Pagi ini terlihat Ratih berjalan di koridor sambil membaca bukunya , hingga saat dia menoleh kearah lapangan basket tanpa sengaja matanya melihat sosok itu. Sosok yang diam-diam telah mengisi sebagian sudut dari hatinya. Kemudian Ratih tersenyum kecut ketika mengetahui bahwa laki-laki itu tidak hanya sendiri, tetapi bersama Disa, yang menurut kabar yang beredar mereka adalah sepasang kekasih.
Mereka terlihat berjalan beriringan dengan bergandengan tangan, tak lupa dengan senyum bahagia yang mereka tunjukkan pada setiap orang yang di temuinya. Seolah mengatakan pada siapa saja, bahwa mereka adalah pasangan yang paling bahagia.
Tentu saja Ratih tidak heran, karena dia pun juga mendengar kabar itu. Dan kini semua yang Ratih lihat semakin memperkuat kebenaran gosip tersebut. Memangnya, siapa yang tidak mengenal Gilang dan Disa Aulia? yang satu berbakat di bidang musik, dan yang satunya menjabat sebagai ketua OSIS. Mereka sangat cocok bukan? Setidaknya, itu yang ada difikiran Ratih saat ini. Meskipun sebagian dari hatinya berusaha untuk menampik kenyataan bahwa mereka memang cocok.
Ratih hanya bisa mengeratkan genggamannya pada buku yang tengah dia baca tadi sambil memukul-mukul pelan dadanya. Memang hanya teman-temannya lah yang tau, perihal Ratih yang menyimpan perasaan kepada Gilang sejak lama.
"Kenapa rasanya sakit banget ...," lirihnya sambil menahan sesak yang tiba-tiba menjalar ke dadanya.
"Jangan dilihat kalau bikin sakit," tiba-tiba Sani dan Zizi sudah berada di sisi kanan dan kiri Ratih. Bahkan Ratih sama sekali tak menyadari kehadiran kedua sahabatnya karena berusaha menenangkan kemelut pada hatinya.
"Loh, kalian kapan datang?" tanya Ratih sambil tersenyum untuk menutupi lukanya.
"Udah dari tadi, pas elo lagi liatin Gilang," ujar Zizi.
Lagian mau sampai kapan sih lo suka sama Gilang diam-diam gini? Ini udah berlangsung sejak lo SMP, dan lo tetep bertahan selama itu. Lo nggak capek apa makan hati mulu tiap Gilang gonta-ganti pacar? Gue bukannya mau ngelarang lo suka sama Gilang, gue cuma nggak suka lo jadi sering patah hati padahal belum sempat memiliki," ucap Sani dengan nada lirih.
Ratih terenyuh mendengar penuturan Sani. "Makasih, kalian udah peduli sama gue, gue juga pengennya berhenti buat suka sama Gilang. Tapi hati nggak akan bisa milih kan sama siapa dia bakalan jatuh? Dan itu yang gue rasain sekarang. Tapi kalian tenang aja, gue pasti berhenti saat gue udah bener-bener nggak sanggup. Jadi kalian jangan terlalu khawatir ya," Ratih berucap sambil tersenyum kepada kedua sahabatnya.
"Yaudah, yuk kita ke kelas sekarang, gue belum selesai belajar jam pertama ada ulangan bahasa Inggris kan?" Tanya Ratih.
"Yaudah, yuk." Ucap Zizi sambil menggandeng tangan keduanya.
***
Bel tanda pelajaran usai telah berbunyi dua menit yang lalu, namun penghuni kelas sudah tidak terlihat lagi kecuali hanya beberapa siswa yang memang malas untuk sekedar mengisi perut di kantin, atau mereka yang memang membawa bekal dari rumah. Termasuk ketiga gadis remaja yang kini duduk di satu meja sambil menyantap bekal yang memang sengaja mereka bawa dengan alasan, malas ngantri di kantin kalo jam istirahat pertama kata mereka.
Sesaat setelah mereka menghabiskan makanan mereka tiba-tiba seorang siswi ber-name tag Sindi Daniela berteriak dari depan pintu kelas.
