Hari ini adalah natal yang di tunggu - tunggu seluruh orang yang ada di dunia, tapi tidak bagiku. Aku tidak merasakan meriahnya natal di tahun ini bahkan dua tahun sebelumnya juga aku tidak merasakan indahnya natal. Aku segera mandi dan berdandan di pagi ini, aku memang sedih tapi aku tidak mau siapapun tahu kalau aku sedang sedih. Aku berjalan menuju ke balkon kamar dan merasakan dinginnya suhu yang menusuk sampai ke tulang. Di luar kamar aku melihat salju turun dengan lebat, pohon natal berdiri kokoh di sekitar rumah ini, bahkan jalanan di hiasi lampu tumbler yang berkelap kelip dengan indah.
Di bawah rumah aku melihat Han memberikan sekotak kado kepada seorang wanita cantik yang ku jumpai saat di gedung pertemuan kemarin dan juga Nana di samping wanita cantik itu. Tunggu! Nana? Wanita itu? Ngapain mereka disini? Rasa sakit rasa sedih bercampur aduk di hatiku, aku menatap mereka dengan waktu lama sampai akhirnya Han sadar akan tatapanku
"Apa yang kamu lihat Han?" tanya Nana bingung tapi Han hanya menatapku terkejut
Nana dan wanita itu menatapku dengan terkejut, aku tidak tahu kenapa mereka bertiga menatapku dengan tatapan menghina seperti itu. Walaupun mereka menatapku dengan terkejut tapi menurutku sama saja itu adalah tatapan menghina, apalagi aku tidak mendapatkan hadiah malah orang lain yang di berikan hadian dari Han yang membuatku kesal
"Sani?" gumam Nana terus menatapku, tanpa berfikir panjang aku segera masuk kembali ke dalam kamar dan menutup pintu balkon dengan keras
"Sungguh menyebalkan!!" gerutuku kesal
Aku menatap wajahku di kaca, wajah yang sangat cantik. Aku memang sengaja berdandan tanpa memakai kacamata jadi terlihat sekali wajahku yang masih muda seperti wajahku saat aku masih sekolah. Aku masih penasaran, apa karena wajahku seperti wajah saat aku masih sekolah membuat Han dan Nana terkejut? Padahal tidak ada yang berubah sama sekali menurutku
Toookkk... Toookkk... Toookkk
Tiba - tiba aku mendengar suara pintuku terketuk dengan keras dari luar kamar, aku mengintip dari lubang kecil yang ada di tengah pintu dan aku melihat Win pelayan pribadi Rina yang sedang ada di luar kamar dengan tersenyum manis
"Ada apa?" gumamku dingin
"Sarapan sudah siap nona, nona bisa ikut makan bersama" gumam Win tersenyum
"Aku tidak tertarik"
"Nona, beberapa hari nona tidak makan apapun. Kalau nona tidak ikut turun saya yang akan dihukum" gumam Win pelan
"Kenapa juga kamu yang di hukum?" gumamku terkejut
"Karena saya yang di suruh nona, kalau nona tidak ikut makan saya yang akan di hukum"
"Hmmm disana ada siapa saja?"
"Tuan Hans, tuan Wan, tuan Han, nona Nana, nona Linda, nona Rina, tuan Li dan tuan Soni"
"Linda? Berarti nama wanita cantik itu Linda ya?" gumamku pelan
"Tuan Li? Maksudnya ayah dari Han dan Hans?"
"Ya benar nona, tuan Li ingin bertemu dengan anda"
"Ooohh mmm bentar aku ganti pakaian dulu" gumamku segera mengganti pakaianku dan berusaha berdandan secantik mungkin, aku ingin tahu respon dua wanita menyebalkan itu seperti apa apalagi ada ayah dari Hans dan Han disana juga
Setelah mengganti pakaianku dan menata rambutku yang dipenuhi oleh salju akupun membuka kamar dan melihat Win yang sedikit menundukkan badannya
"Kalau denganku tidak perlu menunduk seperti itu, biasa saja kalau bersamaku" gumamku dingin
"Ma... Maaf nona"
"Panggil saja aku Sani, aku lebih suka dipanggil seperti itu" gumamkuu berjalan mendahului Win, aku memang tidak suka di panggil nona apalagi aku di tempat yang menyebalkan seperti ini, buat apa mereka memanggilku nona kalau aku hanya seorang pembantu disini
Aku seorang nona besar sebelumnya dan aku tahu etika bagaimana merayakan natal dengan orang yang memiliki jabatan tinggi dariku apalagi ayah dan ibu selalu mengajariku layaknya seorang putri dari bangsawan. Aku melangkahkan kakiku menuruni tangga bersama dengan Win, di ruang makan aku melihat banyak orang dan salah satunya wajah laki - laki tampan yang tidak asing bagiku yaitu wajah kakak kandungku sendiri. Walaupun dia kakak kandungku sendiri aku tahu yang membunuh ibu adalah kakakku sendiri karena dia adalah orang yang paling membenci ibukku sejak kecil.
