Ciro memacu motornya dengan kecepatan penuh karena jalanan sangat lenggang. Jauh dari kemacetan yang seringkali terjadi di daerah pinggiran kota Jakarta.
Motor yang dikendarai oleh Ciro mulai memasuki area proyek pembangunan dan dia langsung menuju tempat dia bisa bertemu dengan temannya itu setelah bertanya pada satpam.
Irawan Teja Sasmita. Teman kuliah nya di London yang kini bekerja di perusahaan keluarganya di bidang pengembang rumah hunian menengah ke atas.
"Hay Ciro ... Apa kabar? gimana lancar ga?" sambut Irwan ketika melihat temannya berjalan menghampiri.
"Lancar Bro ... Tapi boleh aku tahu apa tujuan mu mengundang ku ke sini?"
"Hemm, apa aku boleh jujur?" tanya Irwan dengan berjalan di sisi Ciro.
"Silahkan, selama aku tidak dirugikan?" jawabnya tertawa.
"Aku ga bakalan merugikan mu kok. Terus terang aku memerlukan jasa mu untuk mempromosikan perumahan yang akan aku bangun ini. Dan proyek ini adalah proyek pertama ku yang diberikan keluarga ku. Aku tidak ingin mengecewakan mereka."
"Berapa penghasilan yang kamu peroleh dari pekerjaan mu di proyek ini? Aku rasa lebih dari ratusan juta. Dan kamu mengeluh karena khawatir mengecewakan mereka?"
"Kamu ga ngerti Ciro. Kamu pasti tahu berapa besar biaya untuk proyek ini."
"Apakah kamu tidak mengerti hukum ekonomi atau yang berhubungan dengan marketing? Aku yakin Perusahaan keluargamu memiliki tim marketing yang handal. Jadi manfaatkan mereka. Kalau aku membantu mu, bukankah dianggap lancang?"
Mendengar penjelasan dari Ciro membuat wajah Irwan memerah karena malu.
"Aku minta maaf karena sudah bertindak bodoh. Jam segini kamu sudah pulang kerja? Tidak mendapat teguran dari Papa mu?" tanya Irwan memperhatikan Ciro.
"Tidak. Masa kerja ku sebagai ob sudah selesai dan ...."
"Apa? Kamu bekerja sebagai Ob? Seorang keturunan Sioulus bekerja sebagai Ob di perusahaan besar milik ayahnya sendiri?" Irwan menyela ucapan Ciro dengan wajah tidak percaya.
"Aku tidak melihat ada yang salah dengan pekerjaan ku. Dan itu bedanya aku dengan mu. Kau langsung mendapatkan posisi yang nyaman sementara aku harus memulainya benar-benar dari awal."
"Boleh aku tanya sesuatu?"
"Silahkan!"
"Kenapa ayahmu menempatkan dirimu sebagai Ob? Aku rasa banyak tempat dan bagian di SCC selain Ob."
"Apakah kamu pernah melihat seorang Ob mendapatkan penghormatan selain di suruh-suruh? Kalaupun ada aku rasa tidak banyak. Aku rasa ayahku ingin aku tidak memandang rendah pada pegawai rendahan. Dengan membuat ku merasakan di posisi tersebut."
"Aku salut dengan pemikiran Tuan Sioulus. Dan aku sangat senang menjadi temanmu. Yang menerima bekerja sebagai Ob padahal kau seorang putra Presdir. Terima kasih sudah memberikan pelajaran yang berharga pada hari ini. Bagaimana kalau kita makan malam bersama?"
"Sayang sekali aku tidak bisa menerima undangan mu. Nenek ku sedang ada di Jakarta dan aku tidak mau mengecewakan nya dengan tidak hadir saat makan malam. Saran ku untuk proyek yang sedang kamu kerjakan serahkan pada ahlinya untuk memasarkan nya."
"Tentu. Terima kasih untuk sarannya," jawab Irwan.
Irwan mengantar Ciro ke tempat kendaraan nya di parkir dan sekali lagi dia terkejut karena temannya itu menggunakan motor dan bukan mobil, walaupun harga motornya sendiri cukup membuat sebagian orang berpikir dua kali untuk membelinya.
