Chereads / Kawin Kontrak Mafia / Chapter 14 - Episode 14 : Membuat Han Marah

Chapter 14 - Episode 14 : Membuat Han Marah

Suara yang sangat bising dari para pelayan terdengar dari luar kamar, aku membuka mataku dan melihat wajah Han dari dekat. Wajah yang sangat imut dan tampan bahkan wajah yang dikenal dingin dan kejam 360 derajat berubah saat bersamaku, memang dia yang meminta agar sifat kami tidak berubah saat bersama tapi sekejamnya aku, aku tidak bisa kejam kepadanya padahal aku bisa saja langsung membunuhnya disaat aku bersama dengan dia

Rasa linu masih terasa di leherku, aku mengambil handphoneku dan melihat bekas gigitan Han masih membekas di leherku. Terkadang aku ingin sekali memprotes orang yang menciptakan janji setia harus digigit lehernya terlebih dahulu. Emangnya dikira vampir apa gigit - gigit leher seperti itu apalagi bekas ini akan susah dihilangkan dengan cara apapun

"Kamu sudah bangun istriku? gumam Han menatapku

"Sudah aku barusan bangun" gumamku meletakkan handphoneku di atas meja

"Apa kamu lapar?"

"Tidak sama sekali"

"Kalau lapar bilang ya..." desah Han kembali menutup matanya

"Han aku boleh tanya sesuatu gak?"

"Tanya apa?"

"Apa maksud kamu kalau kamu bisa menjalankan tanggungjawabmu, tanggungjawab apa ?"

"Ya tanggungjawabku sebagai suamimu lah"

"Kenapa kamu tetep ngotot kalau aku istrimu?"

"Apa ayahmu tidak memberitahu apapun kepadamu?"

"Tidak..."

"Ayahmu mungkin pernah memberitahukanmu tapi kamu ngotot mencintai San padahal ayahmu dari dulu tidak menerima San" gumam Han pelan, perkataan Han mengingatkanku saat ayah memarahiku untuk pertama kalinya saat aku pulang dari berkemah dengan San di gunung dan kami hanya membawa satu tenda saat itu

"Oh ... Ya aku ingat" desahku pelan

"Lalu, apa hubungannya?" tanyaku serius

"Ayahmu dan ayahku memang menjodohkan kita, itulah kenapa saat pembunuhan ibu tirimu kamu dan ayahmu tidak terluka sama sekali"

"Pembunuhan itu karena kakak kan?"

"Ya, kakakmu yang mengambil kesempatan saat ayahmu kalah judi dengan ayahku. Sebenarnya taruhan itu hanya main - main tapi ternyata kakakmu menganggapnya sungguhan dan ya ibu tirimu di bunuh olehnya"

"Ohhh..." desahku pelan

"Kenapa ayah menjodohkanku denganmu? Dan sejak kapan?"

"Sejak ayahmu masih ketua mafia... Ayahmu menjodohkan kita agar aku bisa menjagamu nantinya, itulah kenapa semasa sekolah kita selalu bertemu karena orang tua kita memang merencanakan itu semua" guman Han pelan

"Oh benarkah? Aku sangat terkejut" gumamku pelan

"Kamu pasti tidak percaya kan, kalau tidak carilah perjanjian perjodohan itu di rumahmu kamu akan mengerti"

"Kamu tahu?"

