Ciro memandang Meggie dengan tatapan penuh tanya. "Kau sungguh mau pergi?"
"Hm. Sebagai seorang dokter yang baru memulai tugasnya, aku harus mengabdi di daerah dulu. Dan aku akan bertugas di Propinsi Jambi."
"Kau serius menawari aku ikut?" tanyanya lagi.
"Kalau kau bersedia dan semua pihak mengijinkan," jawab Meggie.
"Baiklah. Kalau di perbolehkan aku akan ikut dengan mu."
"Ada satu hal yang aku harus tahu, kau sungguh tidak ingat siapa dirimu?" tanya Meggie. Dan Ciro hanya menggeleng.
"Tapi kenapa kau, ah sudahlah. Kamu sudah minum obatnya?"
Akhirnya Meggie memutuskan tidak mendesak Ciro untuk mengingat namanya dan menjawab pertanyaannya.
"Apa aku sudah boleh pergi?" tanya Ciro. "Maksudku, apakah dokter sudah mengatakan kalau aku sudah sembuh?"
"Aku tidak tahu karena belum bertanya pada dokter yang menangani. Akan aku tanyakan nanti. Boleh aku bertanya lagi?"
"Silahkan."
"Kenapa kau kenal denganku, tapi lupa dengan namaku?"
"Aku juga tidak kenal denganmu. Aku hanya ingat wajahmu dan aku tidak tahu di mana kita pernah bertemu." jawabnya.
"Oh begitu. Hari ini aku sangat lelah dan aku memerlukan istirahat. Jadi aku pulang dulu. Dan aku berharap kau juga bisa manfaatkan waktu mu untuk istirahat sekaligus mencoba mengingat tentang dirimu."
"Terima kasih. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku kalau kau tidak datang pada waktu yang tepat. Profesor sudah mengatakan bahayanya obat yang sudah dipaksakan masuk ke dalam tubuhku bila sampai 24 jam tidak dilakukan pengobatan."
"Sudahlah. Aku permisi pulang dulu. Bye ...."
Meggie berjalan keluar kamar perawatan meninggalkan Ciro yang menatapnya tidak rela karena Meggie pergi meninggalkannya.
Tanpa terasa Ciro sudah berada di rumah sakit selama 30 hari dan ternyata keberangkatan Meggie untuk melaksanakan tugasnya tertunda.
Hari ini Meggie kembali mengunjungi Ciro di rumah sakit dan dia melihat wajah pria itu sudah semakin segar dan sehat. Dan Meggie juga melihat penutup luka di pelipis Ciro sudah di lepas.
Meggie mengamati wajah pria yang tengah duduk di tempat tidur.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Ciro dengan wajah heran.
"Hanya mengamati, apakah aku pernah bertemu denganmu atau kau hanya pengagum rahasia ku," jawab Meggie tanpa melepaskan pandangannya pada wajah Ciro.
"Terserah."
Dan Ciro kembali meletakkan kepalanya di atas bantal dalam posisi bersandar.
Meggie mendekatkan wajahnya ke arah wajah Ciro tanpa menyadari kalau wajahnya begitu dekat sehingga nafasnya menyentuh kulit wajah Ciro, begitu juga nafas Ciro terasa hangat di wajahnya. Tetapi Meggie tidak memperhatikan dan memperdulikannya.
"Benar. Aku sepertinya pernah bertemu dengan mu," kata Meggie membuat Ciro membuka matanya cepat dan pandangan mereka terkunci satu sama lainnya.
Mata Ciro yang hitam dengan alis mata yang sama hitamnya serta hidungnya yang tinggi menatap wajah Meggie dengan intens. Dan Meggie seperti merasakan wajahnya merah merona dan dia tidak mampu berpikir untuk menjauhkan wajahnya.
"Kau wanita yang cantik Nona. Apa yang membuatmu memandangku begitu lama?" tanya Ciro geli dengan senyum di bibirnya.
"Tidak. Aku ingat kita pernah bertemu sebelumnya dan ...."
"Di mana kamu pernah bertemu dengannya Meg?"
Terdengar suara dari arah belakang nya dan Meggie segera memperbaiki posisi berdirinya masih dengan wajah merona. Dan dia melihat Profesor Wildan bersama Andrian dan seorang polisi lagi yang belum dikenal oleh Meggie.
"Ya?"
"Meggie. Beliau adalah atasan ku di kantor. Namanya Pak Indra," kata Andrian memperkenalkan Perwira Polisi yang datang bersamanya.
Meggie hanya mengangguk hormat untuk menyapanya. Dan dia mulai menjawab pertanyaan dari Profesor Wildan.
"Aku pernah bertemu dengannya di salah satu restoran di Jakarta," jawab Meggie dan dia mulai bercerita di mana dia bertemu dengan Ciro.
Meggie melihat Andrian dan asisten Prof Wildan mencatat keterangan yang dia berikan.
