Chereads / Jodoh Tidak Terduga / Chapter 8 - Rencana Alex

Chapter 8 - Rencana Alex

Alex berjalan di depan diikuti oleh Jenny dan para pengawalnya yang lain serta seorang petugas keamanan rumah sakit menuju ruangan Profesor Wildan.

Dengan ketukan pelan, Alex mengetuk pintu dan tidak berapa lama kemudian pintu terbuka dan terlihat seorang wanita cantik.

Mata Alex menatap curiga wanita yang baru keluar dan minta pengawalnya untuk menahan wanita tersebut.

Penolakan dan juga keributan sempat terjadi saat wanita itu berdebat sementara Alex dan satpam bergegas untuk masuk ke ruangan Prof Wildan.

Wajah Alex terlihat gelap dan kemarahan nya memuncak ketika mengetahui keadaan Profesor Wildan yang sudah tidak sadarkan diri.

Dengan langkah seperti terbang, Alex melangkah keluar dan meminta Jenny untuk membawa wanita asing itu keluar setelah Alex melumpuhkannya hingga pingsan. Dan membawanya saat sekuriti masih berada di dalam ruangan.

"Sekuriti! Hubungi dokter cepat!" perintah Alex pada sekuriti yang datang bersamanya.

Suara langkah kaki terdengar dari luar ruangan dan tidak berapa lama terlihat 2 orang dokter dan seorang perawat datang ke ruangan tersebut.

"Apa yang terjadi?" tanya salah seorang dokter pada Alex.

"Aku tidak tahu. Aku tiba di sini dan prof sudah tidak sadarkan diri. Sebaiknya kalian periksa kamera cctv. Dan kalian bisa mengetahui nya," jawab Alex dengan suaranya yang terdengar begitu mengancam.

"Aku akan pergi dan bersedia memberikan keterangan bila kalian membutuhkan," katanya lagi sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Baik Tuan. Terimakasih sudah membantu kami," jawab dokter sambil memeriksa keadaan Profesor Wildan.

Alex meninggalkan rumah sakit bersama dua orang pengawal nya sementara Jenny dan yang lainnya sudah pergi lebih dulu.

Kemarahan Alex begitu memuncak hingga tidak ada seorangpun pengawalnya yang berani bicara.

Setelah mobil yang ditumpangi Alex melaju cukup lama, akhirnya mereka tiba di sebuah gudang. Dan Alex segera keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam gudang.

Disebuah ruangan yang cukup luas, terlihat seorang wanita berdiri dengan tangan terikat ke atas dan kakinya berjinjit agar bisa berdiri seimbang.

"Siapa Dia? Mengapa kalian perlakukan seperti itu?" tanya Alex tajam.

"Saya sudah periksa identitas nya. Nama nya Bilora. Kami tidak tahu ada hubungan apa dengan Nyonya Maura," jawab Jenny sambil memberikan kartu identitas wanita itu.

"Maura? Dan kamu sudah dapat informasi nya?" tanya Alex sambil mengernyitkan keningnya.

"Maaf Tuan. Kami belum bisa mendapatkan seluruh informasiya. Dari waktu yang sangat singkat ini kami baru mengetahui kalau Bilora adalah putri dari keluarga Alan Danios. Dan dia selama ini berteman dengan Leticia," Jawab Darius.

"Laticia? Bagaimana bisa? Dan bagaimana kamu menyimpulkan kalau dia ada hubungan dengan Maura?" tanya Alex pada Jenny.

"Bilora tadi berteriak dan mengatakan kalau Maura tidak akan membiarkan Tuan hidup tenang," jawab Jenny.

"Dan?"

"James dan beberapa orang sedang menjemput Alan Danios dan istrinya," jawab Darius.

Suara langkah kaki Alex saat berjalan mendekati Bilora terdengar seperti langkah seorang yang akan memberikan hukuman mati.

Darius melepaskan kain penutup wajah Bilora sehingga Alex dapat melihatnya.

"Apa tujuan mu menemui Profesor Wildan?" tanya Alex dengan wajah dan suara mengancam.

Mata wanita itu melotot marah dan suaranya mengeluarkan kata-kata kotor hingga Alex tertawa. Tawa yang lebih menakutkan daripada saat dia bertanya.

"Bagaimana bisa wanita secantik dirimu memiliki kosa kata yang sangat buruk. Apakah aku harus bertanya pada Alan Danios? Atau aku harus memaksa Maitra? Kamu tinggal pilih. Dan menurut ku James akan segera menghubungi ku," ancam Alex.

