Chereads / Story at school / Chapter 20 - RAINATA SI GADIS HUJAN V

Chapter 20 - RAINATA SI GADIS HUJAN V

Yuuki mendorongku kepojokan ruangan ini dan menekan bahuku untuk menyuruh duduk.

Belakang dan bahu kananku bersender ke dinding, dan secara langsung Yuuki setelah melilitkan selimut tadi ke badannya langsung menyenderkan bahu kanannya kepadaku.

Hp Yuuki tadi di letakan nya di atas meja itu, jadi aku bisa melihat jelas wajah Rainata yang masih kebingungan duduk di sofa.

"Ka Nata tenang aja, kaka ku ini nggak bakal berani macam-macam kok."

Hey apa maksudmu? Yah aku mengerti maksudmu, tapi untuk apa kau mengatakannya? Sekarang ini aku sedang di kekang oleh mu lho!

Mata Rainata sedikit beralih kearah ku, lalu kembali memandang Yuuki yang seperti sudah siap untuk tidur.

Sejak kapan Yuuki bisa semanja ini padaku?

Hey Yuuki jangan lakukan ini kepada cowok lain ngerti? Mereka nggak bakal bisa tahan sama kelakuan juga sikap manismu ini!

Rainata seperti sudah menyerah dengan rasa kantuknya, membuat selimut merah muda itu menutup seluruh tubuhnya lalu berpaling dari pandanganku dan Yuuki.

Sekitar hampir setengah jam berlalu.

Sialan aku nggak bisa tidur! Bahuku juga keram, sial!

Dengus dari nafas Yuuki sesekali terdengar memberiku tanda bahwa dia sudah tidur sama dengan gadis yang ada di sebrang cahaya HP ini.

Saat itu, suara dari guntur kembali terdengar kencang. Mungkin hanya aku yang menyadari hal itu dalam ruangan ini, tapi Rainata membalikkan badannya membuatku kini dapat melihat jelas wajah tidurnya.

Tak perlu ditanya lagi, siapapun orangnya pasti akan mengatakan bahwa Rainata adalah gadis yang sangat cantik.

Meskipun aku tak ingin mengakui ini, tapi pandanganku ke arahnya sedikit berbeda dengan sebelumnya, tentunya karena kejadian hari ini aku juga sangat banyak tahu bagaimana sifat Rainata, terutama saat pembulian itu.

"Pipi kaka jadi merah lho..."

Jujur saja setelah mendengar itu aku terkejut seolah sedang melihat hantu lalu berteriak.

Meskipun mata Yuuki tertutup, dia memberikan serangan dadakan padaku.

Kayaknya dia tau kalo aku tadi ngeliat Rainata.

Aku harus cepat tidur, jika terus seperti ini aku akan kehilangan harga diriku sebagai seorang kaka.

Perlahan kesadaran ku menghilang bersamaan dengan suara gerimis di luar yang juga menghilang.

Pagi hari tiba, saat ini aku baru saja membuka mataku di mana Rainata sepertinya sudah bersiap untuk pergi.

Saat aku bangun, Yuuki memandang tajam kearah ku, seolah mengatakan apapun yang harusnya memang harus aku lakukan saat-saat seperti ini.

"Rai aku antar."

Setelah melakukan peregangan aku langsung membuka pintu kamar dan mengambil jaket ku yang tergantung di belakangnya.

Rainata terlihat menunggu di depan rumahku, karena Yuuki sedang sibuk dengan urusan dapur pada pagi-pagi ini dia sepertinya tak bisa mengantarkannya.

Antara embun pagi hari, aku dan Rainata menyusuri perkomflekan kami yang beberapa jalannya digenangi air, lampu jalan yang masih menyala karena masih sedikit gelap padahal sudah hampir jam 6 pagi, serta dinginnya udara membuat langkah kaki kami sedikit lebih cepat.

Fajar belum muncul sempurna namun wajah Rainata terlihat lebih baik daripada saat kemarin aku berangkat bersamanya.

"Rai, pembulian itu udah lama?"

Wajah Rainata yang menatap jauh ke depan tadi menurun perlahan, membuat kesan bahwa dia mungkin tak ingin mengingatnya.

"Ah, maaf, aku ganti soalnya, apa hari ini kau bisa di bully lagi?"

"Hah?"

Aku sedikit melirik kearah matanya yang terkejut.

"Anu Zell? Kemarin kau nolongin aku, kenapa malah pengen aku dibully lagi?"