"Terima kasih Meg, Kami akan menelusuri informasi yang kamu berikan," jawab Andrian. "Lalu kamu akan berangkat kapan? Aku dengar kamu akan bertugas di Provinsi Jambi," tanya Andrian.
"Hari Senin aku sudah mulai bertugas. Jadi Minggu pagi aku akan berangkat. Dan sebelumnya aku memang akan berbicara pada Prof maupun pada pihak kepolisian mengenai Dia. Tapi aku rasa karena sudah ada sedikit titik terang. Aku bisa pergi sendiri tanpa harus ada yang menemani bukan?"
"Kau benar. Dia adalah ...."
"Apakah tidak ada yang mempunyai keinginan untuk memberikan nama padaku?" tanya Ciro menyela ucapan Andrian.
"Kamu mau pakai nama apa? Wajahmu ini seperti orang Italia tau ga?" ucap Meggie dengan nada menggoda.
"Wajah Italia? Pak Andrian, bukankah dari pusat ada laporan tentang kehilangan anggota keluarga dari keluarga yang cukup terkenal?" tanya Indra, atasan Andrian.
"Mohon ijin Pak. Akan saya cari informasinya."
Andrian segera membuka ponsel pintarnya dan mencari data seperti yang disampaikan oleh Atasannya dan dia memperhatikan wajah Ciro dengan seksama.
"Benar. Meskipun informasi ini adalah rahasia, tetapi ciri-ciri yang diberikan memang seperti yang di cari."
"Benarkah? Jadi apa aku boleh tahu?" tanya Meggie menaikkan sebelah alisnya.
"Maaf Nona, Ini adalah informasi rahasia jadi kami tidak dapat memberikannya pada Anda," jawab Indra.
"Apakah Anda orang yang tidak mengerti ucapan terima kasih?" tanya Ciro dari arah tempat tidur.
"Maksud Anda?"
"Kalau Meggie tidak mengatakan dan tidak mau tahu, apakah kalian bisa mendapatkan informasi tentang diriku? Mengapa kalian tidak mengatakan apa informasi mengenai diriku? Bisa jadi mereka adalah pihak yang menyebabkan aku seperti ini."
Suara dingin Ciro membuat mereka terdiam dan berpikir bahwa kemungkinan seperti itu sudah pasti ada.
Indra, Andrian dan Profesor Wildan memandang ke arah Ciro yang berada di tempat tidur.
"Maksud Anda tidak masalah kalau berita
mengenai keluarga Sioulus di bicarakan di sini?" tanya Indra.
"Mengapa tidak? Meggie adalah orang yang
menemukan aku. Jadi tidak ada salahnya kalau dia juga mengetahuinya," jawab
Ciro keras kepala.
"Baiklah. Akan saya sampaikan mengenai berita dan informasi yang kami dapat dari pusat," kata Indra memulai penjelasannya.
Mereka semua diam saat Indra menyampaikan
informasi mengenai putra Keluarga Sioulus yang menghilang sejak sebulan lalu.
"Jadi menurut Bapak, dia adalah putra keluarga Sioulus?" tanya Meggie pelan.
"Kita belum mengetahuinya. Dan aku rasa kita
harus menghubungi pihak keluarganya dengan cepat. Aku yakin mereka sangat
menderita Karena sudah lama mencari anggota keluarganya," Jawab Indra sambil
mengeluarkan ponselnya.
"Bapak mau ngapain?" tanya Ciro.
"Menghubungi keluarga Sioulus."
"Bagaimana kalau ada pihak yang jahat dan
berada di rumah keluarga itu? Apakah Bapak menjamin diri ku?"
"Lalu, bagaimana kalau aku tidak
menghubunginya? Bagaimana kami bisa mengetahui kalau kau adalah bagian keluarga
itu."
"Apakah Bapak tidak bisa melihat foto yang
dilaporkan hilang?" tanya Meggie pelan.
"Tidak. Keluarga Sioulus sangat berhati-hati.
Meskipun mereka melaporkan putra mereka yang belum pulang, Mereka tidak
memberikan foto apapun untuk mempermudah pencarian," jawab Indra.
"Dengan kata lain, kita harus mendatanginya
langsung ke rumah keluarga Sioulus. Benarkah begitu?" tanya Prof membuka suara.
"Benar Prof. Dan kami harap korban sudah bisa meninggalkan rumah sakit sehingga kami bisa mengantarnya kembali ke rumah
keluarganya."
"Keadaan korban sudah sangat stabil. Dan dia
akan baik-baik saja. Dan aku yakin dengan berada di tengah keluarganya.
Keadaannya pasti akan membaik." Jawab Profesor Wildan Optimis.
"Baiklah. Kalau memang keadaannya stabil.
Apakah kami hari ini bisa mengurus kepulangan pasien?" tanya Indra lagi.
"Tidak perlu. Aku yang bertanggung jawab atas keadaan pasien."
"Baiklah. Apakah kita bisa bersiap-siap
sekarang?" tanya Indra pada Ciro.
