Kriinggg!
Suara alaram menggema di sebuah kamar bernuansa putih. Membuat laki-laki tinggi dengan kulit putih bersih itu terbangun.
Siapa lagi, jika bukan si pemilik kamar Ardan Saugani.Membuatnya harus lekas beranjak untuk mematikan bunyi alarm yang berhasil membangunkan tidurnya untuk segera mandi dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.
Sambil menahan kantuk Gani pun beranjak dari tempat tidur setelah terlebih dahulu mematikan bunyi alarmnya untuk segera masuk ke dalam kamar mandi setelah mengambil handuknya yang tergantung di belakang pintu kamarnya.
Tak perlu waktu lama bagi Gani untuk menyelesaikan kegiatan mandinya.
Tak lama setelah itu dia sudah siap dengan seragam SMA dan turun ke bawah dengan membawa tas di punggung.
Di semua keluarganya sudah menunggu di ruang makan.
"Selamat pagi," sapa Gani ceria pada kedua orang tua dan kakaknya yang sudah menunggu di meja makan. Sebenernya Gani masih memiliki satu adik perempuan yang masih duduk di bangku sekolah SMP, Gea namanya, tapi Gea memilih tinggal bersama neneknya. Kasihan nenek katanya kalau ditinggal sendirian. Gea memang lebih dekat pada neneknya dibandingkan dengan kedua kakaknya.
"Ardan Saugani, Anak mama dan papa yang ganteng, dan sudah gosok gigi pakai pasta gigi aroma stroberi ini sudah siap dan rapi serta harum wangi kasturi," ucapnya menyapa semua keluarganya yang sudah menunggunya untuk sarapan.
Sementara mama dan papanya hanya tersenyum melihat tingkah Gani.
"Pagi juga, Gani," jawab mama dan papa Gani serempak.
"Ayo, cepat sarapan nanti keburu kalian terlambat," ucap Risa mama Gani
"Ganteng sih... Tapi sayang, masih jomblo celetuk Gina di sertai tawa cekikikan. siapa lagi kalau bukan Kakak Gani.
"Sirik aja lo kak! Kaya lo udah punya gandengan aja."
Gina Hanya mendelik tak suka pada Gani.
"Sama-sama jomblo gak boleh saling menghina, gue kan jomblo berkualitas," kata Gani sambil menarik kursinya untuk duduk.
"Enak aja! gue tuh gak jomblo ya," bantah Gina tak terima.
"Terus, apa? Cuma gak punya gandengan?" jawab Gani santai sambil menuangkan sayur capcay kesukaannya sebagai lauk sarapannya pagi ini ke dalam piring.
"Gue itu single! ingat ya SING-LE!" Ucap Gina penuh penekanan.
"Dan bukan jomblo, atau apalah itu," jawab Gina sambil mengibaskan tangannya.
"Memang, apa coba bedanya? sama-sama nggak punya pasangan juga kan?" Jawab Gani malas sambil memutar bola matanya.
"Ya bedalah, jomblo itu nasib, sedangkan, single itu pilihan. Dan sendiri tanpa pasangan itu pilihan gue untuk saat ini. gak tau deh kalo besok sore," jawab Gina santai.
"Aelah, kak tinggal ngaku kalo jomblo aja susah amat lo. Gengsi aja di gedein. Pantes aja bang Alvin di gaet orang," sahut Gani malas.
Perlu kalian tau, kalo sekarang Gina pernah menyukai seseorang bernama Alvinan Garendra, seorang laki-laki tampan yang berprofesi sebagai pilot disalah satu penerbangan domestik. Sebenernya mereka berdua itu sama-sama saling suka.
Bang Alvin juga udah suka sama kak Gina dari jaman kak Gina awal masuk SMA. Alasan kak Gina nolak kak Alvin itu, cuma karena dulu kak Alvin itu culun dan sering jadi bahan bullyan kak Gina waktu di sekolah. Dan akhirnya waktu kak Alvin datang mengungkapkan perasaannya pada kak Gina setelah dia berhasil menjadi pilot kak Gina malah nolak kak Alvin.
Dan itu, cuma karena kak Gina malu kalau sampai teman-temannya tau kalau ternyata dia pacaran sama korban bullynya dulu.
Dan karena gengsinya itu sekarang bang Alvin malah jadi pacaran sama tetangganya sendiri, karena ngarepin kak Gina gak dikasih kepastian.
Ok, lanjut keadaan meja makan lagi ya
"Gue tu gak gengsi, ya memang kita belum jodohnya aja, mungkin ...," lirihnya ragu.
"Tapi, kenapa lo nangis, waktu denger bang Alvin pacaran sama kak meta tetangga samping rumah?" tanya Gani dengan nada mencibir.
"Mana galaunya sampai ngurung diri dikamar sampai berhari-hari lagi. Kaya anak perawan yang gagal dilamar gebetan aja. Lanjut Gani dengan nada yang menurut Gina amat menyebalkan.