"Tahu... Saat perjanjian itu kamu masih bayi dan aku sudah anak - anak. ayahmu dan ayahku menandatangani perjanjian itu di depan mataku"

"Tapi kenapa ayah tidak memberitahukannya kepadaku"

"Kamu masih mencintai San dan ngotot masih mencintainya bagaimana ayahmu akan mengatakannya kepadamu!" protes Han kesal

"Ke... Kenapa kamu memarahiku?" gumamku pelan

"Aku tidak memarahimu cuma sedikit kesal saja, kamu dibutakan cinta monyetmu dengan San. Sudah tahu di dunia mafia dijodohkan adalah hal yang wajar kamu malah percaya dengan pria mesum itu sampai sekarang"

"Pria mesum? Kenapa dia dipanggil pria mesum, seharusnya kamu tuh yang di panggil pria mesum!" gerutuku membela San

"Hmmm benar dugaanku, walaupun kita sudah melakukan perjodohan, ayahmu di bunuh oleh San bahkan kita sudah sama - sama janji setiapun kamu masih membela San" desah Han melepaskan pelukannya dan membelakangiku

"Eee... Mmm tidak seperti itu, a... Aku tidak membela San, hanya aku belum punya bukti memanggilnya pria mesum"

"Kalau kamu masih mencintainya, lebih baik kamu tidak perlu tahu..." desah Han pelan

"Apa kamu marah?" gumamku menyentuh bahunya tapi Han langsung menepisnya

"Enggak, aku biasa saja"

"Kalau biasa saja, kenapa kamu cuek seperti itu?" desahku pelan

"Tidak, aku tidak cuek..." gumam Han beranjak dari tempat tidur menuju ke kamar mandi

"Han kenapa bisa marah seperti itu? Kan aku hanya ingin bukti darinya kalau San benar - benar pria mesum" desahku bingung. Tidak beberapa lama Han keluar dari ruang ganti dengan wajah sangat kesalnya, aku menggenggam erat tangannya dan terus menatapnya

"Kamu akan pergi kemana?"

"Aku ada rapat"

"Apa kamu tidak mengajakku?"

"Mengajakmu? Kamu pasti akan menolak dan memilih ikut rapat dengan organisasi San" gerutu Han kesal

"Enggak, aku tidak ..."

"Sudahlah..." Han menepis tanganku dan keluar dari kamar dengan perasaan marah. Aku mengambil handphoneku dan menelepon kakak tapi tidak diangkat sama sekali

"Kemana perginya kakak sih?" gerutuku kesal, di bawah bantal terlihat handphone Han tertinggal di kamar, aku membuka handphonenya ternyata handphonenya tersandi

"Aduh, apa sandinya ya?" gumamku bingung

"Kalau angka aku bisa tapi kalau tulisan seperti ini... Bagaimana aku bisa membuat tulisan yang menjadi kata sandi Han?!!!" teriakku kesal

"Tapi tunggu..." desahku menulis namaku di kata sandinya dan benar - benar terbuka

"Kata sandinya... Namaku sendiri?" gumamku terkejut

Aku membuka semua pesan, panggilan telepon, bahkan messengernya tidak ada pesan dari wanita, semua teman kantor dan mafianya bahkan di galerinya hanya ada fotonya, foto keluarganya, foto adiknya, dan kebanyakan fotoku yang ada di dalamnya

"Tunggu... Folder tersembunyi? Kata sandi ada di catatan" gumamku terkejut, aku segera membuka catatan handphonenya dan terdapat satu tulisan yang bertuliskan SANI ISTRIKU

"Astaga kata sandinya... Se... Seperti ini?" gumamku terkejut, aku segera kembali ke galeri dan membuka folder itu dan betapa terkejutnya aku melihat ada foto keluargaku dengan keluarga Li dan ada foto sebuah kertas bertulisankan perjanjian pernikahan

"Kenapa tulisannya kecil banget" gerutuku memperbesar foto itu dan betapa terkejutnya aku kalau ada namaku dan nama Han Li tertulis dengan jelas di perjanjian itu

"Ja... Jadi perkataan Han benar..." desahku mematikan handphone Han

"Astaga apa yang aku lakukan..." desahku pelan

Krriiiiinnggg

Tiba - tiba handphoneku berbunyi dan ternyata Fadil yang meneleponku, aku segera mengangkat teleponku itu

"Hallo.."

"Hallo Sani kamu dimana?"

"Aku di kamar, kenapa?"

"Apa kamu membuat Han marah hari ini?"

