Sesuai pembicaraan kemarin, hari ini mereka benar-benar datang ke pembukaan cafe sepupu Angga. Saat masuk mereka sudah di sambut oleh Qiza, dia kekasih Antha.
"Eh udah datang, mari masuk kursinya udah di siapin yang deket panggung itu Ngga, meja nomor tujuh," ucap Qiza dari sebelah pintu.
"Oke, makasih kak," ucap Angga, yang hanya di balas anggukan oleh Qiza karena banyaknya pengunjung yang mulai berdatangan.
"Eh ada kak Qiza, bantuin kak Antha kak?" Tanya Sani basa basi meskipun tau keberadaan Qiza disini untuk membantu kakak sepupunya.
"Iya nih, lagi libur juga, yaudah ayuk pada masuk nggak usah sungkan, semoga nyaman ya sama suasananya," ucap Qiza ramah.
"Waahh suasananya seru ya, desainnya juga cantik, ini tema antariksa ya, Ngga? Banyak gambar planet gitu," ucap Sani yang terdengar antusias.
"Iya, kak Antha emang suka tentang Tata Surya dan kawanannya," jawab Angga setelah mereka semua duduk.
Tak lama mereka duduk di meja, datang Antha sang pemilik cafe.
"Udah datang Ngga, gimana suka nggak sama suasananya?" tanya Antha ramah.
"Suka kak, ini keren! Berasa ada di planetarium," ucap Sani antusias.
"Syukur deh, udah pesen? Khusus untuk kalian hari ini gratis deh. Eh katanya Sani ikut lomba kemaren? Gimana? Menang atau kalah?" tanya Antha. Sani memang sudah mengenal Antha dan Qiza dari Angga.
"Iya kak, tapi kalah," cengirannya.
"Nggak papa, yang penting setor nama pernah tanding kan?" kelakar Antha.
yang dibalas anggukan antusias serta acungan jempol oleh Sani.
"Oh iya kak, kenalin ini temen-temen gue, yang kuncir kuda itu namanya Ratih, sebelahnya Zizi kalo yang pake baju putih namanya Rendy yang pake topi Aldo," Angga memperkenalkan semua teman-temannya sambil berjabat tangan bergantian dengan Antha.
"Gue Antha sepupu Angga, semoga suka suasananya ya, kalian pesen aja nggak usah sungkan, gue tinggal dulu ke belakang," pamit Antha.
Mereka sudah duduk selama setengah jam di sana, mereka juga sudah mencoba beberapa menu yang di sajikan. Tapi group band lokal yang seharusnya tampil tak kunjung datang, itu semua memicu para pengunjung yang ramai mulai mengeluh dan ricuh. Angga melirik kakak sepupunya yang terlihat bingung sambil berusaha menelfon seseorang.
"Kenapa kak? Ada masalah?" tanya Angga menghampiri.
"Iya, grup band yang harusnya tampil tadi kecelakaan, jadi mereka nggak bisa ke sini, sedangkan teman-teman gue yang biasanya suka manggung di cafe-cafe juga lagi ada job di luar kota, gue nggak ada pengganti sedangkan para pengunjung pasti nunggu hiburan kan," ucap Antha cemas.
Angga terdiam sejenak untuk berfikir, sebelum kemudian menepuk pundak Antha menenangkan.
"Nggak usah cemas, gue pasti bantu, sekarang lo urus aja yang lain, masalah panggung biar jadi urusan gue," ucap Angga sembari pergi menuju teman-temannya.
Sementara Antha hanya mengangguk pasrah, menyerahkan semuanya kepada Angga, dia percaya sepupunya yang satu itu bisa di andalkan.
Angga terlihat membisikan sesuatu pada Gani, awalnya Gani mengernyit lalu tak lama dia mengangguk.
"Oke, Raf lo bisa main musik kan?" Tiba-tiba Gani bertanya pada Rafli,
Rafli mengernyit bingung, tapi tak ayal dia tetap mengangguk.
"Bisa, kenapa?"
"Jadi gini, grup band yang harusnya manggung ternyata mengalami kecelakaan, jadi nggak bisa datang, bisa nggak kalian bantuin nyanyi beberapa lagu sebagai hiburan, itung-itung buat bayar makanan gratis lah, Niko kan bisa ngedrum, Angga juga bisa main gitar kan? Lo yang di kiboard ya Raf, lo kan bisa main piano gue yang nyanyi deh gantian sama yang lain, siapa tau ada yang mau nyumbang. Meskipun suara gue nggak bagus-bagus amat tapi nggak sampek bikin telinga sakit juga kok," ujar Gani sambil nyengir kuda.
"Boleh deh, itung-itung buat rasa terima kasih karena udah di kasih makan gratis," ucap Rafli, yang juga di angguki Niko dan yang lainnya.
"Gue nggak bisa bantu tapi Ngga, suara gue jelek, kalo gue paksain nanti kalian bisa sakit kepala, gue jadi tim hip-hip hore aja lah," ucap Rendy yang di angguki oleh Beni dan Aldo.