Sementara Gina langsung diam mendengarkan kalimat adiknya itu. Karena apa yang dikatakan oleh Gani memang ada benarnya. Saat Gina mengetahui bahwa Alvin jadian dengan meta dia langsung galau dan berakhir mengurung dirinya dikamar selama tiga hari.
"Mungkin, waktu itu gue lagi khilaf" kilahnya, Nadanya terdengar ragu.
"Kalian kapan selesai sarapan kalo terus debat begini?" sela Risa mama Gani sebelum Gani kembali berbicara.
"Ya sudah, papa berangkat ke kantor dulu ya". kata Abraham papa Gani, setelah sedari tadi diam mendengarkan perdebatan kedua anaknya.
"Dan kalian berdua, belajar sungguh-sungguh ya," tambah Abraham sambil mengelus puncak kepala anak anaknya secara bergantian sebelum pergi.
"Gina, kan udah kerja Pa!" Protes Gina tak terima.
"Oh, iya papa lupa kalo kamu udah lulus dan dapat kerja, papa ingatnya kamu masih kuliah," jawab Abraham sambil terkekeh.
" Ah, satu lagi, kalian jangan terlalu sering berdebat, oke ...," Abraham menjeda kalimatnya sejenak.
"Karena sejatinya kalian sama-sama jomblo, kan?" Kata Abraham setelah beberapa langkah berjalan sambil berbalik menatap kedua anaknya yang juga hampir selesai sarapan sambil memasang senyum jahil dan kemudian langsung berbalik dan segera melanjutkan niat awalnya untuk berangkat bekerja sebelum mendapatkan teriakan protes dari kedua anaknya. Dan benar saja, beberapa langkah setelah dia mengatakan hal tersebut terdengar suara kedua anaknya berteriak memanggil namanya.
"Papaa!" Teriak mereka serempak, sementara Abraham hanya terkikik geli.
"Papa berangkat, Ma," pamit Abraham pada Risa yang ikut mengantarkan sampai depan pintu.
Tak lama setelah Abraham berangkat kini giliran Gani dan Gina untuk berpamitan pada Risa untuk berangkat ke tujuan mereka masing-masing.
Kami berangkat, ma," ucap mereka serempak sambil bergantian mencium telapak tangan sang mama.
"Iya, hati-hati di jalan," pesan Risa.
***
Gani sampai di sekolah 15 menit sebelum bel berbunyi, dan ketiga teman-temannya pun secara bersamaan juga baru sampai. Jadi mereka memutuskan untuk masuk ke dalam kelas.
"Woy! Gan tunggu!" Itu suara Angga, Dwipangga Danendra nama lengkapnya. Kemudian disusul oleh dua orang lain di belakangnya, Saputra Niko Anggara dan Rafli Fabian, mereka adalah sahabat Gani. Dan perlu kalian ketahui bahwa mereka bertiga adalah anggota inti club voly disekolah kecuali Rafli tentunya.
Mendengar namanya dipanggil Gani hanya menoleh lalu berhenti sebagai tanda dia menunggu semua sahabatnya itu.
"Oh iya Gan kata pak Basri sekitar 3 bulan lagi ada turnamen voly antar sekolah, yang ngadain pemprov. Dan kata pak Basri juga tim kita udah di daftarin buat ikut," celetuk Angga setelah mereka berjalan menuju kelas.
"Kok, gue gak tau? Padahal gue kan kaptennya," jawab Gani sambil mengerutkan alisnya bingung.
"Lah, elo kan kemaren sempet gak masuk sekolah seminggu karena sakit cacar," ujar Niko menyahut.
"Oh, iya lupa gue," ucap Gani sambil terkekeh.
"Ah, iya Pak Basri kemaren ngasih tau gue emang pas lo lagi sakit, dan pas lo udah masuk gue lupa ngasih tau, baru inget ini tadi," jawab Angga menambahi.
Sementara Gani hanya mengangguk tanda dia mengerti. Memang benar beberapa hari yang lalu Gani sempat tidak masuk sekolah dikarenakan sakit cacar. Tapi dari dua hari yang lalu Gani sudah kembali sekolah.
"Ok, mulai minggu depan kita latihan voly seminggu tiga kali. Lo kasih tau yang lain bisa kan?" perintah Gani ke Angga.
"Sip, entar gue umumin lewat group chat," ucap Angga sambil menunjukkan jempol tangannya.
Gani hanya mengangguk sebagai jawaban.
***
Bel tanda istirahat sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu, tapi seorang gadis dengan gaya rambut kuncir kuda dihiasi pita putih itu sama sekali tidak berminat untuk beranjak dari tempat duduknya. Dia bahkan masih saja asyik dengan kegiatan membaca novelnya, bahkan ketika dua teman terdekatnya merengek untuk mengajaknya pergi ke kantin pun dia sama sekali tidak berminat.
"Ayolah, Catarina Ratih, lo gak laper apa? gue gak sempet sarapan tadi pagi. Gue kesiangan lagi, gara-gara semalam maraton drama dan baru selesai sekitar pukul dua pagi, sekarang gue laper banget," keluh Sani sambil memegang perutnya.