"Brengsek! Orang tuaku tidak bersalah. Dia tidak pernah mengetahui apa yang aku kerjakan."

Ada nada ketakutan pada suara dan Mata Bilora. Dia sudah mendengar apa yang bisa dilakukan oleh Alex dan orang-orangnya.

"Dimana kamu mengenal Putraku dan Profesor Wildan? Tapi apa yang sudah kamu lakukan. Jadi mengapa aku tidak bisa melakukannya?"

Suara Alex saat bicara membuat Bilora ketakutan.

"Jadi. Katakan siapa yang memberi perintah dan apa tujuannya?"

"Aku tidak tahu apa yang kau katakan?"

"Tidak tahu? Bagaimana kalau aku melepaskan mu ke dalam kolam? Mungkin kamu dapat mengingatnya," kata Alex.

"Darius, bawa dia ke akuarium ikan Piranha. Aku ingin lihat apa yang akan dikatakan saat tangannya di sapa oleh ikan-ikan disana!"

"Baik Tuan."

Darius dan beberapa orang lainnya melepaskan tali yang mengikat Bilora dan membawa wanita itu ke akuarium yang tidak begitu besar dan berada di sudut ruangan.

Wajah Bilora begitu ketakutan ketika melihat Alex tidak main-main dengan ancamannya.

Darius sudah memegang tangan Bilora untuk memasukkan tangan wanita itu ketika Bilora berteriak histeria.

"Hentikan ... Aku akan mengatakan nya. Tapi aku mohon berikan aku dan keluargaku perlindungan."

Bilora meratap dan memohon belas kasihan dari Alex.

"Kenapa?" Kata Alex dingin.

"Karena dia bisa melakukan apapun pada orang yang sudah berkhianat."

"Siapa Dia?"

"Putra Nyonya Maura. Wanita yang pernah menjadi istri Anda.

Wajah Alex menggelap ketika telinganya mendengar ucapan Bilora. Dan berlahan dia mendekati

wanita itu yang masih berdiri di samping akuarium dengan dipegangi oleh orang-orangnya.

"Putra Maura? Kamu mengenalnya?" Tanya Alex dengan tatapan tajam yang lebih mirip seperti tatapan pemangsa.

"Benar. Aku banyak berhutang budi padanya. Sebelum aku tahu apa tujuan sebenarnya," jawab Bilora dengan wajah gugup dan takut.

"Dan apa tujuannya?"

"Membuat Anda hancur. Pedro yakin dengan menyingkirkan putra Anda, maka Anda akan

merasakan betapa hancur dan sedihnya Anda sebagai orang tua. Seperti ketika dia kehilangan ibunya."

"Anak itu tidak tahu apa yang sudah dilakukan ibunya. Harusnya dia bersyukur aku sudah

membuat hidupnya nyaman," kata Alex menatap ikan piranha yang berada di akuarium.

"Tapi dendam Pedro sangat besar pada Anda, Tuan. Dan dia tidak akan membiarkan hidup

Anda sekeluarga tenang," beritahu Bilora. "Pedro sudah menyelidiki semua keluarga Anda. Dan apa saja yang dilakukan oleh keluarga Anda sehari-hari."

"Dengan apa dia mengetahuinya. Dan berapa orang yang bersamanya?" Tanya Alex.

"Dia bekerja sendiri. Sementara aku. Aku baru datang ke Indonesia setelah dia meneleponku seminggu lalu," jawab Bilora pelan.

"Dan apa keahlian mu sehingga kamu harus datang membantunya. Bukankah hidup mu sudah nyaman di Napoli?"

"Aku seorang ahli IT. Hidupku sudah nyaman sebelum Pedro membuat jebakan."

"Jebakan?"

"Ya. Dia menjebak ku seolah-olah aku melakukan kejahatan yang sebenarnya tidak aku lakukan," jawab Bilora pelan.

"Hm. Kau tahu bahwa hari ini keluarga ku sudah berangkat ke Italia?" Tanya Alex tiba-tiba.

"Kembali ke Italia? Bukankah istri Anda orang Indonesia?" Tanya Bilora heran.

"Benar. Tapi kami juga sering kali menetap di sana. Kadang sampai beberapa bulan. Dan saat ini aku memutuskan untuk mengirim keluarga ku ke Italia. Bagaimanapun aku harus membuat putraku sadar kembali," gumam Alex pelan.