"Bukannya gitu, mereka itu kayaknya nggak akan puas, ngadu ke guru juga bakal bikin masalahnya makin panjang."

"Jadi?"

"Yah, aku mau hari ini kayak kemaren bisa kan? Sisanya serahin aja ke aku."

Meskipun terlihat jelas keraguan dalam mimik wajahnya, Rainata mengangguk pelan seolah sedang mempercayakan apapun itu padaku.

"Udah sampe, makasih ya."

Entah kapan terakhir kali aku melihat ini, yang pasti aku bisa melihat Rainata yang sama dengan pertama kali dia pulang dari rumahku.

Senyum indah darinya serta mentari yang bersinar membuat raga serta batinku bangkit maksimal, seolah aku baru saja menghabiskan sepuluh cangkir kopi yang memiliki kafein yang sangat tinggi.

Sial! Zell sadarlah! Apa kau lupa dengan masalah yang baru saja kau buat? Apa sekarang kau ingin mengulangi kesalahan yang sama? Kau memang bodoh tapi jangan sebodoh itu!

Rainata masuk kedalam rumahnya itu sebelum aku menyadari bahwa aku juga ikut tersenyum kecut karena kebodohan ku kali ini.

Lalu, setelah aku bisa pulang ke rumah dengan selamat tanpa bertemu orang yang paling aku takuti saat ini, kebisaan pagi hari antara aku dan Yuuki berjalan seperti biasanya.

Lagi-lagi aku berangkat sendirian dari rumah, memastikan bahwa gadis di sebelah rumahku sudah berangkat lebih dahulu.

Bukan berarti aku tak ingin bertemu dengannya atau apa, aku hanya belum berani untuk menjadi orang hebat seperti orang lain yang bisa berteman setelah melakukan hal itu.

Aku yakin mereka yang bisa berteman setelah pacaran atau disebut berteman dengan mantan adalah orang-orang psikopat atau masokis saja.

Di dalam kelas banyak orang yang sudah datang, aku kurang terbiasa dengan ini, karena biasanya saat aku datang kelas ini adalah kelas hening terbaik untuk memulai kebiasaan anehnya.

Ah, tunggu, lagi-lagi aku mengingat seseorang dalam hidupku, aku tak akan menceritakan apapun lagi yang berkaitan tentang dirinya meskipun orang itu ada di depanku lalu mengelakkan sayap emasnya ke arahku.

Entah mengapa, saat berada di dalam kelas beberapa tahun belakangan ini sendirian membuat waktu berlalu dengan cepat, dan saat banyak orang yang mengganggunya akan terasa kembali lambat.

Padahal aku hanya ingin menikmati moment itu lebih lama lagi, tapi dunia memang selalu memaksa kita berubah.

Sama seperti kemarin Jimmy menepuk bahu kiriku.

"Zell kapan?"

"Nanti pas jam Istirahat, bakal lebih baik lagi kalo kita bisa keluar lebih dulu daripada yang lain."

Jimmy menjauh, kembali berjalan ke tempat dia tadi duduk.

"Kalo itu gampang."

Tak lama setelah aku duduk, lonceng masuk berbunyi dan dengik dari bangku-bangku yang bergeser yang mencoba berbaris rapi memenuhi ruangan yang tadi hanya berisikan obrolan yang tak berguna.

Kelas pertama dan kedua berlewat, dan ketika lonceng istirahat itu berbunyi Jimmy yang datang entah dari mana menarik lengan kananku yang kujadikan penyangga pipi untuk kembali menatap keluar jendela.

Entah bagaimana, aku bisa bertahan melewati orang-orang aneh yang kumaksud dulu, yah bisa dibilang aku ini sekarang adalah salah satu dari mereka, bahkan alasanku lebih tak berguna.

Di lorong dari koridor itu Jimmy yang sudah tak tahu harus kemana melepas lengan yang dipegangnya dengan keras tadi.

Aku tak tau mengapa, tapi aku jadi semakin membenci orang ini.

"Ke perpus."

"Hah? Aku kira ada yang penting."

Aku melangkah maju, membuat Jimmy mau tak mau harus ikut dengan gerakan ku.

"Yah, ini soal Rainata, dia penting untukmu kan?"

"Ah, bener juga, Ngomong-ngomong aku juga tau kalo tadi pagi Nata keluar dari rumahmu, kalian deket ya?"

Hah? Apa maksudmu di saat-saat seperti ini?