang?"

"Viona, denger. Selama kamu minta itu buat sebuah kebaikan dan bukan buat sesuatu yang enggak-enggak, minta aja. Lagian, aku bukan orang yang kesusahan soal finansial kok."

Kata-kata Gino membuat hatinya mengembang, merasa senang atas apa yang sudah Gino ucapkan kepada dirinya. 

"Emang kamu butuh uang buat apa? Uang kamu abis?" Viona menggeleng. Gadis itu menegakkan tubuhnya, dan secara otomatis tangan Gino yang ada di bahunya juga terlepas. Tapi tidak dengan genggaman tangan.

Gino menatap gemas Viona yang kembali mengedarkan pandangannya untuk menghindari tatapan mata dengan dirinya. Kaki Viona bergerak gelisah merasa malu mengutarakan alasan yang menurutnya akan membuat Gino tertawa nantinya.

"Kemaren di depan rumah ada yang buang tiga anak kucing, Ibu nggak ngasih uang lebih buat beliin makanannya. Jadi, aku minta ke kamu. Hehe ... "