"Permisi tuan dan nona, nona Sani telah tiba" gumam Win sedikit menundukkan badannya
"Selamat natal Tuan Li" gumamku tersenyum sambil menundukkan badanku
"Oohh selamat natal Sani, silahkan duduk" gumam tuan Li tersenyum kepadaku dan aku duduk di depan kakak kandungku
Aku sedikit menatap seluruh orang menatapku dengan terkejut bahkan kakakku sendiri juga terkejut melihat wajahku, tatapan yang menyebalkan dan ingin sekali ku caci maki mereka semua disini
"Nak Sani, aku senang bisa bertemu denganmu"
"Saya juga senang bertemu dengan anda tuan Li" gumamku sopan
"Ini pertama kalinya aku melihat wanita cantik dan sopan sepertimu" gumam tuan Li mengiris steak daging di depannya
"Terimakasih atas pujiannya tuan Li"
"Itu bukan pujian, itu perkataanku yang sesungguhnya. Pantas saja ketiga anakku saling berebut ingin memilikimu" gumam Tuan Li pelan
"Kenapa aku juga dilibatkan ayah?" protes Han kesal
"Wanita ini kan yang saat sekolah sering kamu ceritakan kepada ayah, wanita cantik dan sopan dari kelas sebelah" gumam tuan Li santai dan Han hanya terdiam
"Tidak bisa, dia milikku!!!" protes Hans kesal
"Kamu seharusnya mengalah untuk kakakmu!!!" protes seorang laki - laki yang pertama kali membawaku kemari dan memaksaku menandatangani kontrak menyebalkan itu
"Tidak bisa, kakak pilih saja itu dua wanita di sebelah kakak"
"KAMU!!!" gerutu Wan kesal
"Sudahlah sudah kalian berdua ini bertengkar mulu" desah tuan Li kesal
"Kakak yang duluan ayah"
"Nih adik yang duluan ayah"
"Haish sudahlah!!" gerutu tuan Li kesal. Apa sih nih orang berisik banget? "Gak bisa menikmati makananku tahu!!" gerutuku dalam hati sambil melahap makanan did epanku dengan sopan
"Oh ya Sani, kamu kenal laki - laki di depanmu itu?" gumam tuan Li menatapku
"Mohon maaf tuan saya tidak kenal" gumamku dingin
"Oh benarkah? Bukannya kamu punya kakak?"
"Ya, itu dulu tuan. Sekarang dia sudah mati di hidupku tuan Li" gumamku pelan
"Apa katamu?" protes Soni kesal
"Jangan berani - berani melukai istriku Soni!!" gerutu Hans menatap Soni dingin
"Huuufftt.." desah Soni kesal
"Kenapa kamu tidak menganggap dia kakakmu?"
"Dia sudah menghancurkan hidupku hanya karena egonya sendiri. Untuk apa punya kakak seperti itu" gummku santai. "Tenang Sani tenang, jangan emosi" desahku dalam hati
"Kamu membenci kakakmu tapi kamu santai saja, apa kamu gila wanita murahan!!" protes Nana kesal
"Untuk apa kamu menyampuri urusan orang, urusi urusanmu sendiri" gumamku dingin
"Kamu!!!" protes Nana kesal
"Oh ya, kamu mengatakan aku wanita murahan? Kenapa kau tidak melihat dirimu sendiri pelacur!!" gerutuku kesal sambil menatap Nana dingin. "Enak saja kamu memanggilku wanita murahan. Kita lihat seberapa murahannya kamu Nana" gumamku dalam hati
"Pe... Pelacur!!! Beraninya kamu memanggilku pelacur!!!!" protes Nana kesal
"Ya benar kata Sani, kamu sendiri punya banyak masalah tapi kamu suka menyampuri urusan orang lain" gumam tuan Li santai
"Tapi tuan, wanita murahan ini memanggilku pelacur!! Kenapa tuan tidak menghukumnya!!!" protes Nana kesal
"Menghukumnya? Tidak, dia mengatakan sebenarnya. Apa kamu tidak ingat kamu melakukan apa dengan San?" gerutu Tuan Li kesal
"Tunggu? San?" gumamku pelan
"Kamu tidak tahu masalah itu? Padahal dulu heboh berita itu saat kalian masih sekolah" gumam Wann santai
"Ti... Tidak tahu, saya tidak tahu masalah itu" gumamku pelan
"Pintar juga itu anak itu menyembunyikan semua darimu" desah Wan pelan
"Beritahu aku..."