"Udah nggak papa, yang bisa aja, kalian para cewek ada yang mau nyumbang lagu?" tawar Gani.
"Boleh deh, udah lama juga kita nggak nyanyi," ucap Zizi
"Tapi suara lo terjamin kan Zi?" kelakar Aldo.
Zizi mendelik tak suka. "Lo ngremehin gue!? Gini-gini gue pernah juara lomba nyanyi tingkat komplek ya," ucapnya ngegas.
Sementara Aldo hanya cengengesan.
"Yaudah, yuk kita siap-siap. Ratih nggak mau nyumbang lagu?" tawar Gani yang melihat Ratih dari tadi tak banyak bicara.
"Em ... Gue nggak bisa nyanyi," ucapnya merasa tak enak juga ragu.
"Bohong! Ayo kita nyanyi, udah lama juga kita nggak karaokean bareng," ucap Sani.
"Ayolah Tih, satu lagu aja," mohon Angga, sebenarnya dia tau jika Ratih bisa bernyanyi, hanya saja Ratih memang tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian orang banyak. Dia pernah melihat video Ratih dan kedua temannya bernyanyi bersama berapa waktu lalu saat meminjam laptop Sani.
Ratih menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengiyakan permintaan Angga karena merasa tak enak pada Angga.
"Oke gue nyanyi tapi cuma satu lagu aja, nggak lebih. Dan jangan salahin gue kalo nanti telinga kalian pada katarak setelah dengar suara cempreng gue," ucap Ratih
Aldo, Rendy dan Beni meneguk ludahnya kasar, tapi tidak dengan Angga, dia memasang senyum samar sambil mengedipkan mata kearah Sani, yang dibalas dengan acungan jempol oleh Sani.
***
Mereka sudah berada di atas panggung bersiap untuk membawakan lagu, Ratih sudah berdiri di tengah panggung, menoleh sesaat kearah belakang, memberi tahukan lagu apa yang ingin dia nyanyikan. Musik juga sudah mulai mengalun.
"Terlampau sering kau buang air mataku,"
Suara Ratih mulai terdengar, membuat penonton yang awalnya ricuh menjadi diam mulai menikmati suara nyanyian Ratih. Sementara Angga dan Sani saling adu telapak tangan bangga dengan kejutan mereka. Teman-teman Ratih di bawah panggung pun tampak terkesima dengan bakat lain yang dimiliki oleh Ratih, Angga memang tak jadi pemain gitar dan digantikan oleh Alex, salah satu pegawai di cafe Antha. Bahkan Antha yang tengah berada di dapur pun keluar untuk melihat siapa yang tengah bernyanyi di cafenya sekarang. Dia tak kalah terkesima juga pada suara teman sepupunya yang terlihat lebih pendiam itu.
Tak pernah kau tahu dalamnya rasa cintaku
Ratih kembali membuka suaranya, sebenarnya tangannya gemetar dan terasa dingin karena merasa sangat gugup sekarang, semua orang kini memandang ke arahnya. Dia menarik nafas guna mengurangi kegugupannya.
Tak banyak inginku jangan kau ulangi
Menyakiti aku sesuka kelakuanmu
Ku bukan manusia yang tidak berfikir
Berulang kali kau lakukan itu padaku
Kegugupannya sedikit demi sedikit mulai hilang, Ratih mulai bisa menikmati lagu yang di nyanyikan, bahkan teman-temannya yang berada di bawah terpaku mendengar suara merdu Ratih, mereka tak menyangka, Ratih memiliki suara sebagus itu. Bahkan teman-temannya serta beberapa penonton mulai ikut bernyanyi bersama Ratih.
Jika cinta dia jujurlah padaku
Tinggalkan aku di sini tanpa senyumanmu
Jika cinta dia ku coba mengerti,
Ratih memejamkan matanya mencoba menghayati lagu yang tengah dia bawakan, menikmati setiap nada yang ia nyanyikan.
Teramat sering kau membuat patah hatiku
Kau datang padanya tak pernah kutahu
Kau tinggalkan aku disaat ku butuhkanmu
Cinta tak begini selama ku tahu
Tetapi ku lemah karena cintaku padamu
Jika cinta dia jujurlah padaku
Tinggalkan aku disini tanpa senyumanmu
Jika cinta dia ku coba mengerti
Mungkin kau bukan cinta sejati di hidupku
Jika cinta dia ku coba mengerti....
Mungkin kau bukan cinta sejati di hati ku
Jika cinta dia jujurlah padaku
Tinggalkan aku disini tanpa senyumanmu
Jika cinta dia ku coba mengerti
Mungkin kau bukan cinta sejati di hidupku.
Ratih menyelesaikan lagunya dia membuka matanya dengan perasaan gugup, kemudian terdengar riuh tepuk tangan dari para penonton yang memintanya untuk kembali bernyanyi.
Sementara Gani, sedari awal pandangan matanya tak lepas dari sosok gadis yang diam-diam berhasil masuk ke dalam hatinya itu.
