Evelyn sudah siap dengan gaun berwarna merah yang melekat di tubuhnya, gadis itu memoleskan sedikit make-up untuk mempercantik penampilan. Setelah dirasa cukup, ia mengambil ponsel di nakas dan memasukkannya ke dalam tas.
"Kamu mau ke mana, Evelyn? Kamu kan ibu perintahkan untuk di rumah saja, jangan pergi ke mana-mana sebelum pernikahan kamu selesai." Nyonya Gracia yang melihat putrinya sudah rapi langsung menegurnya.
"Evelyn mau ke rumahnya Edelweiss, Bu. Cuma sebentar kok, nanti juga Evelyn pulang. Janji deh gak sampai malam," ujar Evelyn langsung mengecup singkat punggung tangan ibunya.
"Ya sudah hati-hati, jangan kemalaman pulangnya ya?" Nyonya Gracia kembali mengingatkan membuat Evelyn memberikan simbol jempol sebagai jawaban.
"Ibu tenang aja, Evelyn pamit dulu ya, Bu."
***
Evelyn memasuki mobilnya, gadis itu melajukan mobilnya membuat mobil putih tersebut berbaur dengan jalanan padat rayap.
Evelyn memang mempunyai sahabat bernama Edelweiss, gadis itu sudah bersahabat dari kecil, sehingga mereka selalu bersama dan tak segan-segan untuk bercerita. Kadang jika Evelyn ada masalah ia menceritakan semuanya kepada Edelweiss, kadang jika Edelweiss sedang ada masalah, juga menceritakan masalahnya dengan Evelyn.
Kebetulan semalam Evelyn sudah membuat janji dengan sahabatnya itu untuk saling bercerita dan berbagi keluh kesah. Evelyn ingin menceritakan tentang perjodohan itu dan menceritakan soal hubungannya dengan Robert.
Sebenarnya hari ini Evelyn harus fitting baju pernikahan dengan Davit, namun karena suatu hal yang mendesak, katanya Davit sibuk, akhirnya fitting baju pernikahan diundur menjadi besok. Tak masalah, Evelyn juga tidak terlalu buru-buru.
***
Evelyn memasuki rumah dengan warna emas dominan di setiap sudutnya. Rumah mewah yang menjadi tempat tinggal seorang Edelweiss Kirei.
"Pagi, Edelweiss!" sapa Evelyn yang melihat Edelweiss turun dari anak tangga.
"Pagi, Evelyn. Tumben kamu ke sini, ada apa?" tanya Edelweiss yang baru bangun dari tidurnya. "Tumben juga kamu mau cerita ke aku, ada masalah apa memangnya? Aku lihat pekerjaan kamu baik-baik saja. Tidak ada masalah apapun."
Evelyn yang terlalu obsesi dengan pekerjaan memang lebih sering menceritakan tentang pekerjaan ketimbang kehidupan percintaan atau apapun itu. Oleh karena itu Edelweiss sudah bisa menebak dan menerka sebelumnya.
"Bukan masalah pekerjaan, tapi aku mau menikah," ujar Evelyn yang langsung dibalas tertawa terbahak-bahak oleh Edelweiss.
"Apa menikah? Perasaan kamu gak lagi dekat dengan siapapun, bahkan aku gak denger kalau kamu sudah tunangan atau apapun." Siapa yang tidak mengenal Evelyn, gadis yang menjadi model papan atas itu pasti selalu menjadi sorotan publik. Semua mengenai Evelyn selalu menjadi perbincangan.
Jadi tidak mungkin jika Evelyn menikah tetapi tidak menjadi perbincangan publik juga, kan? Itu semua nampak sangat mustahil.
"Iya menikah, memang gak menjadi sorotan publik karena aku menutupi pernikahan ini. Aku dijodohkan oleh keluarga." Evelyn mulai menceritakan semuanya.
"Dan kamu tahu siapa yang dijodohkan dengan aku? Davit, mantan pacarku sendiri. Dia dijodohkan dengan aku dan kita akan segera melangsungkan pernikahan. Ini semua sama sekali tidak ada di pikiranku."
"Apa? Davit? Kok bisa sih? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Ini sama sekali tidak masuk akal. Oke aku tahu kalau kalian pernah terlibat suatu hubungan. Tapi ini sama sekali tidak mungkin, bukan? Kalian tidak mungkin kembali. Bagaimana ceritanya?" tanya Edelweiss yang sama-sama penasaran. Pasalnya Edelweiss mengetahui bagaimana hubungan Evelyn dengan Davit dulu.
Evelyn yang meninggalkan Davit, Evelyn yang menduakan Davit dan segala macam. Jadi menurut Edelweiss sangat tidak masuk akal jika Davit menerima semua ini. Davit pasti sangat kecewa dengan Evelyn. Davit bukanlah pria yang bodoh sehingga menerima Evelyn kembali setelah dikecewakan seperti itu.
