"Halooooo ... Permisi, Itu kaki bisa dipendekkan tidak ya?" suara seorang gadis mengganggu Ciro yang sedang duduk di salah satu restoran yang berada di Jakarta.
Ciro menurunkan kaca matanya dan memperhatikan gadis muda yang dia yakin usianya jauh berada di bawahnya.
"Permisi, apakah kamu mendemgar ucapan ku?" terdengar suaranya lagi membuat Ciro mengerutkan keningnya.
"Kamu siapa?" tanya Ciro menaikkan sebelah alisnya.
"Aku, aku sama seperti kamu yang sama-sama ingin menikmati makan siang di sini. Kaki kamu yang panjang membuatku tidak bisa melewatinya tanpa harus melangkahi nya."
"Lalu kenapa tidak kamu lakukan saja?"
"Astaga... Halo, kalau aku bisa sudah aku lakukan dari tadi kali," terdengar suara tidak sabar sehingga sekali lagi Ciro mengerutkan keningnya.
"Saat ini aku sedang memakai rok span yang lumayan panjang dan tidak memungkinkan aku untuk melangkahi kakimu," sungutnya semakin terdengar kesal.
Dengan wajah geli, Ciro segera bangkit dari kursinya membuat gadis yang barusan menegurnya merasa bersalah.
"Eh, bukan maksud aku mengusir kamu. Kamu teruskan saja duduknya!" katanya merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa. Aku sudah selesai kok. Terus terang aku kesulitan untuk duduk di situ," katanya dengan senyum yang membuat gadis itu terpaku menatap senyum manis pada wajah tampan yang dimiliki oleh pria yang cukup ramah. Bila dibandingkan oleh sebagian pria yang dia kenal.
Ciro berjalan meninggalkan restoran tersebut dan dia segera naik ke motornya sementara banyak para wanita yang memperhatikan dirinya sejak dia berjalan meninggalkan restoran sampai dia pergi dengan motornya.
"Lo kenal sama dia Meg?" tanya seorang gadis lain yang mendatangi gadis yang sebelumnya bicara dengan Ciro.
"Hah?"
"Lo kenal sama dia?"
"Engga. Gue juga baru lihat dia," jawab gadis yang di panggil Meg.
"Ganteng ya. Sayang dia bawa motor, coba kalau dia bawa mobil seperti Gusto," kata temannya dengan bibir mencibir.
"Apa bedanya? Malah aku lebih suka naik motor. Bisa terhindar dari macet," jawab Meg datar.
"Magnolia Iskandar.... Naik motor itu panas karena terkena sinar matahari langsung, kalau hujan kebasahan. Beda dengan mobil yang menyediakan semua kenyamanan," kata temannya dengan nada mencibir.
"Ulfah Serafin.... Tahu yang namanya jas hujan ga? Jas hujan itu bisa melindungi dari hujan. Naik motor memang panas, tapi sebanding dengan kecepatannya," jawab Magie tidak mau mengalah.
"Aaah, susah deh kalau bicara sama orang yang hatinya udah sama kendaraan roda dua," sungut Ulfah kesal sementara Magie hanya tertawa.
Magnolia Iskandar dan Ulfah Serafin adalah dua orang sahabat yang selalu bersama sejak mereka sama-sama kenal di salah satu sekolah taman -kanak-kanak hingga sekarang di saat mereka mulai menjadi mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta yang cukup terkenal.
Walaupun mereka mempunyai sifat yang sangat berbeda, tetapi justru menjadikan mereka semakin dekat dan melengkapi dengan perbedaan yang ada di antara keduanya.
Ciro Alexander Sioulus, pemuda tampan, kaya, terkenal dan berkuasa serta selalu dikelilingi oleh wanita cantik adalah idaman dan keinginan para pria saat melihat dirinya.
Dilahirkan di keluarga yang memiliki kasih sayang cukup besar menjadikan Ciro sebagai pemuda yang memiliki tenggang rasa cukup besar.
Kekayaan dan kepopuleran nya tidak menjadikan dirinya sebagai pemuda yang sombong dan tidak menghargai orang yang bekerja pada keluarganya dan juga yang memiliki status ekonomi yang berbeda dengan keluarganya.
Sejak menyelesaikan kuliahnya di London Inggris, Ciro mendapatkan kepercayaan untuk belajar dan menjadi pegawai di salah satu perusahaan besar milik keluarganya tanpa harus menunjukkan siapa dirinya.
Alex tidak bermaksud kejam dengan menjadikan Ciro sebagai karyawan biasa, tetapi Alex berharap bahwa putra yang akan meneruskan usahanya adalah pimpinan yang bisa bertanggung jawab dan mengerti dengan keadaan para pegawainya. Seorang pimpinan kemungkinan tidak akan mengerti dengan semua kesusahan seorang pegawai rendahan. Dan untuk posisi di tempat kerjanya, Ciro bekerja sebagai tenaga pesuruh atau OB.
Wajah tampan yang di miliki Ciro menjadikan dirinya sebagai pujaan para karyawan wanita yang bekerja di SCC dan mereka seringkali tidak merasa malu dengan menggoda dan merayunya, sementara dirinya sendiri tidak menyukai cara yang dilakukan para wanita yang mencoba menarik perhatiannya.
