"Angie, hari ini diajak keluar dengan Pak Aaron, waktu makan siang,"kata Sinta saat Angie baru saja datang dan meletakkan tas di meja.
"Oya? Apa ada meeting diluar kantor?"
"Mungkin,"jawab Sinta mengangkat bahu. "Tapi di agendaku tidak tertulis apa pun, kalau hari ini ada meeting di luar kantor."
Sinta menoleh ke kanan dan kiri. Aman. Lalu meluncurkan kursinya ke meja Angie dan membungkukkan badan nya hingga menempel diatas mejanya. Angie melirik Sinta dengan bingung sambil bersiap-siap bekerja, meletakkan tas di bawah meja, mengambil kacamata, menghidupkan komputer, lalu duduk berhadapan dengan Sinta yang sepertinya siap untuk bergosip.
"Sinta, wajahmu terlihat mencurigakan,"komentar Angie sambil memakai kacamata kemudian mengambil dokumen di tumpukan file di ujung mejanya. Angie melirik Sinta lagi.
"Akhir-akhir aku lihat, Pak Aaron perhatian sekali padamu. Kalau aku tidak salah ingat, sejak kamu terluka saat datang ke kantor. Bahkan ada yang melihatmu lunch berdua,"katanya sambil mengamati ekspresi Angie. Sinta senyum-senyum misterius.
"Meeting,"sahut Angie cuek.
"Meeting apaan,"cemooh Sinta sambil merebut dokumen yang dipegang Angie.
"Sinta.."
"Kalian berdua terlalu sering meeting berdua. Kamu tahu, seluruh kantor sudah tahu kalau kamu ada main sama Pak Aaron."
"Main apa? Main catur?"elak Angie.
Sinta mencubit gemas lengan Angie. "Haish.... Betul tidak sih kalau kamu ada affair dengan Pak Aaron?"
Angie melipat tangannya di atas meja dan menatap Sinta yang cengar-cengir. "Menurutmu?"
"Ya.. aku tidak tahu. Mungkin saja kamu memang ada main belakang sama Pak Aaron,"jawab Sinta sambil mengangkat bahu.
Angie mengambil kembali dokumen nya yang direbut Sinta lalu memukulnya pelan tepat di wajah Sinta. "Mana ada affair. Aku hanya rekan kerja." Namun otaknya kembali memutar ingatan tentang bagaimana panasnya bibir keduanya saling memagut. Angie pura-pura menunduk hingga ke bawah meja untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.
"Angie tidak seru ah,"komentarnya kecewa. Sinta merenung sejenak, lalu matanya berbinar menatap Angie yang sudah kembali posisi duduknya yang semula. "Aku yakin seratus persen kalau acara hari ini pasti kencan. Pegang ucapanku."
"Jangan bergosip yang tidak-tidak, Sinta,"kata Angie tidak suka sambil mengangkat tangannya seakan hendak memukul Sinta, membuatnya segera pergi dari meja Angie.
"He.. he.. he..." Begitu sampai di mejanya, Sinta berkata, "Pokoknya harus cerita setelah pulang kencan." Sebuah potongan kertas yang diremas langsung mendarat di kening Sinta. "Aduh."
Pukul 12.00 tepat.
Aaron sudah membuka pintu pemisah ruang legal. "Angie, aku tunggu di mobil,"kata Aaron sambil lalu. "Dan Sinta, tolong alihkan semua telpon untukku,"perintah nya pada Sinta
"Baik pak,"jawab Sinta pada Aaron yang sudah keluar ruangan.
Sinta berdiri dan menghampiri Angie, jari telunjuk nya langsung menusuk dada Angie, "Jangan lupa cerita,"lanjut Sinta pada Angie yang cemberut. Angie sudah membawa tasnya dan keluar melewati Sinta si biang gosip.
"Kita ada meeting dengan siapa, pak?Dimana tempatnya?"tanya Angie sambil memasang sabuk pengaman lalu menatap polos Aaron.
"Kita ke mall,"jawab Aaron sambil memasukkan gigi satu dan menjalankan mobilnya. Tatapannya tetap lurus ke depan, tidak berani memandang Angie. Takut ketahuan alasan yang sebenarnya dia mengajak Angie ke mall. Alasan palsu adalah meeting. Alasan real nya adalah mencari ponsel baru. Dan alasan sebenarnya, ingin mengajak Angie kencan.
Angie mengangkat alis heran. "Ke mall?"
"Hari kamu temani aku beli ponsel."
"Ponsel?"
"Jangan jadi kaset rusak, Angie. Mengulang perkataan ku,"sahut Aaron sedikit kesal. "Sekarang kamu buka laci dashboard,"kata Aaron sambil mengedikkan dagunya ke arah laci di depan Angie duduk.
Angie menuruti perintah bos dan menemukan sebuah kresek hitam. Aaron melirik Angie yang menatapnya bertanya-tanya saat dia menemukan sebuah kresek hitam.
"Buka kresek itu,"perintah Aaron.
