"Putri Lyra," muncul sebuah suara dari belakang.
Lyra berpaling ke belakang bahunya dan melihat Shasa berdiri dengan menundukkan wajah.
"Ada apa Shasa?" tanya Lyra.
"Bisakah hamba berbicara empat mata dengan anda?"
"Apa kau ingin belajar cara menggoda para pria?" ejek McKanzie, diikuti gelak tawa kakak beradik itu.
Lyra mencoba mengabaikan kata-kata saudara-saudaranya. Ia menatap Shasa dengan tersenyum, lalu mengangguk. Lyra mengajak Shasa ke sisi lain kubah perlindungan. Kubah itu sangat besar dengan langit-langit yang tinggi. Tiang-tiang batu besar menyanggah langit-langitnya di setiap beberapa kaki jauhnya.
Lyra dan Shasa sampai disudut kubah yang kira-kira ia pikir saudara-saudaranya tak akan mendengar pembicaraan mereka.
Ia duduk di atas tumpukkan jerami dan menepuk sisi di sebelahnya, memberi ruang untuk Shasa duduk.
"Duduklah." Katanya.
"Hamba tidak pantas, Putri," balas Shasa. "Hamba hanya seorang pelayan. Hamba akan duduk di bawah saja."
"Duduklah disini," kata Lyra, menepuk sisi sebelahnya. "Lantainya terasa sangat dingin. Kau akan demam jika duduk disana.".
Shasa mengangguk. Dia berjalan Perlahan-lahan, terlihat ragu.
"Nah ... apa yang ingin kau bicarakan kepadaku?" kata Lyra. Saat Shasa sudah duduk di sebelahnya.
Namun, Shasa hanya diam, dia meremas kedua tangannya, gugup.
"Shasa?" ulangnya.
"Maafkan hamba, Putri." Ucap Shasa, menunduk.
"Apa maksudmu?" tanya Lyra, bingung.
"Hamba hanya ingin menjauhkan anda dari kedua saudara anda," Kata Shasa, kemudian. "Maafkan hamba Tuan Putri, bukan hamba bermaksud lancang. Tapi hamba tidak rela melihat anda dihina seperti itu. Anda adalah orang yang sangat baik yang pernah hamba temui. Hamba tidak tahu cara membela anda di depan ratu dan kakak-kakak anda – mereka seorang bangsawan. Maka dari itu hamba mencoba membawa anda jauh dari jangkauan mereka. Sekali lagi hamba minta maaf, Tuan Putri."
Lyra tersenyum, "Kalau begitu, sepertinya aku berhutang padamu," balas Lyra.
Shasa menggelengkan kepala.
"Anda sudah memberikan hamba kehidupan yang layak," Kata Shasa. "Anda tidak berhutang apa pun kepada hamba. Itu sudah menjadi kewajiban hamba untuk melindungi anda."
"Kau dan almarhum ibumu sudah merawatku sejak kecil, "kata Lyra, mengusap bahunya. "Kau sudah seperti keluarga bagiku. Dan satu lagi, berhentilah memanggil dirimu dengan sebutan hamba. Aku tidak menyukainya."
"Tapi pangeran Arthur yang memerintahkan hamba agar memakai julukan itu." Ujar Shasa.
"Tapi aku bukan Arthur," sahut Lyra. "Dan kau adalah pelayanku. Sudah seharusnya yang kau patuhi adalah perintahku, bukan orang lain."
Lyra merasa geli saat mengatakannya, ia terdengar seperti ayahnya.
Shasa mengangguk.
"Baik, Putri." Katanya.
Mereka duduk dalam kesunyian untuk beberapa saat, hanya ada suara gemertak bara obor yang menemani mereka. Lyra sebenarnya mempunyai sebuah pertanyaan yang sangat menggagu pikirannya, sebuah pertanyaan tentang pertempuran di kerajaannya dan juga kata-kata Mckenzie masih berputar dikepalanya, tentang monster yang dikatakan Mckenzie. Apakah monster itu sama dengan apa yang ada dalam mimpinya? Ia juga khawatir dengan keadaan Arthur, apa dia selamat? Namun, ia ragu-ragu kalau Shasa akan menjawabnya, ia tidak tahu apakah Shasa mengetahui sesuatu.
"Boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Lyra, akhirnya.
Shasa berpaling dan menatapnya.
"Tentu boleh, Putri." Jawabnya.
"Apa kau tahu sesuatu tentang peperangan malam ini?" Tanya Lyra. "Maksudku siapakah musuhnya, dan bagaimana cara mereka masuk kedalam benteng kerajaan?"
"Yang saya tahu mereka datang dari negeri yang jauh," kata Shasa. "Saya tidak tahu bagaimana cara mereka masuk kedalam benteng. Saya hanya menjalankan perintah dari Kepala Pasukan Pengawal untuk membawa Anda ke tempat ini. Maafkan saya, Putri."
