Matahari pagi bersinar dengan sangat cerahnya. Dan Meggie beruntung dia memilih penerbangan pagi. Dan dia pergi di antar oleh sopirnya.
Meggie sudah menelpon ke Dinas Kesehatan Daeran kalau dia akan mulai aktif pada hari Senin. Dan hari Sabtu ini dia berangkat ke daerah yang menjadi daerah penugasannya.
"Non. Kita sudah masuk bandara, kita parkir di dalam atau berhenti di area keberangkatan?"tanya sopirnya.
"Di area pemberhentian saja Pak."
"Baik Non."
Setelah itu Pak Sopir yang bernama Daryo menuju pemberhentian kendaraan untuk para penumpang yang akan berangkat.
Daryo dengan cepat mengeluarkan koper dari dalam bagasi mobilnya, sementara Meggie memakai tas punggungnya.
"Sudah Non. Kalau nanti Non Meggie pulang untuk liburan telepon Saya, jangan naik taxi."
"Iya Pak. Saya masuk dulu ya. Hati-hati jaga rumah."
"Iya Non. Selamat jalan. Dan Non juga hati-hati di daerah orang," pesan Pak Daryo.
"Iya Pak. Saya pergi dulu ya."
Dan Meggie pun segera melangkah menuju pintu masuk sesuai dengan maskapai penerbangannya. Dan dia menuju tempat pemeriksaan bagasi setelah melakukan boarding pass.
Wajah Meggie terlihat bersinar cerah. Kulit Meggie yang lebih ke arah kuning membuat dirinya begitu memikat di saat banyak wanita berusaha memutihkan kulit mereka.
Rambut panjangnya yang ikal dan berombak hanya di ikat menjadi satu di puncak kepalanya dan menggelayut seperti ekor kuda. Sementara pipinya yang chubi begitu menggemaskan karena memiliki hidung mancung dan mata besar yang dipayungi oleh bulu mata yang lentik. Semua memiliki ukuran yang pas sehingga menjadikan kecantikan yang sangat unik dan berbeda.
Di saat dia tengah berjalan menuju tempat menunggu, Meggie mendengar nada panggil yang berasal dari ponselnya yang berada di dalam tas slempangnya yang kecil. Dan dia segera mengambil dan melihat siapa yang menelponnya.
"Halo Pap. Bagaimana kabarnya," sapa Meggie saat mengetahui yang menelepon adalah ayahnya.
"Überrascht! Layla war nicht schwanger. Er hat die ganze Zeit gelogen/Terkejut. Layla ternyata tidak hamil. Dia telah berbohong selama ini/Jerman terjemahan bebas."
"Danke Papa, dass du an mich glaubst/Terima kasih papa sudah percaya denganku.Jerman," jawab Meggie lega.
"Papa yang harus terima kasih padamu Sayang. Tidak sia-sia putri Papa menjadi dokter."
"Tidak perlu memiliki gelar dokter untuk mengetahui bahwa Layla tidak hamil. Lalu apa yang akan papa lakukan?"
"Papa tahu sudah banyak melakukan kesalahan. Dan papa juga sudah terlalu lama dengan nya. Banyak yang tidak bisa dilepaskan begitu saja. Tetapi papa juga sadar kalau selama ini sudah banyak pula kebohongan yang dia lakukan. Jadi Papa sudah memutuskan hubungan denannya dengan memberikan kompensasi yang sudah kami sepakati."
"Begitu cepat. Apakah papa yakin Layla dapat melakukan semua permintaan Papa?" tanya Meggie tidak yakin sementara dia terus berjalan dengan pelan.
"Harus. Papa tidak akan memberi kesempatan padanya untuk membuat alasan."
"Lalu, kapan papa kembali ke Indonesia?"
"Di sini papa masih ada bisnis yang harus papa selesaikan. Jadi kemungkinan Minggu depan baru kembali. Kamu sendiri hari berangkat ke Jambi?"
"Ya Papa. Sekarang aku sudah di bandara," beritahunya.
"Kalau begitu hati-hati. Dan semoga tugas mu berjalan lancar. Ingat Rumah sakit kita menunggu mu."
"Aku akan berusaha dengan baik," jawab Meggie semangat.
Meggie memutuskan untuk menghubungi Ulfah setelah selesai berbicara dengan ayahnya ketika tanpa sengaja dia menabrak tubuh di depannya ketika perhatiannya terpokus pada layar ponselnya.
"Aduh!"
Seruan spontan keluar dari mulutnya ketika kepalanya merasakan sakit ketika menabrak tubuh kekar yang bahkan tidak bergeming ketika mendapat dorongan dari tubuh Meggie. Dan Meggie yang justru merasa limbung kalau saja tubuhnya tidak di tahan oleh sepasang lengan yang melingkari pinggangnya.
"Maaf. Saya tidak sengaja. Bisakah Anda melepaskan tangan di pinggangku. Aku yakin tidak akan jatuh," katanya dan dia terkejut melihat wajah yang sudah di kenalinya saat dia menengadah.
"Kamu? Kamu Ciro? Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Aku sudah memperhatikan mu sejak tadi. Namun, kamu sepertinya hanya perhatian pada ponsel saja. Apakah ponsel mu sangat menarik?" tanya Ciro yang belum juga melepaskan kedua lengannya yang melingkari pinggang Meggie.