"Ibu sama ayah aku udah nyaman banget sama Davit, ibu sama ayahnya Davit juga udah nyaman banget sama aku makanya mereka semua menjodohkan kita. Aku sama Davit awalnya menolak karena ini semua konyol dan sama sekali gak masuk akal. Mana mungkin aku menikah dengan mantan pacarku sendiri, tapi setelah satu minggu lamanya aku menolak, ibu sakit dan dia meminta aku untuk menyetujui perjodohan ini. Dia bilang kalau dia mau melihat aku bahagia, oke aku terima semuanya. Aku terima perjodohan ini," ujar Evelyn dengan nada lemahnya.
"Lalu?"
Evelyn mengambil napas untuk menceritakan segalanya. Ia akan menceritakan semuanya kepada sahabatnya itu karena Evelyn memang hanya mempunyai Edelweiss sebagai sahabat. Seluruh teman modelnya hanyalah pencitraan yang sama sekali tidak Evelyn anggap.
"Aku mempunyai kekasih, aku belum pernah mengenalkan diri dia dengan orang tuaku karena setiap kali aku ajak dia, dia selalu tolak. Dia bilang kalau dia belum siap. Dia sama sekali gak ada niatan lamar aku, Edelweiss. Dia sama sekali gak ada niatan buat menikah sama aku karena dia selalu belum siap. Aku gak bisa melepaskan kekasihku karena aku memang mencintai dia. Akhirnya aku membuat perjanjian pernikahan dengan Davit."
"APA? Perjanjian pernikahan? Kamu gila, Evelyn? Ini semua justru akan melukai hati ibu kamu, ini semua merugikan semua pihak. Hanya kamu di sini yang untung. Hanya kamu yang bahagia karena bisa tetap berpacaran dengan kekasih kamu. Tapi apa kamu pernah terbersit di benak untuk mencari tahu mengapa dia belum siap? Aku rasa dia hanya main-main dengan kamu. Aku rasa dia tidak serius dengan kamu. Aku rasa dia tidak ada keinginan yang sama dengan kamu. Seharusnya kamu bersyukur karena mendapatkan Davit yang mau menerima segalanya. Terus kenapa Davit bisa menerima semua ini?"
Evelyn mengangkat kedua bahunya karena memang tidak tahu apa alasan Davit menerima semua ini. "Mungkin karena aku bilang kalau dia egois makanya dia terima ini semua," ujar Evelyn berspekulasi.
"Mungkin, padahal kamu sendiri yang egois. Padahal kamu sendiri yang menghancurkan banyak orang. Seharusnya kamu tidak menyakiti hati Davit lebih dalam lagi, Evelyn."
"Mau bagaimana lagi, Edelweiss? Aku mencintai kekasihku. Aku mencintai dia setulus hatiku. Aku hanya ingin menikah dengan dia, bukan dengan Davit. Aku menginginkan hubungan suami istri dengan dia, bukan dengan orang lain. Sampai kapanpun aku akan tetap mencintai dia. Sampai kapanpun aku akan tetap menyayangi dia. Aku harus bisa menikah dengan dia."
Edelweiss paham, gadis itu sudah mengenal Evelyn sejak lama. Evelyn selalu mendapatkan semua yang ia inginkan. Evelyn selalu ambisius dan mengejar semua keinginannya.
Evelyn memang gadis keras kepala yang segala keinginannya harus terpenuhi. Evelyn adalah gadis yang egois selalu mengharapkan semuanya sesuai ekspektasi.
"Kalau pria yang kamu cintai tidak mengharapkan kamu bagaimana? Dia saja tidak pernah memberikan kepastian kepada kamu. Dia saja selalu beralasan belum siap untuk menolak kamu."
Evelyn memikirkan jawaban atas pertanyaan Edelweiss. Benar apa yang dikatakan Edelweiss, apakah Robert sama sekali belum siap? Apakah Robert sama sekali tidak mengharapkan dirinya?
"Aku yakin kalau dia menginginkan aku sama seperti aku menginginkan dia. Aku yakin kalau dia mengharapkan hal yang memang juga aku harapkan. Dia hanya belum siap menikah, Edelweiss. Menikah adalah sesuatu yang memang harus dipikirkan baik-baik, tidak seharusnya seperti ini yang bisa dipaksa. Setelah aku berpisah dengan Davit, aku akan menikah dengan dia."
"Memangnya dia mau menikah dengan seorang janda seperti kamu? Memangnya dia mau dibohongi seperti itu sama kamu?" tanya Edelweiss yang memang berpikir cepat, Edelweiss selalu memikirkan segalanya dengan matang.
"Dia harus mau. Dia pasti akan mau dan dia pasti akan memaklumi."
"Lalu bagaimana dengan keluargamu?" tanya Edelweiss lagi.
"Mereka pasti akan paham, Edelweiss. Mereka pasti akan tahu kalau aku memang tidak bisa dipaksakan dan dijodohkan. Mereka pasti akan menerima kekasihku. Mereka harus menerima semuanya karena ini semua adalah kehidupanku."