Chereads / Cinta Angie / Chapter 40 - Bab 39 : Curhat pertama

Chapter 40 - Bab 39 : Curhat pertama

Aaron menyetir kembali ke kantor dengan perasaan campur aduk. Acara kencan hari ini sangat amazing. Berbagai kejadian terjadi selama di mall. Mulai dari heboh milih menu makanan, lalu muncul gadis abege yang ngomong seenaknya sendiri, juga ada acara debat panas calon pemilik hati Aaron, dan berakhir dengan kerumunan massa.

Aaron meringis mengingat semuanya itu. Dengan takut-takut, dia melirik Angie duduk termenung menatap kaca samping mobil, terdiam meredam kemarahannya. Aaron menghela napas lelah.

Setelah gadis abege itu pergi, Angie menghabiskan makanannya dalam diam. Aaron tahu Angie masih marah karena perkataan gadis itu. Aaron meringis melihat kecepatan makan Angie. Perutnya bisa sakit jika makan tidak dikunyah dengan baik dan langsung telan langsung telan seperti yang dilakukan Angie saat ini.

"Kamu baik-baik saja?"

Angie menarik napas panjang saat mendengar pertanyaan dari Aaron. Angie memalingkan wajah dan menatap Aaron. Aaron tertegun melihat wajah Angie yang sendu.

"Maaf, tadi kamu melihat aku ngamuk,"sesal Angie, sedikit malu.

Aaron mengangkat bahu. "Wajar jika kamu ngamuk. Lagian gadis itu juga keterlaluan."

"Haaahhhh...." Angie mengembuskan nafas dengan keras dan bersandar pada kursi penumpang, mencari posisi yang nyaman. Angie memandang ke depan dan dengan cepat mengusap air mata di sudut matanya sebelum jatuh bergulir. "Kamu tahu, aku selalu sensitif jika ada orang yang tidak hormat pada orang tua dan mengejek pada orang lain."

Aaron diam mendengarkan. Aaron tahu Angie butuh menenangkan diri dan mengeluarkan uneg-uneg nya, agar sedikit lega. Ditepuknya pelan tangan Angie yang terkepal erat di pangkuan.

"Keluarkan saja, jangan dipendam."

"Bagiku, orang tua adalah segalanya bagiku. Aku sangat menghormati mereka. Aku menyayangi papa dan mamaku. Apa kamu tahu kalau aku tidak punya orang tua sebelum usia ku delapan tahun." Angie mulai bercerita dengan sedikit melamun.

"Dia.. yatim piatu?"tanya Aaron terkejut dalam hati. Tanpa sadar, kedua tangan mencengkram kuat kemudi mobil. Perasaan protektif mulai menguasainya.

"Kami bertiga saling mendukung di sekolah. Selalu saja ada teman yang mengejek karena kami tidak punya orang tua dan tinggal di panti asuhan. Hal itu terasa menyesakkan bagiku,"cerita Angie sambil menarik napas panjang.

"Bertiga? Dia tiga bersaudara tinggal di panti asuhan?"komentarnya dalam hati. "Beruntung kamu masih punya saudara yang saling mendukung,"kata Aaron menguatkan Angie.

Angie menatap Aaron, karena kata-kata dukungannya itu, dan tersenyum lembut. Ukh.. jantung Aaron seakan ditembak ribuan panah cinta, klepek-klepek.

"Benar. Aku sangat beruntung."

"Lalu setelah usia delapan tahun, akhirnya kalian bertiga diadopsi satu keluarga?" Aaron mencoba untuk bertanya lebih dalam.

"Tidak. Setelah delapan tahun, kami terpisah. Kami berdua diadopsi keluarga berbeda dan satu orang dari kami tidak diadopsi sehingga harus tetap tinggal di panti asuhan."

"Astaga, kasian sekali anak itu,"ucap Aaron dalam hati, ikut sedih. Aaron berusaha tidak bertanya mengapa mereka tiga bersaudara, diadopsi secara terpisah.

"Apa kamu bahagia dengan keluarga baru mu?"tanya nya sambil menoleh ke arah Angie, mengubah sedikit arah pembicaraan.

"Bahagia.. sangat bahagia,"jawab Angie lembut sambil memejamkan mata. "Jika aku harus memilih, aku akan tetap bersama orang tua adopsi ku. Sekalipun hidup kami jauh lebih sederhana jika dibandingkan dengan keluarga kandungku, aku tidak menyesal."

"Hebat. Kamu benar-benar bisa mensyukuri apa yang kamu alami,"puji Aaron sambil mengelus rambut Angie saat berhenti di pertigaan lampu traffic light.