Meggie sangat yakin kalau wajahnya memerah setelah menyadari orang-orang di sekitar mereka cengar-cengir memperhatikannya.
"Ciro, kamu bisa lepaskan tangan kamu tidak."
"Kenapa? Aku suka kok?" katanya nakal.
"Suka? Ga usah macam-macam. Cepat lepaskan! Aku tidak mau semua orang memperhatikan kita."
Seringai nakal terlihat di mulut Ciro ketika dia melepaskan tangannya dipinggang Meggie dan meletakkan tangan di pinggangnya sendiri.
"Ada apa?" tanya Meggie dengan mundur selangkah sehingga dia bisa menatap Ciro langsung.
"Kenapa kamu tidak mengatakan kalau berangkat sekarang?"
"Bagaimana mungkin aku mengatakan padamu. Apakah kita saling komunikasi?" tanya Meggie bersungut.
"Dan bagaimana kita melakukannya kalau kita tidak menyimpan nomor kontak masing-masing?" keluh Ciro menatap sendu Meggie.
"Mana aku tahu."
Meggie terlihat sangat santai dan gerakkannya saat mengangkat bahu terlihat begitu enak di lihat. Dan tanpa mengucapkan apa-apa, Ciro mengambil ponsel Meggie yang berada di tangan wanita itu.
"Hey! Apa yang kamu lakukan? Kembalikan ponsel ku!"
Ciro menjauhkan tangan Meggie dari ponselnya. "Diam Meg! Aku hanya berusaha menyimpan nomor kontakku di ponsel mu."
Wajah Meggie merona karena Ciro memegang tangannya dengan erat saat berbicara. Dan dia hanya bisa mengangguk pelan.
Setelah selesai mengetik dan menyimpan nomornya di ponsel Meggie, Dia membuat panggilan dari ponsel yang ada di tangannya dan terdengar bunyi ponsel yang berada di dalam saku jas yang dikenakan Ciro.
"Aku sudah menyimpan nomor ku di ponsel mu. Dan aku harap kita bisa saling berkomunikasi," katanya seraya menyerahkan ponsel Meggie kembali.
Meggie tidak percaya dengan nama kontak yang di ketik di ponselnya karena nama itu adalah 'Amore'.
"Kenapa Amore, bukankah nama mu Ciro?" tanyanya geli.
"Agar kamu mengingatnya dengan mudah. Kamu berangkat dengan siapa?"
"Sendiri. Dan kamu sendiri, apa yang kamu lakukan di sini? Apakah kamu juga akan pergi? Kemana?"
"Aku akan ke Italia. Ke negara kelahiran ayahku. Dan aku ditemani oleh kedua orang tuaku," jawab Ciro kalem.
"Dan di mana orang tua mu?" tanya Meggie mengedarkan pandangannya ke sekeliling mereka. "Aku tidak melihat kehadiran orang tuamu?"
"Mereka di luar. Kami melakukan perjalanan dengan jet pribadi."
"Aku mengerti. Lalu bagaimana kamu bisa berada di sini? Di tempat ini?" tanya Meggie heran.
"Aku minta ijin pada mereka. Ijin khusus untuk bisa bertemu dengan mu." Katanya nyengir.
"Begitu. Jadi kamu sudah bertemu dengan ku. Dan aku ucapkan selamat jalan dan hati-hati ya."
"Meggie. Ketika aku sudah kembali, aku ingin kita bertemu lagi. Apakah kamu bersedia?"
"Tentu saja. Asalkan waktunya tepat dan tidak mengganggu siapa pun," jawabnya santai.
"Aku tidak mengerti. Kalau memang mau bertemu tentu saja kita bisa melakukannya bukan?"
"Aku hanya menjaga kemungkinan yang tidak diinginkan saja Ciro," jawabnya geli.
"Apakah Adrian sering menghubungi mu?"
"Adrian? Maksudmu perwira polisi yang ganteng itu?" tanya Meggie membuat wajah Ciro kesal dan Meggie tertawa melihat perubahan di wajah Indo di depannya.
"Dia memang tampan Ciro. Dan aku yakin tidak ada wanita yang tidak tertarik padanya. Dan aku adalah pecinta wajah ganteng karena aku wanita normal. Namun, tidak. Sama seperti dirimu. Aku tidak memiliki nomor kontaknya," jawab Meggie.
"Dan, kalau kamu memiliki nomor kontaknya apakah kamu akan menghubunginya?"
"Aku tidak tahu. Dan aku harus pergi Ciro."
"Apakah kamu akan menghubungiku kalau sudah tiba di Jambi?"
"Aku akan menunggu telepon darimu begitu kamu sudah tiba di tanah kelahiran ayahmu Ciro," balas Meggie tersenyum.
"Bye."
Meggie berjalan meninggalkan Ciro yang berdiri menatapnya. Tidak rela dan ditinggalkan membuat dia nyaris menyusul Meggie. Tapi dia juga tidak ingin menjadi beban wanita itu pada saat ingatannya belum kembali. Apa yang bisa dilakukan untuk membuat wanita itu bahagia sementara dia tidak bisa mengingat masa lalunya. Bahkan keluarganya sendiri dia belum bisa mengingatnya.