"Memang kenapa?"

"Dia di rapat terus terdiam gak mau berbicara sama sekali, apa kamu..."

"Ya aku membuatnya marah"

"Kenapa kamu membuatnya marah padahal ini rapat penting..."

"Aku tidak berniat melakukan itu, aku hanya tidak percaya dengan label San itu seorang pria mesum"

"Emang San pria mesum" desah Fadil serius

"Tapi kan tidak ada buktinya!!"

"Mintalah Han menunjukkan buktinya nanti malam, tapi sebelum itu kemarilah dan buat Han mengundur rapat ini. Kalau tidak akan sangat kacau"

"Hmmm... Baiklah aku kesana" gumamku menutup telponku

Aku segera mandi dan memakai make upku, aku bingung cara membujuk Han bagaimana apalagi dia tadi juga menepis tanganku dua kali tapi mau tidak mau aku harus melakukannya

Setelah selesai berdandan aku segera pergi ke ruang rapat itu. Masih berada di depan ruang rapat aku mendengar suara tembakan di dalam ruangan itu. Aku segera membuka pintu dan melihat ada empat orang mati tertembak di kepalanya

"Ketua pergi dari sini!!!" teriak seorang pria menatapku

"Kenapa?" gumamku melihat Han menodongkan senjatanya ke arah pria itu, aku segera berlari di depannya dan menahan agar Han tidak menembak seseorang lagi

"Minggir kamu!!"

"Han, jangan bunuh orang lagi!!"

"Bukan urusanmu"

"Han..."

"Minggir!!!" teriak Han kesal, aku berjalan ke arah Han dan mengarahkan senjatanya ke kepalaku

"Kamu marah kepadaku kan? Kalau begitu bunuh aku saja, jangan bunuh orang lain"

"Sani apa kamu gila!!" teriak Fadil kesal

"Pergi kamu!!" teriak Han dingin

"Enggak!!!"

"Pergi gak!!"

"ENGGAK!!"

"Apa kamu mau ku bunuh?"

"Kalau kamu ingin membunuhku, maka bunuhlah aku. Aku memang salah, sesuai janji setia kita. Kamu boleh membunuhku..." gumamku tersenyum, Han menatapku dingin, menghela nafas panjang dan menurunkan senjatanya

"Kenapa kamu kemari?" desah Han pelan

"Aku lapar, aku ingin mengajakmu makan" gumamku serius

"Aku sedang rapat..."

"Tapi aku lapar, kata kamu aku tidak boleh sampai tidak makan"

"Kamu makanlah sendiri"

"Enggak mau. Temani aku" gumamku pelan

"Tapi..."

"Aku mohon suamiku..." gumamku pelan

"Suami?" gumam seluruh orang terkejut

"Hmmm baiklah..." desah Han memasukkan kembali senjatanya

"Kamu mau makan apa?"

"Apapun, aku ikut kamu" gumamku berusaha semanja mungkin. "Astaga harus dikemanain wajahku ini" desahku dalam hati

"Hmmm baiklah, rapat ditunda besok" gumam Han menggandeng tanganku keluar dari ruang rapat

Tangan Han memegang tanganku erat, aku tidak menyangka hanya bilang untuk membunuhku dan mengajaknya dia makan Han bisa seluluh ini kepadaku. Han mengajakku makan di restoran yang ada di bawah gedung ini, restoran yang hanya ditempati oleh orang - orang elite saja

"Kamu mau makan apa?" gumam Han pelan, aku membuka buku menu dan membaca menu yang ada

"Mmmm... Aku mau steak saja"

"Oh baiklah..." desah Han pergi memesan makanan

"Hmmm..." aku menatap Han dari belakang, dia kalau marah sama sepertiku tidak mengenal siapapun tetap saja ditembak

Aku membuka handphoneku dan melihat banaak pesan dari Fadil di handphoneku, Fadil begitu khawatir kepadaku, aku segera membalasnya kalau aku baik - baik saja

"Ini makananmu" gumam Han mengagetkanku

"Ohh mmm makasih" gumamku memasukkan kembali handphoneku

Han memotong steaknya dan memakannya dengan lahap seakan - akan dia melupakan semua hal yang terjadi hari ini

"Han..." desahku memegang tangan Han dengan erat

"Ada apa?"