"Baiklah aku akan memberitahukanmu..." gumam Hans menatapku serius
"Tidak perlu, dia istriku. Aku yang akan memberitahukannya saat pertemuan nanti" gumam Han dingin
"Hei dia istriku!!!" protes Hans kesal
"Aku tidak peduli" gumam Han pelan
"Kamu mengakui juga ternyata Han" gumam Soni memakan makanannya
"Lalu kenapa? Apa itu masalah untukmu?" gumam Han dingin dan Soni anya terdiam tanpa kata
"Hmmm terserah kalian anak - anakku" desah Tuan Li pelan
"Oh ya Sani, aku ada hadiah untukmu" gumam tuan Li memberikan sekotak hadiah untukku
"Ti... Tidak perlu tuan Li, saya tidak ingin merepotkan tuan Li"
"Tidak, ini rasa terimakasihku dan permohonan maaf kami dari keluarga Li untuk keluarga Shin" gumam tuan Li terus menyodorkan hadiah itu kearahku
"Mmmm... Te... Terimakasih tuan LI" gumamku mengambil hadiah itu
"HIlih katanya tidak mau tapi diambil juga" gerutu Linda kesal
"Ya... Tidak tahu malu" gerutu Nana kesal
"Kalau kalian iri bilang aja" sindir Wan
"Iihh buat apa iri dengan wanita itu!!" gerutu Linda kesal
"Bisa tidak kalian diam!!!" Yang terpenting... Kalian berdua jangan sekali - kali melukai Sani, kalau itu kalian lakukan aku tidak segan - segan membunuh seluruh keluarga kalian" gumam Tuan Li dingin dan pergi dari ruang makan
"Baik Tuan LI..." gumam Linda dan Nana menundukkan kepalanya
"Hemmm..." desahku tersenyum puas
"Kenapa kamu tertawa seperti itu?" protes Linda kesal
"Tidak ada, kenapa kau sinis?" gerutuku dingin
"Suka - suka akulah aku sinis kepadamu!!! Kamu mendapatkan semua laki - laki yang kita inginkan dari masih sekolah kau tau!!!" protes Linda kesal
"Oh benarkah? Aku tidak mengenalmu" gumamku santai
"Dia Linda tetangga kesalmu waktu sekolah, yang punya grup yang membernya sok cantik itu" gumam Han dingin
"Oohh... yang suka caper kepada cowok tapi gak pernah laku itu ya?" sindirku dingin
"Beraninya kamu mengatakan hal itu!!!" protes Linda kesal
"Kenyataannya seperti itu kan, dari sekolah kalian berdua tidak capek buat mencelakakan aku tapi usaha kalian selalu gagal... Haaah kasihan sekali kalian berdua" gumamku dingin
"Jangan sombong dulu kau Sani, liatlah nanti lebih ku hancurkan hidupmu!!" protes Nana dan Linda bersamaan
"Oh benarkah? Aku tunggu usaha kalian yang membuat hidup kalian menderita" gerutuku dingin
"Kamu membuat hidup kami menderita? Kamu saja tidak memiliki mafia" sindir Linda dingin
"Kata siapa dia tidak punya..." gumam Soni membelaku
"Itu kan milikmu?" tanya Nana terkejut
"Tidak, dia punya sendiri" gumam Soni santai
"Itu tidak mungkin!!!"