Sementara Zizi, teman Ratih yang lain hanya mengangguk sambil memasang wajah memelas yang dia tunjukkan pada Ratih. Berharap gadis itu akan mau ikut bersama mereka untuk pergi ke kantin.
Ratih hanya bisa menghela nafas panjang. "Ok gue ikut," putusnya karena sudah jengah dengan rengekan kedua temannya itu. Bukan tanpa alasan sebenarnya Ratih menolak ajakan kedua temannya. Ratih hanya tidak terlalu suka dengan keramaian, dan dia juga tidak suka dikenal banyak orang. Itulah sebabnya mengapa Gani saja yang kelasnya bersebelahan dengan kelas Ratih pun tidak mengetahui Ratih, padahal Gani mengenal dan cukup dekat dengan Zizi dan Sani.
Saat mereka bertiga sampai di kantin, ternyata bangku kantin sudah terlihat penuh dan hanya tinggal ada satu meja yang terlihat kosong. Tidak bisa dikatakan kosong juga karna sudah ada empat kepala yang menghuni tempat tersebut, siapa lagi jika bukan Gani dan kawan-kawan.
Melihat hal tersebut Sani menyuruh Zizi dan Ratih untuk memesan makanan sementara dirinya yang akan mencari tempat duduk.
"Lo berdua yang pesen makan gih, biar gue yang cari tempat duduk, pesenin gue kaya biasanya ya Zi," kata Sani, Zizi dan Ratih hanya mengangguk dan segera mengantri di stand keinginan mereka. Sementara Sani langsung menuju bangku yang di duduki Gani dan teman-temannya.
"Gue sama temen-temen gue duduk sini ya Gan?" tanya Sani meminta izin pada mereka yang telah terlebih dulu menempati bangku tersebut.
"Boleh, duduk aja ini tempat umum nggak perlu pake izin segala, ujar Gani.
"Zizi mana San?" Niko bertanya sambil menolehkan kepalanya mencari sosok gebetannya. Ya, Niko sekarang memang tengah dekat dekan salah satu teman Ratih, yaitu Zakiya Talita Fahmi atau yang sering disapa Zizi, tak lama setelah Niko menanyakan keberadaan Zizi, Zizi dan Ratih pun datang sambil membawa makanan mereka.
Gani sedikit terkejut melihat Ratih juga ada di antara mereka.
"Halo, Ratih kita ketemu lagi," Sapa Gani sambil tersenyum pada Ratih sambil melambaikan tangannya. Awalnya Ratih agak terkejut melihat Gani yang satu meja dengannya tapi, kemudian Ratih kembali menormalkan ekspresi wajahnya kemudian tersenyum tipis.
"Halo, Gani," jawab Ratih canggung, karena semua penghuni meja itu kini semua mengarah padanya dengan wajah heran.
"Gue ketemu Ratih di halte depan waktu sama-sama neduh pas hujan kemaren, terus sekalian kenalan dan gue antar pulang sekalian soalnya udah sore," Gani menjelaskan kebingungan teman-temannya.
Sementara Ratih hanya mengangguk tanda mengiyakan.
"Nah, Ratih kenalin ini temen-temen gue yang paling ujung pakai kacamata namanya Rafli juara kelas gue dia, terus sebelahnya lagi yang duduknya depan Sani itu namanya Angga, calon pacarnya Sani, iya, gak San kata Gani sambil sambil menaik turunkan kedua alisnya berusaha menggoda Sani dan Angga. Sementara Sani langsung melotot mendengar perkataan Gani yang terakhir.
"Gan, kepala lo belum pernah salaman sama sepatu gue ya kayaknya? Mau coba gak?" tawar Sani mengambil ancang-ancang ingin melepaskan sebelah sepatunya dan memasang wajah datar.
Gani hanya memasang cengirannya sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah membentuk simbol damai pada Sani. Sementara yang ada di meja tersebut hanya tertawa melihat tingkah Gani yang menggoda Sani.
"Nah, yang sebelah kanan gue ini namanya Niko, kalo dia masih pendekatan kayaknya sama Zizi kayaknya. Ya, nggak Nik?" Tanya Gani pada Niko.
"Yo'a jawab Niko tanpa merasa malu sambil melirik kearah Zizi berniat menggoda cewek tersebut. Sementara Zizi yang duduk di depan Niko hanya menunduk, wajahnya sudah memerah karena menahan malu.
"Salam kenal ya nama gue Ratih," ucap Ratih setelah Gani selesai memperkenalkan teman-temannya sambil menjabat tangan mereka satu-persatu diiringi senyum manis menurut Gani. Gani bahkan sampai menahan nafas sejenak saat melihat senyum manis Ratih.
Lalu mereka kembali melanjutkan makan mereka yang sempat tertunda akibat perkenalkan singkat mereka.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang menatap mereka dengan tangan mengepal kuat dan pandangan tajam.