"Aku akan pergi bersama kalian bila Meggie juga ikut denganku. Tidak ada yang aku kenal saat ini dan Meggie adalah orang yang
sangat berjasa. Jadi aku ingin Meggie ikut untuk memberikan penjelasan pada
mereka."
"Tentu saja. Meggie akan ikut bersama kita,"
jawab Indra tegas.
Tidak memerlukan waktu lama untuk mereka
meninggalkan rumah sakit.
Bersama dengan 2 orang polisi yang datang atas perintah Indra. Meggie dan Ciro berada satu mobil dengan Indra dan Andrian
sementara anggota yang di telepon oleh Indra mengawal mereka di belakang.
"Apa kau mengenal keluarga Sioulus Meg?" tanya Indra melihat ke arah Meggie yang duduk di kursi belakang.
"Mengenal secara pribadi tidak Pak. Siapakah
saya bisa mengenal mereka secara pribadi Pak. Tapi secara umum. Keluarga
Sioulus adalah keluarga yang sangat terkenal. Kehidupan keluarga mereka selalu
menjadi pujaan dan impian para pasangan muda," jawab Meggie pelan.
"Begitu …."
Mereka akhirnya tidak berbicara lagi karena
Andrian banyak menanyakan tentang tugas yang diberikan oleh pihak yang
tersakiti.
Akhirnya mobil yang dikendarai oleh Andrian
sampai di depan lobi yang langsung terbuka dan bertanya heran.'
"Halo, apakah ada yang bisa aku bantu?" sapa
seorang wanita yang memiliki tubuh tegap.
"Kami ingin bertemu dengan Tuan Sioulus. Ada yang perlu kami sampaikan pada beliau," jawab Indra.
"Sayang sekali Tuan kami masih berada di
kantor. Apakah Bapak-bapak tidak bisa mengatakannya langsung?" tanya Jenny
lagi.
"Kami mohon maaf. Kalau kami boleh tahu apakah Nyonya rumahnya ada? Dan maaf kami sedang bicara dengan siapa?"
"Aku Jenny. Orang kepercayaan keluarga ini.
Sementara Nyonya kami …."
"Jenny … Siapa tamu yang datang?" terdengar
suara dari dalam rumah memotong ucapan Jenny.
Dan tidak berapa lama keluar seorang wanita
yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi.
"Ada apa? Apakah kalian sudah menemukan Ciro ku?" tanya wanita yang ternyata Khayrani.
"Mohon maaf Nyonya. Kami tidak tahu apakah
korban kejahatan yang kami temukan adalah anggota keluarga Nyonya atau bukan.
Kami tidak dapat memastikan karena kami tidak dapat melihat rupa putra Nyonya."
"Lalu? Apakah kalian tidak bisa bertanya
padanya? Sudah berapa lama kalian menemukan putraku?" tanya Khay tajam dan
tidak sabaran.
"Kami mohon maaf Nyonya. Kami tidak bisa
bertanya dengannya karena dia sendiri lupa dan tidak mengenal dirinya sendiri,"
jawab Andrian.
"Apa? Apa maksud Anda Ciro ku tidak ingat apa pun?" tanya Khay dengan wajah pucat.
"Kami mohon maaf Nyonya. Karena sampai sekarang kami tidak bisa mengetahuinya. Dan kami hanya menduganya saja setelah mendengar ucapan Dokter Meggie. Dokter Meggie adalah orang yang menemukannya pertama kali," beritahu Andrian menjelaskan.
"Lalu di mana Putraku dan juga Dokter Meggie
itu?" tanya Khay tidak sabar.
"Dokter Meggie, Anda sudah bisa keluar bersama dengan korban," ucap Andrian sambil membukakan pintu mobil dan keluarlah Meggie dan Ciro.
Khay sangat terkejut dan dia langsung berlari
menuju Ciro yang berdiri mematung saat menerima pelukan dari seorang wanita.
"Siapa wanita ini? Mengapa aku merasa nyaman di dalam pelukannya?" pertanyaan Ciro bergema di kepala nya saat Khay memeluknya.
"Jenny! Cepat kau hubungi Alex! Katakan padanya bahwa Ciro sudah kembali. Katakan padanya agar segera pulang!" perintah Khay
pada Jenny dengan tegas.
"Baik Nyonya."
Bapak-bapak dan Dokter Meggie. Bagaimana kalau kita masuk ke dalam. Anda semua tidak keberatan bukan menunggu suami saya
pulang. Aku yakin suamiku pasti ingin bertanya secara detail," kata Khay pada
mereka semua.
"Baik Nyonya. Kami akan menunggu beliau.
Bagaimanapun banyak yang harus kami sampaikan. Karena dalam minggu ini Dokter
Meggie akan pergi untuk melakukan tugasnya sebagai dokter di luar Pulau Jawa.
"Terima kasih Pak. Ayo Ciro kita masuk ke
dalam. Mom sangat rindu padamu," kata Khay pelan dan Ciro membalas pelukannya
lalu mereka beriringan masuk ke dalam ruang tamu yang sangat besar dan di tata
secara elegan dan juga mewah.