Chereads / Destiny of Gani with Ratih / Chapter 8 - pandangan terluka

Chapter 8 - pandangan terluka

Di sebuah kamar, terlihat seorang laki-laki tengah memandang sebuah foto wanita yang tengah tersenyum ke arah kamera dengan pandangan bengis. Seolah tatapan matanya dapat menusuk dan menghancurkan wanita yang berada di dalam foto itu

"Kamu akan menyesal dengan ucapanmu, akan aku pastikan ucapan yang kau lontarkan akan menjadi kenyataan suatu saat nanti. Dengan senang hati aku akan mewujudkan perkataanmu. Tunggu saja, tunggu pembalasanku!" Laki-laki itu mengucapkan dengan penuh kebencian, kemarahan dan rasa sakit hati yang berkumpul menjadi satu membentuk rasa dendam yang teramat besar.

"Kau melukai hati dan harga diriku perempuan sialan!" ucapnya sambil mengepalkan tangannya hingga baku jarinya memutih.

***

Di tempat lain, Rosita tengah termenung sambil menatap foto seorang laki-laki yang menggunakan Jersey dengan nomor punggung 19 kebanggaannya dengan mata sayu.

"Mau sampai kapan, sih, kamu nolak aku, Gan? Aku kurang apa, sih? Aku bahkan udah ngejar kamu dari kita SMP Gan, dan kamu nggak pernah sekalipun bisa liat aku" lirihnya. Tapi sama perempuan lain yang bahkan baru beberapa hari kamu kenal bisa langsung akrab," ucapnya sedih.

"Aku bahkan rela masuk sekolah di tempat kamu, saat aku harusnya bisa sekolah di tempat yang lebih bagus lagi. Aku  bakal ngejar kamu sekali lagi, kalo kamu masih tetap nolak, mungkin emang aku harus bener-bener berhenti,"  Rosita berucap lirih disertai keputusasaan.

***

"Kok, kalian ada di sini?" Sani memicingkan matanya menatap dua orang di depannya yang sedang menikmati makanan mereka.

"Ini kan tempat umum," jawab Gani cuek.

Sani memutar bola matanya malas mendengar jawaban Gani.

"Gue sama Gani abis dari toko peralatan olahraga, beli bola voli, di suruh pak Basri," Ratih menjelaskan tanpa di minta.

"Kalian sendiri ngapain?" kini giliran Gani yang bertanya.

"Jalan aja sih, suntuk di rumah, sekalian anterin Sani juga katanya mau beli raket buat persiapan turnamen," Angga yang menjawab.

"Kalian, berdua aja? Udah, beli raketnya?" tanya Ratih

"Udah, tapi gue taro di mobil Angga, Zizi lagi ketempat tantenya kata mamanya tadi, makanya cuma berdua," Sani menjawab sambil memakan cilok milik Ratih.

Hingga tiba-tiba Ratih meringis menahan tangisnya sambil memegang pinggang dengan wajahnya yang pucat dengan keringat dingin di sekitar pelipis.

"Ratih, kamu kenapa?" Gani yang pertama kali menyadari raut pucat Ratih bertanya panik.

"Nggak tau, akhir-akhir ini pinggang aku sering sakit," ucap Ratih sambil menggigit bibir bawahnya.

"Lo kurang minum air putih kali, pasti ini kebanyakan makan kripik deh," Sani pun tak kalah paniknya

Kita ke rumah sakit, ya?" tawar Gani kemudian di angguki oleh yang lainnya.

"Nggak usah, tolong ambilkan obat anti nyeri aja di tas," ucap Ratih masih dengan menggigit bibir.

Sani yang memang duduk di dekat Ratih langsung saja membuka tas  kecil yang dibawa Ratih, dan benar saja di dalam tas memang ada satu strip obat asam mefenamat di dalamnya yang berfungsi sebagai anti nyeri.

Setelah meminum obat, nyeri pada pinggang Ratih memang berangsur-angsur hilang setelah beberapa menit.

"Beneran nggak perlu ke rumah sakit?" Gani bertanya masih dengan nada khawatir.

"Nggak usah, aku nggak papa, nanti banyak minum air putih juga sembuh," Kata Ratih lembut.

Sementara dua orang di dekat mereka saling melirik penuh arti melihat melihat interaksi keduanya.

"Ehem! Udah aku kamuan aja nih?" Sani berujar menggoda sambil menarik turunkan kedua alisnya.

Sementara Gani mengusap lehernya salah tingkah.

Angga hanya menggeleng sambil tersenyum geli.