"Hey, kalian bertiga, para gadis cantik yang baru selesai makan, kalian di panggil guru olahraga ke kantor sekarang!"
"Oke, makasih," jawab Zizi.
"Emang ada apaan kita di panggil pak Basri?" tanya Sani.
"Nggak tau, udah kesana sekarang aja. Nggak enak kalo nanti pak Basri kelamaan nunggu," ucap Ratih.
Sesampainya di depan kantor, salah satu dari mereka mengetuk pintu.
Tok tok tok!
"Permisi, bapak panggil kami?" ucap Ratih sambil melongok menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
"Oh, iya sini masuk dulu, bapak mau bicara," ujar pak Basri setelah mengetahui siswa yang mengetuk pintu adalah siswa yang sedang di tunggunya.
"jadi begini, sebentar lagi akan ada perlombaan berbagai macam cabang olahraga di tingkat provinsi, Nah, bapak ingin kalian bertiga yang mewakili sekolah kita pada olahraga bulutangkis, Ratih dan Sani sebagai tim ganda putri, dan Zizi mewakili sekolah untuk tinggal putri, bagaimana? Kalian bisa kan?" tanya pak Basri memastikan.
sementara ketiga remaja itu masih diam mendengarkan sembari mengangguk-angguk tanda mengerti.
"Kalau kalian bisa, mulai minggu depan kalian latihan ya. Sebenernya kita masih kekurangan beberapa tim," ucap pak Basri, nadanya terdengar bingung.
"Kurang beberapa tim gimana, pak?" tanya Sani.
"Iya, tim ganda campuran belum ada perwakilan, ganda putra dan tunggal putra juga belum ada," Ujar pak Basri, nadanya terdengar bingung.
"Kita main dobel boleh nggak pak? Maksud saya, ini kan ajang perlombaan berbagai macam cabang olahraga tingkat provinsi kan? Pasti cabang olahraga yang di perlombakan tidak hanya bulutangkis kan pak?" tanya Sani.
"Iya, kamu benar, lalu?" Pak Basri masih tampak bingung dengan pertanyaan Sani.
"Nah, kalo semisal nih, perwakilan olahraga cabang lain juga bermain untuk mewakili bulutangkis boleh tidak pak?" Usul Sani.
"Boleh sih kalau fisik kalian memang mampu. Tapi, memang kalian punya kandidat, untuk pemain putra?" tanya pak Basri ragu.
Kalau anak voli pak, gimana?" usul Sani.
"Ah, iya pak! Gani, Niko sama Angga kan bisa main bulutangkis Pak," ujar Zizi. Zizi memang pernah bermain bulutangkis bersama dengan Gani dan teman-temannya, jadi tidak heran jika Zizi mengetahui bakat lain dari mereka bertiga minus Rafli tentunya. Karena Rafli lebih pendiam diantara mereka semua, jadi Zizi dan Sani tidak terlalu dekat dengan Raffi, meskipun mereka cukup sering berinteraksi.
Tapi, mereka juga ikut voli, bapak nggak yakin mereka mau buat ikut mewakili bulutangkis juga," ujar pak Basri terlihat ragu.
"Bener juga," ujar Ratih. "Lagian ya, kalo pun misalnya mereka mau buat main di bulutangkis juga, emangnya kalian nggak kasihan sama mereka? Badan mereka bisa remuk nanti," ujar Ratih logis.
"Nah, maksud bapak juga begitu, kasihan mereka kan?" ujar pak Basri.
"Emang kapan sih pak acaranya?" tanya Zizi, karena memang pak Basri belum memberi tahukan kapan lomba itu akan dilaksanakan.
"Masih sekitar tiga bulanan lagi," jawab pak Basri.
Mereka bertiga hanya mengangguk tanda mengerti.
"Ya sudah, itu saja yang ingin bapak sampaikan pada kalian. Ingat! Jaga kesehatan dan stamina kalian, jangan terlalu sering begadang untuk beberapa bulan kedepan ya, berikan istirahat yang cukup untuk tubuh kalian. Urusan bulutangkis putra biar jadi urusan bapak. Semisal nanti tidak ada cukup perwakilan bulutangkis putri saja dari sekolah kita. Kalau begitu, silahkan kembali ke kelas karena sebentar lagi bel masuk akan berbunyi," ujar pak Basri.