"Kenapa juga tidak mungkin" gumam Soni dingin dan kedua wanita itu terdiam tanpa kata
Aku tidak peduli dengan apa yang dikatakan Soni tentang mafia itu, memang aku punya tapi aku tidak pernah mau memilikinya. Aku lebih memilih hidup biasa tanpa ada pertarungan darah tapi malah aku sekarang malah terjebak di lingkup mafia terkejam
"Kami sudah selesai makan, kami pamit pulang" gumam Nana pelan
"Ya, pergilah sana" gumam Soni dingin
Aku melihat wajah Nana dan Linda terlihat sangat kesal, tapi aku sama seklai tidak memperdulikan itu. Aku ingin segera menghabiskan makananku dan kembali ke kamar. Aku malas bertemu dengan mereka berempat di tempat yang sama seperti ini
"Ooohh mmm Sani bagaimana kabarmu?" gumam Soni menatapku
"Tidak baik"
"Kenapa kamu sakit?" tanya Soni mengkhawatikanku
"Tidak..." gumamku pelan
"Mmmm Sani... A... Aku..."
"Tidak perlu di bahas, aku tahu kakak yang membunuh ibu" gumamku meletakan alat makanku di atas piringku
"Apa mereka bertiga yang memebritahukanmu?"
"Tidak..."
"Lalu kamu tahu dari mana?"
"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri!!!" gumamku menatap Soni dingin tapi Soni mengalihkan pandangannya
"Aku sudah selesai, aku ingin ke kamar" gumamku beranjak dari tempat dudukku sambil membawa bingkisan hadiah milikku. Saat berjalan di sebelah Han, Han menggenggam tanganku erat sambil menatapku
"Ada apa?" gumamku dingin
"Kamu marah?"
"Tidak, buat apa aku marah. Aku hanya pembantu pribadimu dan tidak lebih dari itu" gumamku melepaskan genggaman Han san berjalan kembali ke dalam kamar
Aku mengunci pintu kamarku dan terduduk di tempat dudukku, aku membuka kertas yang membungkus hadiah yang diberikan Tuan Li dan membuka hadiah itu. Aku terkejut melihat foto kami berempat saat kami masih kecil dan sepucuk surat di dalamnya, aku mengambil surat itu dan membaca surat itu
Hai anakku, bagaimana keadaanmu? Pasti kamu baik saja kan disana... Maafkan ayah tidak bisa menjadi ayah yang baik untuk kamu dan kakakmu, ayah tidak bisa melindungimu dan kakakmu malah ayah membuat kalian berdua menderita. Nak sebenarnya ayah melakukan judi dan mengorbankanmu dengan ibumu bukan karena ayah tidak sayang, ayah ingin melindungi kalian saja. Kamu tahu kan ayah memiliki mafia, kamu tahu kan kalau mafia itu punya banyak musuh? Ya itulah alasannya, ayah tidak mau saat ayah dibunuh nanti kamu dan kakakmu akan lebih menderita. Ayah sebenarnya tahu kemana perginya kakakmu dari awal maka dari itulah ayah melkaukan judi dengan Wan dan mengorbankanmu agar Wan membawamu dan menjagamu apalagi dikeluarga Li ada kakakmu disana juga. Ayah tahu kamu akan membenci kakakmu setelah kakakmu membunuh ibumu, walaupun menyakitkan tapi ayah tahu kakakmu sangat sakit hati kepada ibumu karena dia bukan ibu kandung kalian berdua tapi dia menyiksa kakakmu terus menerus yang membuat kakakmu sangat dendam. Oh ya anakku, ayah punya pesan terakhir untukmu... Mulai sekarang jangan berhubungan dengan San itu ya. Dia sangat mesum dan hanya ingin menjadikanmu boneka saja. Jadilah gadis ayah yang cantik dan kuat semoga saja kakakmu selalu melindungimu dimanapun kamu berada. Surat ini menjadi surat terakhir ayah untukmu, ayah harap ayah bisa melihatmu di surga. Jangan bersedih ya, ayah dan ibumu mencintai kalian berdua selalu - Ayah
"Hmmm Ayah" desahku meneteskan air mataku, aku tidak percaya ayahku akan meninggalkan aku selamanya. Harapanku untuk keluar dari penjara ini dan bertemu ayah hilanglah sudah. Tapi kenapa ayah mlarahku dengan San? Mesum? Apa yang dilakukan San sebenarnya? Aku sangat penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya, di pertemuan akhir tahun nanti aku pasti bertemu dengan San, aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi...