Chereads / Destiny of Gani with Ratih / Chapter 3 - Awal pertemuan

Chapter 3 - Awal pertemuan

Siapa sangka cuaca yang tadinya cerah kini mendadak hujan deras disertai petir dan angin kencang. Ratih, perempuan dengan kulit putih rambut hitam sepunggung dengan bibir pucat itu sekarang tengah menggerutu di depan halte karna harus terjebak hujan dengan seorang yang sama sekali tidak dikenalnya dan itu hanya berdua.

"Ck! Tau gini tadi gue mau aja di ajak pulang bareng Sani," gerutunya.

Sementara tak jauh dari tempat Ratih berdiri ada seorang laki-laki yang tengah memperhatikan nya sambil tersenyum.

Cantik, batinnya.

"Jangan menggerutu di depan hujan" kata lelaki itu.

"Astaga!" Ratih terlonjak sambil mengelus dadanya.

Kemudian lelaki itu terkekeh." Sorry" katanya merasa tak enak karena membuat perempuan di sampingnya ini terkejut.

Sementara Ratih hanya melirik sekilas dan tanpa menjawab permintaan maaf laki-laki yang belum di kenalnya itu.

"Hujan itu anugerah, untuk para petani misalnya," ucapnya diiringi senyum.

"Ck, sepertinya dia punya hobi senyum," gerutu Ratih pelan agar tak didengar oleh laki-laki di sampingnya itu sambil menoleh sekilas padanya.

"Hujan selalu  punya alasan kenapa ia jatuh, dan kedatangan hujan juga benar benar menyejukkan hati juga pikiran bagi orang-orang tertentu," kata Gani sambil mengulurkan tangannya agar terkena air hujan yang mengalir dari atas atap halte.

Sementara Ratih hanya melirik sekilas pada lelaki yang memakai seragam sekolah yang sama dengannya dan belum dia ketahui namanya itu sambil menenangkan detak jantungnya karna terkejut dengan kedatangan Gani yang tiba tiba pindah di sampingnya.

"Hujan selalu kembali walau telah jatuh berkali-kali, seolah tidak peduli berapa banyak sakit yang dia rasakan, kamu tahu hal yang paling romantis dari hujan?" tanya Gani  pada Ratih.

Ratih hanya menggeleng sambil ikut membasahi tangannya dengan air hujan mengikuti laki-laki yang berada di sampingnya itu.

"Dia selalu mau kembali, meski tahu rasanya jatuh berkali-kali," ucapnya.

"Kamu? Suka hujan?" tanya Ratih.

Gani tersenyum lembut ke arah Ratih sambil menganggukkan kepalanya, kemudian Gani memutar badannya menghadap Ratih dan menyodorkan tangannya.

"Kenalin gue Gani," ucapnya sambil tersenyum kearah Ratih.

Sebenarnya Ratih agak ragu untuk menyambut uluran tangan Gani, yah karena Ratih memang tergolong siswi pendiam di sekolahnya. Bahkan dia juga baru pertama kali ini  ngobrol berdua dengan lawan jenis.

Ya, meskipun gak bisa dibilang ngobrol juga sih, karena sedari tadi yang ngomong cuma Gani, sedangkan Ratih hanya sebagai pendengar.

Gani yang mengerti jika Ratih merasa tidak nyaman pun tersenyum.

"Gue bukan orang jahat kalo lo mau tau," ucapnya masih dengan tersenyum.

Nah kan senyum lagi dia.

Ratih hanya melirik sekilas lalu menunduk masih merasa ragu.

"Kita bahkan satu sekolah, liat kan, bahkan seragam kita sama, kalo gue punya niat jahat ke elo pasti gampang buat nangkepnya," tambahnya.

Dan Ratih masih tetap diam, sambil menggesek-gesekkan kuku ibu jari dan jari telunjuknya.

"Gue pegel tau tangannya nggantung gini, ini bukan tali jemuran yang bisa di anggurin terus," ketusnya, ternyata sedari tadi ukuran tangan Gani belum disambut oleh Ratih.

Karna merasa tak enak akhirnya Ratih pun menjabat tangan Gani.

"Ratih, Catarina Ratih," ucapnya.

Gani pun mengucapkan namanya lagi " gue Ardan Saugani, Panggil aja Gani, panggil sayang juga boleh," cengirnya mencoba bercanda.

Yang di tanggapi Ratih dengan senyum tipis.

Lalu mereka sama-sama diam bingung ingin mengatakan apa, dengan Ratih yang menunduk melihat ujung sepatunya dan dengan Gani yang melihat sisa tetesan air hujan yang ada di depannya dengan kedua tangan masuk ke saku celana.

"Rumah lo di mana?" tanya Gani tiba- tiba.

Ratih pun menoleh untuk memastikan Gani berbicara dengannya. "Hah? Apa? Lo ngomong sama gue?" katanya memastikan.

Gani mendengkus. "Ya iya lah, lo pikir disini ada siapa selain lo sama gue? Si manis jembatan Ancol? Di sini nggak ada jembatan, adanya ambulan noh di masjid seberang." ucapnya sambil bersungut-sungut.

Sedangkan Ratih hanya meringis merasa tak enak pada Gani.

"Ya gue kan cuma mastiin aja, kenapa lo jadi sewot, kayak perempuan lagi datang bulan," jawab Ratih.

"Abisnya lo dari tadi diem aja di ajakin ngomong," jawab Gani masih agak ketus.

Ratih memilih diam tak menyahut, dia juga bingung kenapa bisa-bisanya dia jadi banyak bicara pada orang yang baru saja di kenalnya itu.

"Jadi rumah lo di mana? Biar gue anterin sekalian, hujannya juga udah reda," ucap Gani sambil melihat sisa rintik hujan yg masih terlihat rintik-rintik kecil.

"Gak usah deh, entar ngerepotin, gue nunggu angkot aja," tolak Ratih merasa tak enak, meskipun sebenarnya dia juga ragu, apa masih ada angkot yang lewat di jam segini.

"Udah lah gak papa, gak usah sungkan, kan sekalian. Gak baik juga cewek sendirian disini, mana udah mulai sepi juga, angkot juga udah jarang lewat jam segini. Lo nggak takut emangnya? Dengar-dengar di sini banyak…,"

"Stop! Oke gue ikut lo, "potong Ratih cepat sebelum Gani menyelesaikan ucapannya.

Gani hanya terkekeh mendengar Ratih memotong ucapnya tanpa mau mendengar kelanjutan yang akan dia ucapkan.

"Padahal gue kan cuma mau bilang kalo disini banyak  genangan air abis hujan," katanya sambil terkekeh.

"Cepetan! Elah, katanya tadi mau nganterin pulang? Kenapa malah bengong?" kata Ratih tidak sabaran, membuat Gani tersadar.

"Ck iya iya, sabar napa, tadi aja sok nggak mau di anterin pulang, taunya sekarang maksa-maksa dasar cewek," katanya.

Sementara Ratih hanya diam tak menanggapi perkataan Gani.

"Ayo naik!" perintah Gani setelah sampai di atas motornya.

Dengan ragu Ratih naik, setelah merasa cukup aman Ratih memegang pundak Gani sebagai pegangan saat motor Gani melaju.

"Gue bukan tukang ojek!" ketusnya, melihat Ratih yang memegang pundaknya

"Terus gue pegangan sama apa dong?" tanya Ratih bingung.

"Pegangan pinggang gue bisa kali, biar lebih aman, biar sambil meluk sekalian," jawab Gani asal.

Ratih melotot sambil memukul pundak Gani.

"Modus lo ya!" sungutnya.

Sementara Gani hanya tertawa mendengarnya.

Kemudian mereka melakukan motornya dengan kecepatan sedang menuju alamat rumah yang di beritahukan Ratih.

Selama perjalanan mereka menuju rumah Ratih tidak ada satu pun dari mereka yang memulai percakapan. Hingga Gani yang tidak tahan dengan keheningan pun bertanya pada Ratih.

"Lo kelas berapa?" Tanya Gani.

"XI-ipa 2" jawab Ratih tanpa niat kembali bertanya Gani kelas berapa.

Sementara Gani mendengkus sebal pada Ratih.

"Lo gak mau nanya gue balik gitu, gue kelas berapa," kata Gani menahan jengkel pada gadis di boncengannya itu.

"Nggak!" Jawab Ratih cuek.

"Ya udah gue kasih tau, gue kelas XI-ipa 3, kelas kita sebelahan ternyata," ucap Gani tanpa di tanya.

"Gak nanya tuh," ketus  Ratih.

"Ya gue kan cuma ngasih tau aja biar lo tau, lagian ngasih tau Ratih.gue juga nggak buat gue tambah jelek kok," jawab Gani cuek. Sepertinya dia sudah mulai kebal dengan kecuekan Ratih.

Seolah ingat sesuatu kemudian Gani bertanya lagi. "Eh, tapi kok gue gak pernah liat lo di sekolah sih? Padahal kita kan sebelahan aja kelasnya," tanya Gani lagi.

Sementara Ratih hanya mengedikan bahunya tanda dia tak perduli.

Hingga tak lama kemudian sampailah mereka di depan rumah Ratih, Ratih pun segera turun dari motor Gani.

"Thanks ya Gan, udah nganterin gue pulang," ucap Ratih.

Sementara Gani hanya mengangguk dan tersenyum.

"Iya sama-sama," jawabnya.

"Mau mampir dulu gak? Tawar Ratih basa basi.

"Gak usah deh, lain kali aja, gue buru-buru, udah sore juga," ucap Gani.

"Ya udah gue langsung pulang ya" kata Gani yang hanya dijawab anggukan oleh Ratih.

"Sekali lagi makasih ya, hati-hati di jalan," ucap Ratih.

Dan hanya dijawab acungan jempol oleh Gani.

Kemudian Ratih segera masuk ke dalam rumahnya usai memastikan Gani sudah tidak terlihat lagi.

Saat masuk ke dalam rumah, Ratih sudah di sambut cengiran sang adik yang penasaran.

"Siapa tuh kak? Bening banget, pacar kakak ya?" tanya Vallen penasaran.

"Apaan sih! Kepo, sana masuk!" usir Ratih.

"Maaa! Kakak pulang di anterin pacarnya! Pake motor ninja warna merah!" teriak Vallen menggoda kakaknya.

"Apaan sih! Enggaaak ma! Vallen bohong, udah sana ih! Jangan ganggu," usir Ratih.

Sementara Vallen hanya terkikik melihat raut panik kakaknya.

"Kok nggak di kenalin mama? Mama kan juga pengen liat pacar kakak," tanya Wulan yang tiba-tiba keluar dari arah dapur.

"Itu bukan pacar Ratih ma, orang Ratih aja baru kenalan tadi kok," ucap Ratih.

"Baru kenalan kok udah boncengan di anter pulang, peluk pinggang lagi ma," ucap Vallen meledek.

"Diem kamu bocah! Enggak ma! serius Ratih nggak pelukan ma!" Ucap Ratih panik.

"Bohong itu ma, itu pasti pacarnya kak Ratih, ganteng lagi ma, putih orangnya tinggi, kalo kakak nggak mau buat aku aja," Vallen masih berusaha mengompori.

"Emang bener kakak di antar pulang pacarnya?" tanya Wulan.

" Enggak ma, Ratih tadi baru kenal pas nunggu angkot di halte depan sekolah," ucap Ratih menjelaskan.

"Kok nggak bareng Zizi atau Sani?" tanya Wulan.

"Tadi aku piket ma, terus Sani sama Zizi aku suruh duluan aja kan kasian kalo harus nunggu. Terus pas udah selesai piket dan aku lagi nunggu angkot di halte tiba-tiba hujan, nah di halte itu kebetulan cuma ada aku sama laki-laki yang di liat Vallen tadi. Karena hujannya juga udah reda, terus takut nggak ada angkot lagi karena udah sore, jadi sekalian aja dia nganterin aku pulang, ternyata rumahnya juga searah katanya," ucap Ratih menjelaskan.

"Tapi tadi Vallen liat kakak meluk dia,' ucap Vallen lagi.

"Itu nggak meluk ya, aku cuma pegang bajunya, yakali aku di bonceng nggak pegangan," ucap Ratih bersungut-sungut.

Sementara Wulan hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Ratih.

"Ya udah, sana buruan mandi, nanti kesorean abis itu makan, Vallen juga," ucap Wulan akhirnya.