Chereads / Jodoh Tidak Terduga / Chapter 11 - Magnolia Iskandar

Chapter 11 - Magnolia Iskandar

Mobil yang dikemudikan oleh Meggie bergerak masuk ke halaman rumah setelah pintu gerbang terbuka secara otomatis. Dari wajahnya terlihat kalau gadis itu mempunyai beban di dalam pikirannya.

"Apakah papa ada di rumah?" tanya Meggie pada pelayan wanita yang sudah lama membantu dirinya.

"Tidak Non. Tuan belum pulang," jawab pelayannya. "Non mau makan sekarang? Biar bibik siapin?"

"Boleh Bik. Tapi saya mau mandi dulu," jawabnya sebelum menghilang di balik pintu kamarnya.

Magnolia Iskandar adalah wanita yang sudah di tinggalkan ibu kandungnya sejak 15 tahun lalu. Tepatnya ketika dia berusia 7 tahun. Saat itu dia belum mengerti mengapa ibu nya pergi meninggalkan dirinya bersama dengan ayahnya. Dan baru 3 tahun lalu dia mengetahui alasan mengapa ibunya pergi.

Ibu nya adalah wanita cantik yang memiliki kecantikan khas wanita Jawa dan dia tidak bisa menerima ketika ayahnya berpaling dan memberikan perhatian lebih pada wanita yang menjadi rekanan perusahaan ayahnya. Wanita asing berdarah Jerman yang datang dan merebut perhatian Wisnu Iskandar.

Meggie menatap bayangan dirinya di cermin dan dia melihat di wajahnya terdapat kesedihan. Kesedihan yang sejak awal hanya bisa di lihat saat dia berada sendirian di kamarnya.

Tok… tok…tok…

Suara ketukan pintu menyadarkan Meggie yang langsung tersenyum. Perubahan ekspresi yang sering dilakukan dengan cepat.

"Ya," sahutnya.

"Maaf Non, Meja makannya sudah siap," beritahu bibik saat Meggie membuka pintu kamarnya.

"Ya udah. Nanti saya ke sana ya Bik."

"Baik Non," jawab bibik kemudian meninggalkan Meggie yang sudah masuk ke dalam kamarnya lagi.

"Bik. Besok aku berangkat ke Jambi. Jadi selama aku pergi kalian jaga rumah dengan baik ya!" katanya setelah selesai makan sementara bibik merapikan meja makan.

"Tapi Non ga selamanya di sana kan?"

"Engga Bik. Paling cepat setahun saya di sana," jawabnya. "Tapi saya nanti juga ke Jakarta bila sedang libur."

"Baik Non. Terus jam berapa Non besok brangkat nya?"

"Saya berangkat pagi Bik. Soalnya saya harus persiapkan diri dan berkenalan dulu sebelum saya bekerja di tempat yang baru."

"Oh Begitu. Apa ada yang bisa bibik bantu buat Non?"

"Sudah selesai semuanya kok. Hari ini aku mau istirahat aja Bik sambil telpon Ulfah."

"Ya Non."

Meggie melangkah ke teras samping. Di sana dia mulai menghubungi Ulfah, salah satu teman dekatnya.

"Kemana dia? Kenapa telepon aku ga di jawab. Atau dia sedang sibuk, tapi sibuk apaan di jam segini?" katanya melirik jam tangannya yang baru menunjukkan pukul 20.15 wib.

Meggie masih duduk di teras ketika ponselnya berbunyi, dan tanpa melihat siapa yang menelpon dia langsung menjawab panggilan tersebut.

"Halo Ulfah, kamu kemana aja sih? Dari tadi aku teleponin ga di jawab?" omelnya jengkel.

"Apakah kamu sedang menunggu telepon Ulfah?" suara Wisnu Iskandar yaitu papanya terdengar di telinganya.

"Aku tadi menghubunginya. Tapi ga di jawab. Papa ada di mana?" tanya Meggie dingin.

"Papa masih di Jerman. Layla ingin papa menemaninya selama persalinannya," jawab papanya pelan.

"Layla melahirkan? Kapan dia hamilnya?" tanya Meggie tanpa sadar.

"Maksud mu?"

"Kalau tidak salah dia sudah bersama dengan papa sejak 15 atau 16 tahun lalu. Dan mengapa dia baru hamil sekarang?" tanya Meggie dengan kecurigaan yang sangat besar.

"Meggie. Papa rasa ini semua adalah mukjizat. Kamu sendiri tahu bahwa papa sudah lama menantikan seorang anak yang akan menjadi adikmu. Dan sudah banyak usaha kami lakukan untuk mendapatkan anak darinya," jawab ayahnya.

"Aku tahu papa sudah melakukan semua usaha tersebut. Apakah papa tidak curiga padanya?"

"Maksud kamu… Layla selingkuh?" tanya ayahnya setelah cukup lama terdiam.

'Aku tidak tahu dia selingkuh atau tidak. Tapi apakah papa tidak curiga dengannya? Kalau tidak salah aku pernah melihat dia di acara peragaan busana sekitar 3 bulan lalu. Dan tubuhnya masih ramping. Tidak ada tanda kalau dia sedang hamil."

"Tiga bulan lalu?"

"Benar. Kalau tidak salah waktu itu papa meminta aku menghadiri peragaan busana karena mama sakit, jadi papa menemani mana di Jogja."