Angie membeku saat merasakan tangan Aaron yang mengelus kepalanya. Hatinya meleleh, kedua matanya terasa panas, dan tenggorokan nya tercekat. Sekarang bertambah satu lagi pria yang selalu memberikan dukungan dengan mengelus kepalanya. Pertama papa adopsi nya dan sekarang Aaron.

"Terima kasih,"jawabnya parau.

Aaron tersenyum menanggapi nya. Dirinya baru menyadari jika tangannya masih berada di kepala Angie, langsung ditariknya perlahan. Hatinya senang sekali karena Angie mengijinkan dirinya melihat sedikit dari kehidupannya.

"Apa orang tua adopsi mu sehat-sehat?"tanya Aaron mencari bahan pembicaraan, karena ada jeda yang panjang setelah adegan mengelus kepala.

"Mama adopsiku sudah meninggal. Sekarang aku tinggal dengan papa dan .." Angie langsung terdiam. Hampir saja dirinya keceplosan mengatakan bahwa dirinya tinggal bersama papa dan putra kembarnya. Angie melirik Aaron yang fokus menyetir, dan mengangkat alis saat kalimat Angie terputus.

"Ooh aku ikut berduka tentang mamamu. Oya, tadi kamu bilang kamu tinggal dengan papamu dan.. siapa?"

"Dan.. eng...dan.." Angie panik dan merutuki dirinya yang bodoh. Kedua tangannya yang berkeringat meremas tali sabuk pengamannya. Angie kelabakan menjawabnya.

"Sudah-sudah, tidak cerita juga tidak pa-pa,"kata Aaron sambil mengelus kepalanya.

Angie cemberut melihat tangan Aaron di atas kepalanya lagi. "Pak, tolong ya, ini jangan dibiasakan ya. Tidak baik. Bapak ini modus terus,"gerutu Angie sambil meminggirkan kepalanya, menghindari tangan Aaron.

"Ha.. ha.. ketahuan ya. Tapi ngomong-ngomong ya, hebat sekali kamu menghadapi gadis nakal itu. Dijewer seperti itu pasti sakit, aku yang melihat nya saja merasakan nyut-nyut,"kata Aaron sambil mengelus daun telinganya.

"Mau coba, pak?"tawar Angie geli.

"No-no-no,"tolak Aaron tergelak pelan. "Aku jadi ingat mamaku yang sering menjewerku. Aku tidak pernah berpikir bahwa jeweran di telinga mempunyai keampuhan tersendiri. Kamu hebat, Angie,"pujinya sambil memberikan jempolnya untuk Angie.

"Sudah biasa, pak."

"Oya?

"Tentu saja. Sebandel apa pun pasti nurut kalau sudah dijewer."

"Benar-benar berpengalaman nih."

"Yup. Soalnya kan aku punya.."

"Ya.. punya apa?"

"Gawat, kenapa aku bicaranya mengarah kesana terus sih? Angie bodoh,"omelnya dalam hati. "Eng..aku punya.. punya keponakan, pak."

"Kok panik gitu?"komentar Aaron geli. "Keponakanmu pasti nakal sekali, hingga kamu harus sering menjewernya?"

Angie berdecak lalu tersenyum simpul. "Ck..ck.. Keponakanku alim, pak. Tapi kalau kedua putra kembar ku.. jangan ditanya, amit-amit deh,"gerutu Angie dalam hati.

"Sepertinya kamu sedang mengingat kenakalan keponakan mu?"tanya Aaron penasaran dengan Angie yang senyum-senyum sendiri.

"An.. ah bukan. Maksudku ya, keponakanku memang sangat usil, cerewet, suka berdebat, dan sok tahu."

"Sepertinya anak yang menyenangkan."

"Bikin pusing iya. Mereka lagi di masa aktif-aktif nya sampai bisa dibilang hiperaktif, melebihi hiperaktif nya si monyet sakti. Aku harus ekstra sabar menghadapi mereka, sampai biksu Ting pun kalah sabar." Angie menggelengkan kepala mengingat ulah usil si kembar.

"Ha-ha-ha.. Mereka cowok kan? Wajarlah kalau nakal. Ada berapa keponakanmu?"

"Ada berapa? Sa.. eh bukan.. ada dua,"jawab Angie gagap.

"Kelihatan sekali jika kamu sayang mereka,"ucap Aaron lembut.

"Hmm-hmm. Sayang. Sangat sayang pada mereka. Meskipun mereka dimusuhi seluruh dunia, aku akan tetap berdiri di paling depan membela mereka,"jawab Angie mantap.

Sekali lagi, Aaron mengulurkan tangan menyentuh kepala Angie. "Jika kelak kamu punya anak, kamu pasti jadi orang tua yang hebat."

Deg..

Bersambung...