"Love you..." gumamku tersenyum dan Han membalas senyumanku

"Hmmm Love you too" aku melepaskan tangan Han dan melahap makananku

"Kamu hari ini sangat cantik"

"Tidak juga"

"Aku mengatakan yang sebenarnya"

"Hmmm iya deh..." desahku kembali tersenyum

"Apa ada yang ingin kamu katakan?" gumam Han dingin

"Kenapa kamu berpikir aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu"

"Hanya menebak saja, kalau ada katakan saja"

"Aku hanya ingin meminta tolong kepadamu"

"Minta tolong apa?"

"Kamu bisa gak buktiin kalau San itu pria mesum"

"Aku sudah katakan kamu tidak perlu tahu kalau kamu mencintainya"

"Aku tidak mencintainya" gumamku serius

"Oh..." desah Han santai. Aku menggenggam erat tangannya dan menatap Han serius

"Tolong bantu aku buktikan itu"

"Untuk apa?"

"Ya untuk menebus kesalahanku kepada ayah dan juga agar San tidak terus merebutku lagi" gumamku serius

"Apa kamu mau dia terus merebutku?" gumamku melepaskan tangan Han tapi Han menggenggam erat tanganku

"Baiklah, aku akan membuktikannya malam nanti, tapi ada syaratnya..."

"Apa syaratnya?"

"Kamu akan tahu nanti..."

"Baiklah apapun syaratmu Han" gumamku pelan, aku hanya ingin tahu kenapa bisa San di juluki pria mesum dan juga aku ingin tahu kenapa San membunuh ayahku apalagi aku percaya San pasti punya niat lainnya

"Han apa harus malam ini?"

"Tidak juga... Tapi setiap malam" gumam Han santai

"Se... Setiap malam?"

"Yups benar..."

"Setiap malam? Ngapain aja dia?"

"Kamu akan tahu nanti..."

"Mmm Han apa kamu masih marah?"

"Sedikit..."

"Bagaimana caraku agar kamu tidak marah kepadaku?"

"Apa kamu ingin tahu?"

"Ya..." gumamku serius, Han beranjak dari tempat duduknya dan menciumku lembut

"Sudah..."

"Ke.... Kenapa kamu menciumku?" gumamku terkejut

"Karena itu caranya agar aku tidak marah kepadamu"

"Hmmm, aku mengerti" desahku berusaha tersenyum

"Nanti kita ada pesta, untung kamu sudah memakai gaun"

"Pesta apa?"

"Ya pesta pengangkatan dirimu sebagai seorang ketua mafia"

"Aku gak mau ikut"

"Kenapa enggak mau?"

"Ya gak mau aja, gak suka pesta banyak orang" gumamku pelan

"Lalu pesta itu bagaimana?"

"Ya pesta ya pesta saja tapi aku gak mau disuruh sambutan segala macem"

"Tidak ada sambutan, hanya pesta makan - makan saja"

"Terus masalah San?"

"Nanti setelah pesta kamu akan tahu kebusukan San"

"Kalau Samuel?"

"Samuel sih susah untuk di tebak, apalagi dia sama sepertiku" gumam Han pelan

"Oh mmm baiklah" desahku pelan

Aku kembali menyantap makananku dengan lahap, aku tidak tahu harus apa untuk membuka kebusukan ketiga pria ini apalagi Samuel orang yang sangat mirip dengan Han, dia sama sekali tidak punya celah untuk disalahkan bahkan pria di depanku ini sama sekali tidak memiliki celah untukku pergi dari genggamannya