Lyra mengangguk, paham.
"Tidak apa-apa," balas Lyra. "Bukan salahmu jika kau tidak mengetahui sesuatu."
Saat Lyra duduk di sana ia melihat gelagat aneh Shasa, tiba-tiba saja wajah gadis yang usianya lebih tua dua tahun darinya itu berubah menjadi gelisah, ia tahu bahwa Shasa menyembunyikan sesuatu, tetapi ia tidak mau memaksanya, ia ingin Shasa mengungkapkannya sendiri, tanpa ada paksaan sedikit pun.
"Sepertinya Anda benar-benar serius untuk bergabung dengan para ksatria." Kata Shasa. "Untuk pertama kalinya saya melihat anda begitu tertarik dengan peperangan, saya dapat melihat semangat Anda yang berkobar. Saya yakin jika Anda akan menjadi ksatria yang hebat"
Lyra tersenyum.
"Sejak kecil aku selalu mengagumi kehidupan mereka," ujarnya. "Saat aku tahu bahwa Arthur lolos akademi militer, secara sembunyi-sembunyi aku sering melihatnya berlatih. Aku selalu mengikuti dia saat sedang berlatih di padang sendirian atau berlatih bersama rekan seperjuangannya di sisi lain kerajaan. Dan saat Melody juga bergabung dengan para ksatria, sebagian dari diriku mengatakan bahwa aku harus ikut bergabung dengan mereka, bergabung dengan Pasukan Raja." Lyra menghela napas dalam-dalam. " Tapi ... yah ... seperti yang kau tahu, aku tidak sekuat Arthur atau setangguh Melody. Bahkan aku tidak tahu siapa musuh kerajaan ayahku. Aku tidak bisa melindungi tanah kelahiranku. Aku tidak bisa melindungi orang-orang di sekitarku. Aku merasa malu untuk bergabung dengan para ksatria raja. Itulah yang selama ini membuatku ragu-ragu untuk bergabung dengan mereka. Aku merasa tidak pantas."
Dari sudut matanya, ia melihat Shasa dipenuhi dengan kegelisahan, bahkan, sekarang dia meremas ujung pakaiannya.
"Sebenarnya ..." Shasa memulai, suaranya terdengar gugup. "Beberapa hari yang lalu saat saya bermalam di kamar pangeran Arthur –"
"Bermalam?" ulang Lyra, terkejut. "Kau dan Arthur ..."
Wajah Shasa memerah, dia menundukkan wajahnya.
"Maafkan saya Putri. Tapi paduka sendiri yang memintanya." Katanya.
"Tidak. Tidak apa-apa," sahut Lyra, berdehem. "Itu urusanmu dan kakakku, aku tidak berhak ikut campur."
Entah mengapa Lyra merasakan wajahnya juga memerah. Namun, selanjutnya ia tersenyum saat membayangkan bahwa Shasa mempunyai hubungan spesial dengan Arthur. Dia gadis yang baik, dan dia adalah wanita yang sangat cocok untuk kakaknya. Lyra berharap agar kelak mereka ditakdirkan bersama.
Lyra berdehem. Ia berkata:
"Teruskan apa yang kau tahu." Katanya.
"Saat saya hendak meninggalkan kamar Paduka," ujar Shasa. "Saya melihat sebuah gulungan surat dengan pita Raja. Pita itu sudah terbuka. Dan karena saya sangat penasaran saya membacanya."
"Apa isi surat itu?" tanya Lyra, ia berpaling dan menatap kedua saudaranya yang masih berada di dekat perapian, berharap mereka tidak mendengarnya.
"Sebuah misi rahasia," kata Shasa. "Ribuan pasukan yang berangkat kemarin pagi, mereka tidak dikirim untuk melakukan patroli. Namun, mereka dikirim untuk sebuah pertempuran. Sebuah ancaman dari monster aneh yang datang dari negeri seberang. Didalam suratnya, Paduka Raja memberi perintah untuk merahasiakan misi ini dari siapa pun. Raja tidak ingin kerajaannya terpecah karena penduduknya panik."
"Jadi benar apa yang di katakan McKanzie, kalau mereka adalah monster?" tanya Lyra.
"Benar, Putri," jawab Shasa.
"Apa kau tau bagaimana rupa monster itu?"
Shasa menggelengkan kepala.
"Hanya itu saja yang saya tahu," ucapnya. Dia bergerak dengan gelisah. "Putri, bisakah anda merahasiakan ini semua dari siapa pun. Saya takut jika sampai ada yang tahu bahwa saya membaca surat penting dari raja. Mereka bisa menggantung saya di alun-alun kota."
"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi," ujar Lyra. "Kau tidak perlu khawatir, aku akan menjaga rahasiamu seperti aku menjaga jiwaku.".
====÷÷÷====