Suara motor memasuki halaman rumah keluarga Alexander Andreakis yang sangat besar di terletak di selatan kota Jakarta dan tidak berapa lama pengendara motor itu turun dan dan membuka helm yang menutupi wajah tampan yang dimiliki oleh seorang pemuda. Dan dia adalah Ciro.
Dengan langkah kakinya yang lebar, dia berjalan memasuki beranda dan melihat dua orang wanita cantik meskipun usianya sudah tidak muda lagi sedang berbincang di ruang santai dan mereka adalah Khayrani ibunya dan Paula neneknya.
"Wow ... ada kabar gembira apa nih yang membuat Nonna datang ke sini? Apa Nonna sudah tidak kuat menahan rindu padaku?" sapa Ciro dengan wajah riang.
"Kamu naik motor atau mobil?" tanya Paula pada cucunya.
"Naik motor," jawab Ciro sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Kalau begitu, cepat ganti pakaian dan bersihkan tubuhmu. Aku sudah tidak sabar ingin memelukmu," ujar Paula dengan penuh sayang.
"Siap Nonna. Aku akan segera kembali untuk menerima pelukan Nonna ku yang tersayang," jawab Ciro.
"Dan kamu tidak menyapa Mommi?" tegur Khay yang dibalas dengan tawa putranya.
"Hemm ... Aku pulang Mom, Aku sayang Mommi," jawabnya dan tanpa perduli dia segera memeluk Khay yang hanya tertawa dengan tingkah putra bungsunya.
"Sudah-sudah, cepat ganti pakaian dan bersihkan badan mu. Kami sudah menunggu mu untuk makan siang sejak tadi," tegur Khay dengan penuh sayang.
"Ada apa? Kamu sudah makan di luar?" tanya Khay ingin tahu saat Ciro hanya tertawa.
"Mommi tidak mau tahu, kamu harus menemani kami makan," kata Khay tidak mau di bantah.
"Iya Mom. Aku akan menemani. Tapi hanya sekedar menemani," jawab Ciro tertawa.
Menuruti perintah ibunya, Ciro berjalan menuju kamarnya dan di dalam perjalanannya dia bertemu dengan Jenny yang menatapnya ingin tahu.
"Ada apa?" tanya Jenny pelan saat Ciro memberi tanda untuk diam.
"La Zia bisa periksa motor ku tidak. Aku tadi mau mampir ke bengkel tapi belum sempat," katanya berbisik.
"Ada apa dengan motor mu?"
"Entahlah. Aku merasa ada sesuatu yang rasanya kurang pas. La Zia bisa membantu ku kan?"
"Mana kuncinya? Aku akan mengeceknya di bengkel. Kalau di rumah mereka pasti curiga," jawab Jenny mengikuti permintaan putra majikannya.
"Terima kasih La Zia. Aku sayang La Zia," katanya dengan senyum yang hanya membuat Jenny geleng kepala.
Setelah memberikan kunci motornya pada Jenny, Ciro melanjutkan langkahnya menuju kamar. Dan tidak berapa lama sudah terdengar suara air pancuran saat dia masuk ke dalam kamar mandi yang cukup besar.
Setelah menerima kunci dari Ciro, Jenny menuju pintu keluar dan dia menitip pesan pada Achen kalau dia akan keluar membawa motor Ciro.
"Ada apa dengan motornya?" tanya Achen heran.
"Aku tidak tahu dan kali ini adalah ke dua kalinya dia merasa motornya ada masalah," jawab Jenny dengan mengerutkan alisnya.
"Masalah? Kau mencurigai sesuatu?" tanya Achen.
"Benar. Aku rasa dia harus melupakan motornya dan menggantinya dengan mobil," jawab Jenny.
"Apa kamu sudah mengatakan pada Tuan Alex?"
"Sudah. Dan Tuan sebenarnya sudah menyuruh Ciro memakai mobil. Tapi kau tahu sendiri bagaimana dia kalau sudah menyukai sesuatu. Baiklah, aku akan ke bengkel dan memasang alarm yang bisa terhubung ke sirkuit keamanan ku," kata Jenny.
"Bisakah?"
"Akan aku usahakan. AKu pergi dulu. Kalau Nyonya mencari ku katakan saja aku ke bengkel."
"Oke."
Jenny segera pergi dengan motor Ciro menuju bengkel yang merupakan bengkel pribadi keluarga Alexander Siolus.
Jenny dan Achen, mereka berdua sudah memiliki keluarga dan mereka tinggal di kir dan kanan rumah besar keluarga Siolus setelah keduanya memutuskan untuk tetap bekerja dengan keluarga Sioulus sementara Lastri sudah menjadi pegawai tetap di SCC dan ibunya sendiri tinggal di kampung.
Untuk Lastri sendiri dia sudah menikah dengan teman kampusnya dan suaminya bekerja sebagai manager hotel yang merupakan milik Sioulus. Tetapi atas permintaan suaminya, Lastri tinggal cukup jauh dari rumah Khay, karena suaminya tidak ingin mendapatkan perhatian secara berlebihan dan keluarga Alex.