"Jadi kamu ingin mengatakan kalau Layla berbohong?"

"Aku sebenarnya tidak ingin mengatakannya. Tapi untuk melindungi papa aku harus mengatakan Ya. Apakah Layla sudah di bawa ke ruang operasi?" tanya Meggie.

"Tidak, Dia akan melahirkan secara normal. Itu yang dikatakan pada Papa."

"Apakah papa mencintainya? Kalau ya, papa damping Layla selama proses melahirkan. Setahu aku seorang ayah di perbolehkanuntuk melihat kelahiran anaknya."

"Baiklah akan papa katakan pada dokter."

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, ayahnya menutup telepon membuat Meggie bertanya-tanya apa yang terjadi dengan hubungan ayahnya dengan Layla. Wanita cantik yang berprofesi sebagai model. Dan saat ini mulai berkurang job nya.

Pikiran Meggie masih tertuju pada ayahnya ketika ponselnya berbunyi dan dia melihat nama temannya di layar.

"Halo Fa," sapanya.

"Eh, kira in aku bakal di sembur kata-kata bijak," jawab Ulfah terkekeh.

"Lagi males. Eh kamu ingat tidak waktu kita menghadiri peragaan busana 3 bulan lalu?"

"Peragaan busana di hotel bintang lima itu. Ingat kenapa?"

"Kamu tentu ingat dengan wanita blonde yang memakai baju renang onepiece kan?"

Suara tawa Ulfah begitu nyaring terdengar membuat Meggie menjauhkan ponselnya.

"Woi… kira-kira kalau ngakak. Bikin telinga aku sakit tahu!"

"Sorry. Aku tertawa karena wanita itu terlalu pede dengan penampilannya. Pernahkah kamu berpikir kalau penyelenggara menyesal telah memakai dia sebagai modelnya?"

"Ada-ada saja. Dan bagaimana kalau aku katakan kalau model itu hari ini melahirkan?"

"Apa? Aku bukanlah dokter seperti mu Meggie. Tapi untuk mengatakan kalau dalam waktu 3 bulan dia sudah melahirkan. Sangat mustahil. Dan omong kosong."

"Tapi kenyataannya dia melahirkan hari ini."

"AKu rasa dia sedang berbuat kejahatan," ucap Ulfah yakin.

"Seperti itulah yang aku pikirkan."

"Tapi… kenapa tiba-tiba kamu mikirin dia? Apakah kamu tahu sesuatu yang belum kamu katakan padaku?"

Suara tawa Meggie berderai. Sangat sulit membuat Ulfah tidak berpikir kritis sementara profesinya sendiri sebagai seorang pengacara. Dan sudah bergabung di salah satu firma hukum yang cukup terkenal.

"Apa yang akan kamu katakan kalau model wanita yang bernama Layla adalah wanita yang menghancurkan rumah tangga keluarga ku. Dan dia sudah bersama papa ku sejak 16 tahun lalu."

Tidak ada tawa ataupun umpatan dari mulut Ulfah dan Meggie yakin kalau temannya itu sangat terkejut.

"Aku mencium aroma penipuan yang sangat besar. Dan papa mu adalah salah satu korbannya. Kalau kamu katakan 16 tahun lalu mereka sudah bersama berapa usia wanita itu sekarang? Dan sebagai seorang dokter pasti kamu mengetahui usia yang aman wanita melahirkan dengan normal bukan?"

"Benar. Dan aku berharap semoga papa ku bisa berpikir bijak sebelum mengambil keputusan." Guman Meggie sebelum memutus pembicaraan melalui ponselnya.

"Layla memang tidak pernah mengatakan berapa usianya. Tapi aku yakin dia cukup tua dan tidak berbeda jauh dengan usia mama. Atau bisa lebih tua lagi," gumam Meggie yang langsung mengikik geli sendiri.

"Halo… kamu bicara sama aku apa ngomong sendiri," teriak Ulfah membuat Meggie sewot.

"Woi… ngomong jangan pakai toa. Sakit tahu!" gerutu Meggie membuat Ulfah tertawa keras.

"Eh, kamu jadi pergi kapan?" tanya Ulfah setelah tawanya reda.

"Besok. Makanya aku mau pamitan sama kamu," jawab Meggie.

"Serius kamu berangkat besok?"

"Iya Fah. Masa bohong sih. Males banget bohong yang begituan," jawabnya tertawa karena dia tahu Ulfah pasti sedang kesal bin sebal.

"Kamu. Kenapa sih kalau ngasih kabar mendadak." Suara Ulfah terdengar pelan saat bicara. Tidak seperti dugaan Meggie.

"Engga mendadak Fah. Aku kan udah bicara sebelumnya. Memang aku belum kasih tahu harinya. Aku sendiri baru tahu kemarin kok. Dan kamu sendiri? Kenapa ponsel kamu ga aktif?"

"Aktif. Cuma ya itu… aku sudah seminggu ini ga pegang ponsel."

"Kenapa?"

"Di sita."

Mendengar kata sita, seketika Meggie tertawa. Karena dia tahu pada saat temannya mengatakan ponselnya di sita itu artinya Ulfah melewati batas belanja yang di ijinkan oleh kekasihnya. Kekasih yang sangat posesif.