"Hati-hati di jalan. Aku pikir kesukaan mu pada kendaraan roda dua hanya saat kuliah saja. Ternyata terus berlanjut sampai sekarang. Punya rencana memasarkan kendaraan roda dua juga?"
"Kalau hal tersebut menguntungkan, kenapa tidak. Tapi aku harus tunggu modal ku cukup dulu," jawab Ciro dengan tawanya yang keras.
Ciro memacu motornya cukup kencang dan ia tidak ingin terlambat kembali ke rumah keluarganya. Dan pada tikungan yang cukup tajam secara tiba-tiba motornya selip dan dia tidak dapat mengendalikan nya.
Tubuhnya terlempar walaupun dia berusaha untuk tetap berada di dekat motornya dan Ciro pun tidak sadarkan diri.
Dari balik pepohonan keluar seseorang yang berjalan perlahan dengan langkah pasti dan senyum bengis di wajahnya yang memiliki luka yang membekas di dahinya. Seperti luka bekas benda tajam dan sudah sangat lama sekali.
Di tangannya terlihat memegang batu dan ia berjalan menuju tempat Ciro tidak sadarkan diri. Dan ia membalikkan tubuh Ciro dengan kakinya dan tertawa keras seolah tidak perduli bila ada yang mendengarnya.
"Alex ... Aku memang tidak bisa membalas perlakuan mu pada ayah dan ibu ku. Tapi aku akan membuat anakmu menderita dan kau akan mengetahui betapa menderitanya saat putra mu tidak mengenali dirimu bahkan dirinya sendiri dia tidak dapat mengingatnya," orang yang berada di sisi tubuh Ciro adalah seorang laki-laki dengan logat bahasa seperti Alex yang menandakan darimana dia berasal.
Sorot matanya penuh dendam dan seperti memiliki dendam yang sangat besar. Sepertinya dendam tersebut di tujukan untuk Alex dan dia sudah menyusun rencana cukup lama dan sangat dekat dengan Ciro. Terbukti dia dapat mengetahui kemana Ciro pergi.
Laki-laki itu mengeluarkan sebuah botol dan dia mengangkat kepala Ciro yang tidak sadarkan diri dan menuangkan isi botol tersebut ke dalam mulutnya. Setelah isi botol tersebut habis, tanpa perasaan dia memegang batu yang tadi dibawanya dan membenturkan ke kepala Ciro hingga mengalami luka yang cukup parah.
Wajah dengan luka di dahi membiarkan Ciro tergeletak dan tertawa dengan puas setelah mengambil dompet milik Ciro sehingga bila di temukan maka Ciro tidak memiliki identitas.
"Alex ... Aku sudah memberikan putra mu minuman yang akan membuatnya lupa ingatan dan akan kita lihat apakah dokter dapat melakukan tindakan yang cukup cepat untuk mengeluarkan racun di dalam tubuhnya. Dan aku masih memiliki belas kasihan agar putramu di temukan. Tidak seperti perlakuan mu pada ibuku. Kau telah membuat ibuku kehilangan nyawanya dengan sangat menyedihkan. Kau akan segera mendapatkannya Alex!"
Suara tawa itu bergema cukup kencang dan dia terus tertawa saat dia melepaskan nomor pelat motor lalu mengeluarkan korek api dan membuka tutup bahan bakar motor Ciro dan tidak perlu waktu lama, Motor itu terbakar dengan cepat dengan api yang sangat besar.
Tawa puas terus terdengar sampai laki-laki itu menghilang ke balik pohon dan tidak berapa lama dia keluar dengan motornya yang melaju kencang meninggalkan tempat kejadian.
Nyala api yang cukup besar menghentikan sebuah mobil yang melintas dan berhenti. Pandangan menyelidik jelas terlihat pada wajahnya.
"Apa yang terjadi? Apakah terjadi kecelakaan?" tanya pemilik mobil tersebut. Dan matanya yang tajam meneliti dan ia sangat terkejut saat melihat ada sosok yang terkapar. Dengan cepat dia keluar dari dalam mobil dan menghampiri sosol yang tergeletak tidak sadarkan diri.