Ratih turun dari panggung dengan wajah merah dan menunduk malu.
"Gila! Lo keren banget Tih! gue baru tau kalo suara lo sekeren ini, kapan-kapan bikin grup band sekolah yuk, gue yang jadi manager," ujar Aldo antusias.
"Elo yang jadi manager belum sempat debut udah gulung tikar, Do," ucap Angga.
"Sirik ae lo," sungut Aldo.
"Iya, diam-diam suaranya adem euy," Rendy menimpali. Sementara Ratih hanya tersenyum malu menanggapi pujian teman-temannya.
***
Hari ini Gani dan teman-temannya yang mendapat dispensasi libur setelah mengikuti pertandingan kembali bersekolah seperti biasa. Pembukaan cafe Antha yang terancam berantakan kemarin juga sukses berkat Gani dan teman-temannya. Antha bahkan sampai memberikan kupon makan gratis untuk mereka selama tiga hari di kafenya, sebagai tanda terimakasih, Antha juga menawarkan pada mereka untuk mengisi panggung jika ada waktu.
Ratih terlihat berjalan di pinggir lapangan basket bersama kedua temannya sebelum akhirnya sebuah bola menggelinding dan berhenti tepat di depan kedua kakinya. Kepalanya menunduk dan tangannya terulur untuk mengambil bola basket tersebut. Ratih mengernyit bingung ketika matanya tanpa sengaja membaca nama 'Catarina Ratih' ini kan nama gue pikirnya. Ratih menolekan kepalanya ke kanan dan kirinya,
"Kenapa?" tanya Zizi yang melihat Ratih seolah sedang mencari seseorang.
"Ini bola kok ada nama gue, siapa yang nulis coba?" tanya Ratih bingung.
Tiba-tiba dari arah tengah lapangan, terdengar suara berat yang amat Ratih kenal.
"Catarina Ratih, Will you be my girlfriend?" ucapnya disertai senyum.
Ratih diam mematung, otaknya seolah kosong mendengar seseorang yang sekian lama di sukainya secara diam-diam hari ini mengungkapkan perasaannya. Zizi dan Sani pun tak menyangka, bahkan mereka berdua sampai menutup mulutnya dengan tangan saking terkejutnya, mereka juga tak menyangka bahwa perasaan sahabatnya akhirnya terbalaskan juga setelah sekian lama hanya mampu diam memandang dari kejauhan.
Ya, seseorang yang baru saja mengungkapkan perasaannya adalah Gilang Pradipta, sosok yang berhasil mengisi sudut hati Ratih selama dua tahun ini secara diam-diam.
"Kalo kamu terima perasaan aku, kamu cukup tetap pegang bola itu, tapi kalo kamu tolak, kamu boleh lempar bola basket itu sejauh yang kamu bisa," ucap Gilang disertai senyum manis. Dan entah sejak kapan lapangan yang tadinya sepi kini tengah banyak anak-anak yang memperhatikan mereka mereka juga penasaran dengan jawaban Ratih tentunya.
"Terima! Terima! Terima!" riuh tepuk tangan dari para siswa yang tiba-tiba saja sudah mengelilingi lapangan basket juga tak kunjung menyadarkan Ratih dari keterkejutannya pada Gilang. Ratih masih tetap diam, semua terasa seperti mimpi baginya.
"Aku tau, kita nggak cukup dekat sebelumnya untuk menjalin sebuah hubungan, tapi entah sejak kapan aku juga nggak tau, tapi yang aku tau aku jatuh hati sama kamu," ucapnya setelah beberapa waktu terdiam.
Ratih masih diam mematung, mencoba mencerna setiap kata-kata yang di ucapkan di ketua OSIS itu, lidahnya terasa kelu hanya sekedar menjawab 'iya aku juga suka sama kamu' pun Ratih tak mampu. Ratih masih tetap diam tanpa memberikan jawaban. Dan diamnya Ratih itu di anggap iya oleh Gilang.
Hingga Ratih di kagetkan dengan sebuah pelukan hangat secara tiba-tiba dan itu berhasil menariknya kembali ke alam nyata, tersadar dari keterpakuannya.
"Makasih," bisik Gilang di telinga Ratih, yang tiba-tiba saja sudah berhasil memeluknya. Dan itu menjadikan sorak gembira dan desahan lega dari teman-teman mereka dan anak-anak yang tadi mengelilingi mereka.
Ratih menegang untuk sesaat pipinya pun terasa panas akibat perlakuan Gilang, tapi tak ayal itu juga membuatnya tersenyum dan membalas pelukan laki-laki itu. Dia masih merasa ini hanya mimpi. Ratih dan yang lainnya tidak tau, dan tidak ada yang menyadari jika dari jarak beberapa meter dari mereka ada sepasang mata yang menyaksikan kejadian itu dengan tatapan terluka dan perasaan yang berkecamuk sulit untuk dijabarkan, kemudian memutuskan untuk meninggalkan kerumunan itu, mencari ketenangan untuk hatinya.