Dengan langkahnya yang pelan. Dia menuju sebuah meja dan duduk di salah satu kursinya.

"Duduk! Masih ada pertanyaan yang harus kau jawab!" perintah Alex keras.

Dengan wajah ketakutan Bilora mengikuti pengawal Alex yang menyuruhnya untuk mendekati Alex.

"Sudah berapa kalian mengamati keluargaku?" Tanya Alex dengan suara dingin.

"Aku tidak tahu Tuan," jawab Bilora pelan.

"Benarkah? Tapi bagaimana kalian bias mengetahui mengenai Profesor Wildan?" Tanya Alex curiga.

"Karena Pedro mengetahui kalau Profesor Wildan menyelidiki obat yang diminum putra Anda."

"Aha. Jadi Prof Wildan menyelidiki asal obat tersebut dan kamu  langsung  mengeksekusi Prof Wildan?" Tanya Alex dengan suara yang membuat Bilora tidak bisa mengatakan apapun.

"Pedro tidak akan membiarkan siapapun mengganggu rencananya. Dan aku yakin dia akan segera memburu keluarga Anda."

"Mengapa dia tidak langsung menghadapi ku? Bukankah dia dendam padaku?" Tanya Alex mendesak Bilora.

"Aku tidak tahu Tuan. Tapi yang aku tahu, Pedro sangat memuji Anda dan mengagumi gerakan Anda saat meringkus musuh," kata Bilora membuat Alex tertawa.

"Bagaimana kamu tahu?"

"Karena di ruangannya dia banyak sekali menyimpan foto Anda dan menganggap Anda sebagai gurunya."

"Dan sayangnya aku tidak percaya dengan ucapannya. Pengawal! Kencangkan ikatannya," kata Alex pada pengawalnya sebelum dia pergi.

Bilora tidak menyangka kalau Alex bisa begitu saja menerima semua ucapan dari seorang pembunuh.

Berjalan dengan langkah kakinya yang tenang dan meminta Jenny mengendari pergi mobilnya.

"Apa kamu sudah menemukan titik keberadaannya?" Tanya Alex sambil memejamkan matanya.

"Sudah Tuan."

"Bagus. Minta anak buahnya Achen bertindak."

"Baik Tuan. Mereka sudah meluncur dan sedang menunggu perintah dari Anda."

"Bagus. Katakan pada anak buahnya Erick untuk bertindak hati-hati. Bagaimanapun aku tidak ingin melakukannya di sini," gumam Alex pelan.

"Baik Tuan."

Alex menyadari sebagai Warga Negara Asing dia tidak bisa bebas melakukan apapun. Sangat berbeda bila dia melakukannya di negaranya. Di Indonesia, Alex tidak ingin aparat hukum terlibat pada kegiatannya.

Mobil yang dikemudikan Jenny berhenti di sebuah gang dan mereka menunggu siapa pun yang akan keluar dari gang tersebut.

"Kamu yakin tidak ada jalan lain untuk keluar kecuali melewati gang ini?" Tanya Alex pada Jenny.

"Saya sudah melakukannya Tuan," Jenny yakin.

Alex dan Jenny menyiapkan senjata untuk di tembakkan pada Pedro bila dia keluar dari Gang. Dan senjata tersebut bukanlah senjata yang berisi peluru api, melainkan berisi cairan yang dapat langsung masuk ke dalam jaringan sel tubuh.

Dan efeknya sudah pasti sangat mengganggu. Apalagi bila dilakukan oleh dua buah senjata dengan carian yang berbeda dan memiliki reaksi yang berbeda. Dan Alex akan membuat Pedro merasakan apa yang sudah dia lakukan pada putranya Ciro.

"Bagaimana kamu mengetahui kalau di tubuh wanita itu ada alat penyadap nya?" Tanya Alex pada Jenny.

"Ketika saya menggeledah tubuhnya. Dan tanpa setahunya saya sudah melakukan input pada jaringannya sehingga kami dapat melacak signal dan mendapatkan titik koordinatnya," jawab Jenny.

"Terima kasih Jen. Aku sangat bersyukur selama ini kamu selalu setia membantuku. Walaupun seharusnya Erick yang melakukan tugas tersebut untukku," kata Alex.

"Sudah kewajiban saya untuk membantu Anda Tuan. Meskipun biasanya Erick yang selalu berada di samping Tuan."