"Apa yang terjadi padanya? Apakah dia mengalami kecelakaan? Tapi dari lukanya sepertinya tidak mungkin kepalanya berasal dari kecelakaan lalu lintas ini dan ...." matanya bergerak melihat sekeliling dan dia melihat sebuah botol yang tidak dikenalnya.
"Aku harus menghubungi polisi Tidak mungkin aku meninggalkan dirinya dalam keadaan terluka seperti ini,: katanya sambil mengeluarkan ponselnya dan menghubungi polisi.
Suara sirine mobil ambulans yang diikuti mobil polisi membuat wanita yang masih duduk di samping Ciro bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri polisi.
"Selamat sore. Apakah Nona yang menelepon kami?" sapa polisi yang baru datang tersebut sementara petugas medis segera memberi bantuan pada Ciro.
"Benar Pak. Saya sedang melintas di jalan ini ketika nyala api dari kendaran beroda dua menghalangi laju mobil saya. Dan awalnya saya hanya mengira ada korban kecelakaan dan tidak bermaksud untuk memeriksa lokasi sampai saya melihat ada sosok yang tergeletak."
"Boleh saya tahu nama Nona?" tanya polisi yang mencatat pernyataan wanita itu.
"Nama saya Magnolia Iskandar dan saya seorang dokter yang sedang bertugas di salah satu PKM di kelurahan yang tidak jauh dari sini," jawab wanita yang tidak lain adalah Magie.
"Baiklah saya telah mencatat pernyataan dari dokter dan bila di butuhkan apakah Anda bisa membantu?" tanya Polisi.
"Tentu saja dan saya telah menemukan barang bukti yang mungkin akan membantu bahwa kecelakaan tersebut bukan dari kecelakaan lalulintas biasa tapi merupakan tindak kejahatan yang sudah direncakankan dengan matang. Bapak bisa melihat botol dan batu yang sudah saya lingkari. Dan kalau boleh saya ingin membawa botol ini ke laboratorium. Saya khawatir kalau tidak sadarnya korban karena cariran yang sebelumnya berada di dalam botol ini."
"saya minta maaf karena barang tersebut merupakan barang bukti. Tapi demi mencari tahu penyebab keadaan korban saya akan memberikannya pada dokter asal tidak menghilangkannya. Dan saya akan mengantarkannya ke rumah sakit dengan tanda terima."
"Baiklah. Kalau memang hal tersebut sudah merupakan aturan yang berlaku," jawan Magie dan dia segera mohon diri untuk mengikuti mobil ambulans yang bergerak maju.
Magie mengikuti ambulans dan dia bersyukur karena Ciro di bawa ke rumah sakit tempat dia praktek saat kuliah dan profesornya berada di rumah sakit ini sehingga dia bisa bertanya mengenai obat yang di temukan nya tadi.
Langkah kaki yang sangat cepat yang berasal dari kaki Magie membuat beberapa orang menatapnya heran.
"Permisi Suster Lili apakah Profesor Dalwin ada di ruangannya" tanya Magie pada seorang suster yang baru saja menutup pintu.
"Astaga Dokter Magie, dokter membuat saya terkejut saja," jawab suster dengan tangan yang berada di atas dadanya.
"Maaf," katanya nyengir. "Apakah ada?"
"Ada. Silahkan masuk!"
"Terima kasih suster," jawab Magie dan dia segera mengetuk pintu dan segera masuk ke dalam ruangan saat mendengar suara balasan yang menyuruhnya masuk.
"Selama sore Prof, Maaf saya mengganggu waktu Prof dan saya sangit memerlukan bantuan Prof, Apakah Prof tahu tentang obat ini?" tanya Magie mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan gambar mengenai botol obat yang saat ini berada di pihak kepolisian.
"Dari mana kamu mendapatkan obat ini? Obat ini bukan berasal dari sini dan bila di minum akan mengalami halusinasi dan bisa merusak jiwanya. Bila tidak dilakukan pencegahan aku tidak yakin kalau dia akan sadar dengan cepat."
"Lalu apa yang harus di lakukan? Aku yakin Prof akan membantunya dan pasien berada di ruang IGD Prof bersedia bukan?" jawab Magie dengan wajah memelas dan dia sangat gembira ketika melihat anggukkan di kepala Profesor Wildan.
"Terima kasih prof."