Dan benar saja, baru beberapa langkah mereka keluar dari ruang guru bel masuk pelajaran berbunyi.
Saat menuju kelas Ratih memutuskan untuk pergi ke toilet terlebih dahulu.
"Eh, kalian duluan aja gue mau ke toilet bentar," kata Ratih.
"Perlu kita temenin?" tawar Sani.
"Nggak usah, kalian duluan aja, gue cuma mau pipis kok."
"Beneran?" ujar Zizi memastikan.
"Iya, udah ah sana! Keburu Bu Eka masuk entar," ujar Ratih sembari membuat gerakan mengusir dengan tangannya.
"Yaudah, kalo gitu kita duluan ya," pamit Zizi. Kemudian Ratih langsung menuju toilet.Setelah selesai menuntaskan keperluan nya, Ratih tidak langsung keluar, dia menyempatkan dirinya untuk mencuci muka agar terlihat lebih segar. Tapi saat dia mengangkat wajahnya, betapa terkejutnya Ratih, karena di sebelahnya tiba-tiba ada seorang gadis tengah berdiri sambil menatapnya tajam.
"Astaghfirullah! Ngagetin aja sih! Lagian sejak kapan lo berdiri di sebelah gue? main muncul aja kayak jalangkung!" ketus Ratih sambil menenangkan keterkejutannya. Padahal dia tidak mendengar langkah kaki mendekat kearahnya tadi, lalu dari mana perempuan itu datang? Pikir Ratih.
"Ada hubungan apa lo sama Gani?" ucapnya to the poin tanpa menjawab pertanyaan Ratih.
"Nggak ada hubungan apa-apa," Ratih berujar cuek.
"Terus, lo pikir gue percaya?" ucapnya.
"Emang, lo pikir gue peduli?" balas Ratih.
"Kalo nggak ada hubungan apa-apa kenapa kalian bisa makan bareng?" tanya perempuan itu sinis.
"Denger ya Rosita, mau gue sama Gani ada hubungan atau enggak, gue rasa lo nggak perlu tau," ucap Ratih ketus. "Bukan urusan lo juga kan?" tambahnya.
Ya, gadis yang tiba-tiba berada di dekat Ratih tadi adalah Rosita, teman sekelas Ratih. Tidak hanya itu, Rosita sudah menyukai Gani sejak awal mereka masuk SMA. Namun sayangnya Gani selalu menolak setiap kali Rosita mengungkapkan perasaannya. Seluruh sekolah pun tau bahwa Rosita masih menyimpan perasaan pada Gani. Maka dari itu, dia merasa tidak suka melihat Ratih dan teman-temannya pernah berada satu meja dengan Gani saat di kantin beberapa waktu lalu. Bahkan Rosita juga melihat mereka berdua makan di salah satu tempat makan pinggir jalan.
Rosita terlihat mengepalkan kesepuluh jari tangannya untuk menahan amarahnya.
Dia tidak mungkin melawan Ratih sendirian, walau bagaimanapun selain ahli bermain bulutangkis Ratih juga termasuk ahli dalam bidang bela diri. Jika Rosita nekat, bisa-bisa tangannya di buat patah nanti.
"Denger ya, gue peringatin sama lo, jangan coba-coba buat deketin Gani! Karena Gani itu milik gue inget itu!" ucap Rosita sambil menekan dua kata terakhir lalu melenggang pergi meninggalkan Ratih. Dia tidak mau mengambil resiko untuk berada di ruang yang sama dengan rivalnya dalam mendapatkan Gani. Setidaknya itu yang difikirkan Rosita.
"Dinger ya gue peringatin sama lo, jangan coba-coba buat deketin Gani. Karena Gani itu milik gue inget itu," ujar Ratih menurunkan cara bicara Rosita, dengan nada yang dibuat-buat tentunya. "Emangnya gue peduli apa," Gumam Ratih pelan.
Setelah selesai dengan kegiatannya Ratih segera beranjak untuk keluar tapi saat dia akan membuka pintu tiba-tiba…