"Udah selesai nih, mau ikut jalan nggak?" Tawar Sani.

"Enggak deh, gue mau ke toko buku sama Ratih," ujar Gani.

"Kok punya gue lo habisin sih, San! Gue kan masih mau" ucap Ratih bersungut-sungut saat di lihat cilik yang tinggal setengah tadi sudah habis di makan oleh Sani.

Sementara Sani hanya memasang cengirannya tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"Yaudah, gue gantiin pake kripik singkong pedas deh, gimana?" Sani memberikan penawaran.

Ratih yang mendengar kata keripik singkong pedas langsung saja wajahnya berbinar bagai menang uang undian.

"Lima!" ucapnya girang.

"Kok lima?! Gue kan cuma makan pentolnya setengah!" ucap Sani tak terima.

Sementara Ratih tak memperdulikan aksi protes Sani, tanpa sungkan dia langsung menarik tangan Gani untuk menuju ke mobilnya. Sementara Gani yang masih kaget karena tiba-tiba Ratih menarik tangannya pun hanya pasrah, dengan detak jantung yang tiba-tiba lebih kencang dari biasanya.

Kok gue tiba-tiba jadi deg-degan gini ya, batin Gani.

"Gue bisa bangkrut mendadak habis ini," gerutu Sani sambil menghentakkan kedua kakinya jengkel.

"Udah, nanti biar aku yang bayar, sekalian kamu juga mau?" tawar Angga disertai senyum.

"Beneran? Aku kalo beli-beli suka khilaf loh, nanti kamu nyesel lagi, terus aku di putusin, masa baru pacaran berapa hari udah putus aja, kan nggak lucu," Sani berujar jenaka.

"Nggak bakal, aku kan anak sultan, uangnya nggak bakal habis dipakai sampai tujuh turunan," Angga berujar disertai menepuk dadanya bangga.

"Dih, sombong," ujar Sani, tapi tak ayal membuat mereka berdua tertawa bersama.

Sani dan Angga memang sudah menjalin hubungan sejak beberapa hari yang lalu.

"Woy penganten baru! Cepetan elah, entar keburu tutup tokonya!" Ratih berteriak melalui jendela mobil Gani, sedangkan Gani hanya menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan.

"Kamu kenapa? Kok tiba-tiba ketawa," Ratih berujar heran.

"Enggak, lucu aja, waktu pertama kali aku ketemu kamu di halte dulu, aku kira kamu itu pendiem loh," kata Gani.

"Ya kali baru ketemu aku udah harus nyerocos aja, sok akrab gitu, nanti dikira orang aku aneh lagi," jawab Ratih enteng.

"Pinggang kamu udah baikan?" tanya Gani.

"Udah kok," jawab Ratih sambil tersenyum.

Melihat senyum Ratih, tiba-tiba perasaan aneh menyusup ke dasar hatinya, perasaan aneh yang tak dapat ia jabarkan.

***

Benar saja, setelah sampai di minimarket terdekat, Ratih langsung saja menyerbu tempat di mana terjejer beraneka keripik singkong, nggak nanggung-nanggung, Ratih benar-benar melakukan ucapnya tadi saat di pangkalan cilok Mang Edi, dia benar-benar mengambil lima bungkus keripik singkong pedas jumbo. Gani sampai dibuat geleng-geleng melihat tingkah Ratih.

Benar-benar penggila keripik pedas, pikirnya.

Sementara Sani juga tak jauh berbeda dengan Ratih, di tempatnya, dia mengambil lima kotak beng-beng.

Mumpung dibayarin anak sultan, katanya. Dan sesuai janji Angga tadi, dia benar-benar membayar seluruh belanjaan yang dibeli oleh dua gadis labil di depannya itu.

"Kamu nggak mau beli?" tanya Ratih, ketika dilihatnya Gani tidak membeli apapun.

"Enggak, aku mau ke toko buku aja, kamu jadi ke toko bukunya?" tanya Gani.

"Jadi, aku mau cari kamus Bahasa Inggris, kamusku sering di bawa Vallen soalnya," jawab Ratih sambil keluar dari minimarket, setelah mengucapkan terima kasih pada Angga tentunya.

Tapi baru beberapa langkah Ratih berjalan, tiba-tiba sandal Ratih putus, padahal Gani memarkir mobilnya agak jauh dari minimarket, dan harus menyebrang jalan.

"Yaahh! Sandal aku putus," ucap Ratih sambil mengangkat satu sandal selipnya yang sudah putus dengan sedih.

Tiba-tiba Gani sudah berjongkok di depan Ratih, sehingga membuat Ratih terkejut.