Angie membuka kresek dan nampak ponsel Aaron yang sudah berkeping-keping, casing belakang ponsel retak dan tidak bisa dipasang lagi, di layarnya terdapat beberapa goresan retak panjang dan pendek, semua sudut nya pecah. Angie mengangkat ponsel yang sudah tidak berbentuk itu.
"Itu puing-puing ponsel ku,"jawab Aaron ringan saat melihat Angie melongo melihat kondisi ponselnya.
"Hmpt.. hmpt..." Angie langsung menutup mulut nya menahan tawanya keluar. "Kenapa ponselnya bisa jadi reruntuhan begini, pak?"tanya Angie heran setelah menarik napas supaya tidak tertawa lagi.
Aaron langsung cemberut melihat mata Angie yang bersinar geli. "Ada dino T-rex yang mengamuk dan menginjak ponselku hingga jadi reruntuhan seperti yang kamu bilang. Ggrrrr.."
"Ha.. ha.. ha.." Angie langsung menyemburkan tawanya. Angie langsung tahu, pasti Lisa yang merusakkan ponsel Aaron. "Pacar bapak memang yang terbaik. Ha.. ha..ha.."
Aaron cemberut karena Angie bisa menebak apa yang terjadi pada ponselnya. Namun kerutan di wajahnya segera hilang saat melihat ada sinar halo yang mengelilingi Angie saat dirinya tertawa lepas. Aaron terpana.
"Kalau kamu tiap hari tertawa seperti itu, aku bisa jatuh cinta padamu. Karena kamu sangat cantik saat tertawa, seperti ada sinar lembut di sekitarmu."
"Lebay,"omel Angie yang langsung memalingkan wajah nya yang memerah, mendengar kata-kata manis Aaron.
Aaron tersenyum melihat Angie yang duduk gelisah setelah mendengar pujiannya. Aaron sungguh menyukai suara tawa Angie dan matanya yang bersinar saat tertawa. Bahkan saat terdiam karena malu pun, dia terlihat sangat mempesona dengan pipinya yang memerah.
Siang hari, saat jam kerja seperti ini, mall terlihat lengang. Aaron dan Angie langsung menuju counter ponsel. Aaron memilih keluaran terbaru yang tahan gempa dan banjir. Angie menggigit bagian dalam mulutnya untuk menahan tawa saat Aaron mengatakan alasan tipe ponsel yang dicari nya.
"Ayo cari makan dulu." Angie mengangguk. Keduanya berjalan mengelilingi mall, mencari sesuatu untuk dimakan.
"Sushi?"
Angie menggeleng.
"Pizza?"
Angie mengibaskan tangannya, menolak.
"Masakan Perancis?"
Angie melotot mendengarnya dan menolak juga.
"Seafood?"
Lagi-lagi Angie menggeleng.
"Masakan Sunda?"
Angie yang tidak ingin makan siang berdua, menolak semua tawaran Anton. Angie cemberut dan memanyunkan bibirnya. Aaron yang melihatnya ingin mengecup bibir itu karena gemes dan kesal.
"Kalau begitu kamu ingin makan apa?"
"Terserah bapak. Aku ikut saja." Mendengar jawaban Angie, Aaron langsung menimpuk kepala Angie dengan kantong kertas berisi ponsel baru. Angie langsung melotot dan menjauhi Aaron. "Sakit pak."
"Dari tadi aku tawari tidak ada yang mau. Jadi kamu maunya makan apa?"tanya Aaron sedikit menggeram.
"Ikut saja pak. Atau gimana kalau kita balik ke kantor saja,"usul Angie penuh harap.
"Tidak. Kita harus makan dulu. Aku lapar." Aaron menghela nafas lelah sambil mengusap wajahnya. Otaknya sudah berasap dan sebentar lagi pasti akan mengeluarkan ledakan lava.
"Gado-gado, mau?"
"Eng.. tidak pak."
"Nasi goreng, mungkin?"
"Terlalu kenyang pak. Takut ngantuk di kantor."
"Kalau masakan padang, oke?"
"Tidak suka, banyak santan."
"Mie ayam, suka?"
"Eneg pak."
"McD?"
"Bosan pak." Aaron berbalik dan mendekati Angie, lalu mengguncang bahunya. "Kenapa pak?"
"Astaga Angie, aku bisa gila hanya gara-gara bertanya kamu ingin makan apa,"omel Aaron kesal. "Duduk disini, aku pesan makanan."
Dengan lesu, Angie menarik kursi dan duduk. Foodcourt terlihat lebih ramai dibanding lokasi yang lain. Mungkin karena jam makan siang, jadi banyak pekerja kantor yang makan siang di mall, ganti suasana.
Sebenarnya Angie sangat lapar dan dirinya bukanlah pemilih makanan. Angie hanya mencari alasan agar tidak makan siang bersama Aaron. Angie ingin segera kembali ke kantor, makanya dia menolak untuk makan. Ingat pesan tetangga, gosip itu lebih kejam dari pembunuhan.
Angie melihat dari kejauhan, Aaron berjalan cepat sambil membawa baki berisi makanan dan minuman. Aaron meletakkan baki itu di depannya.
"Makan."
Bersambung...