"Eh! Gani kamu ngapain!" ucap Ratih panik.

"Ayo naik, aku gendong sampai mobil, kalo jalan nanti kaki kamu melepuh, kena aspal," ucap Gani santai.

"Eh, tapi aku berat loh, nggak usah deh, aku jalan aja," ucap Ratih sungkan.

Karena melihat Ratih yang tak kunjung naik ke punggungnya, Gani langsung saja menggendong Ratih secara paksa. Karena Ratih yang tidak siap dengan perlakuan Gani yang tiba-tiba, Ratih terpekik kaget,  dia hampir saja terjungkal ke belakang jika tak segera berpegangan di antara leher Gani.

"Astaga! Kamu ngagetin aja! Untung aku nggak jatuh." Ratih bersungut sambil memukul pundak Gani pelan.

"Abisnya kamu lama," ujar Gani sambil terkekeh.

Mereka tidak sadar bahwa kelakuan mereka berdua tadi disaksikan banyak orang dengan berbagai ekspresi, bahkan Sani melihatnya seolah sedang melihat drama live sambil duduk di kursi yang di sediakan pihak minimarket, menopang dagu dengan mulutnya yang tak berhenti mengunyah beng-beng yang di belikan Angga sambil merekam dari awal kejadian langka itu, tentunya dengan senyum misterius.

"Kayak liat drama Korea versi lokal," ucapnya sambil menopang dagu.

Sementara Angga hanya terkekeh.

"Mau juga aku gituin?" Angga bertanya sambil menaik turunkan kedua alisnya menggoda Sani.

"Boleh, nanti kamu gendong aku biar romantis juga, jangan mau kalah sama Gani dong," ucap Sani berbinar.

Angga kembali terkekeh sambil mengacak lembut puncak kepala Sani.

***

"Kok kita kesini, nggak jadi  ke toko buku?" Ratih bertanya bingung, pasalnya Gani bukannya membawa Ratih ke toko buku sesuai tujuan awal mereka, malah membawa Ratih ke salah satu pusat perbelanjaan.

"Udah turun aja," jawab Gani.

"Tapi aku nggak pakai sandal, emang boleh masuk? Nanti aku di kira gelandangan lagi sama satpamnya," ucap Ratih ragu.

Gani terkekeh pelan mendengar pertanyaan Ratih. "Udah tenang aja, yuk masuk." Gani menarik tangan Ratih.

Sesampainya di tempat tujuan, Gani langsung menarik Ratih untuk memasuki sebuah toko sepatu, setelah beberapa saat berkeliling, pilihan Gani jatuh pada sepatu kets berwarna putih.

"Yang ini bagus nggak?" tanya Gani sambil menunjukkan pada Ratih.

"Bagus, bentuk coraknya simpel." jawab Ratih.

"Coba kamu pakai," kata Gani sambil berlutut untuk memasangkan sepatu tersebut di kaki Ratih.

Kontan saja perilaku Gani itu membuat Ratih terkejut hingga membuat pipinya merona malu, tapi tak ayal Ratih tetap membiarkan Gani memakaikan sepatu tersebut.

"Gimana? Pas nggak? Warnanya cocok?" tanya Gani.

"Pas kok, warnanya juga aku suka," Ratih menjawab sambil menundukkan kepalanya malu akibat perlakuan Gani tadi.

"Oke, mbak kita ambil yang ini ya, nggak usah di bungkus, sekalian di pakai aja," ucap Gani pada penjaga toko. Kemudian segera menuju kasir untuk melakukan pembayaran.

"Biar aku yang bayar, Gan," ucap Ratih sambil mengambil dompetnya di tas.

"Nggak usah, biar aku aja, dan aku nggak terima penolakan," Gani menjawab cepat ketika di lihatnya Ratih ingin membantah.

Akhirnya Ratih hanya pasrah sambil mengikuti Gani menuju kasir.

"Makasih ya, Gan, nanti aku ganti ya uangnya," ucap Ratih setelah keluar dari toko.

"Nggak usah di ganti, buat kamu aja, anggap aja itu kenang-kenangan dari aku," jawab Gani asal.

"Loh, emangnya kamu mau kemana? Kok tiba-tiba bahas kenang-kenangan," tanya Ratih penasaran.

Sebelum Gani menjawab pertanyaannya, pandangan Ratih terpaku pada dua sosok yang membuatnya terpaku. Gani juga mengikuti arah pandang Ratih, matanya pun turut terpaku tapi dengan perasaan yang berbeda saat melihat sorot mata terluka Ratih.