Chereads / BIDUANITA BISU / Chapter 4 - Penampakan Luis

Chapter 4 - Penampakan Luis

Luis puas dengan hasil kerjanya. Arwah dari Robi ia jadikan tambahan kekuatan untuk dirinya sendiri.

Sekejap ia menghilang lalu kembali ke kediaman Antonio.

Setiap kali Louis berhasil memenangkan arwah seseorang, ia memiliki waktu tiga puluh enam jam untuk menunjukkan wujudnya pada manusia.

Ia masuk ke kamar Antonio dan mendapati pemilik tubuh yang ia huni itu sedang menikmati sebotol wiski.

"Kenapa kamu meninggalkan pestamu sendiri?" tanya Luis memecah kesunyian dalam kamar.

"Hei! Hei! Mau ke mana dan kamu siapa? Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam kamarku?" tanya Antonio melihat seorang pemuda berjubah hitam sudah ada di depan pintu kamarnya.

Wajahnya tirus dan tampan, hidung yang mancung. Namun matanya sangat merah bagaikan kilatan api.

Antonio ingat betul kalau ia tidak mempunyai teman yang bermata merah. Dia juga tidak sedang membuat pesta kostum, karena tampilan pemuda ini seperti seorang pemain sulap atau aktor film drakula.

"Tenang Antonio! Aku adalah kamu, dan kamu adalah aku."

"Apa maksudmu?"

"Kamu sudah lupa, bukankah kamu pernah meminta aku untuk menyelamatkan nyawamu?"

"Tolong jelaskan karena aku benar-benar tidak mengerti, semua yang kamu katakan," timpal Antonio.

"Masih ingat sumpah yang kamu pernah ucapkan bahwa, kamu akan mengabdi pada siapapun yang bisa menyelamatkan nyawamu?" pancing Luis mulai bergerak ke jendela kamar tidur yang terbuka lebar.

Louis melihat tampang Antonio yang sedang menerawang. Raja iblis itu membiarkan manusia lemah yang pelupa itu mengingat kembali kejadian beberapa bulan sebelumnya.

Saat itu Antonio berada di sebuah lapangan karena digiring oleh sekelompok geng motor akibat kalah taruhan. Uang yang seharusnya diserahkan pada geng itu, dibawa kabur oleh temannya sendiri. Karena merasa telah ditipu, lawan dari Antonio menyeretnya dan Antonio dihajar sampai babak belur. Sebelum para anggota geng itu pergi, Antonio ditusuk pada dadanya dengan sebilah pisau yang ujungnya menghujam sedalam 9 cm, oleh salah satu dari mereka.

Antonius sekarat karena kehabisan darah. Disela-sela nafasnya yang hampir putus, Antonio mengucapkan sumpah bahwa ia akan mengabdi pada siapapun yang bersedia menyelamatkan nyawanya. Sumpah itu diucapkan tepat pada pukul 3 dini hari di mana Luis baru saja membuka matanya dari tidur yang panjang, karena dihukum oleh penguasa neraka.

Mendengar sumpah lirih tersebut, membuat Louis segera mencari pemilik suara dan menemukan Antonio yang sudah tidak sadarkan diri, dalam keadaan bergelimang darah.

Luis mempengaruhi pikiran beberapa orang yang berhasil menyelamatkan Antonio dan dibawa ke rumah sakit.

Luis merasuki tubuh Antonio untuk mempercepat kesembuhannya.

Ini kali pertamanya mereka bertatap muka karena Luis baru saja mendapatkan kemampuannya kembali untuk merenggut nyawa seseorang setelah masa hukumannya selesai.

Kembali ke kamar Antonio.

Seperti tahu kalau Antonio sudah ingat kejadian maut yang hampir merenggut nyawanya beberapa bulan yang lalu, Louis berkata, "Memorimu sudah kembali?"

"Apa yang kamu inginkan?"

"Kamu tidak punya hak untuk bernegosiasi denganku karena aku pemegang nyawamu. Aku datang menunjukkan wujudku agar kamu tahu dengan siapa, dan pada siapa, kamu mengabdi."

"Mengapa kamu memilih aku?"

"Karena kamu yang memintanya."

"Lalu apa maumu?"

Total pengabdianmu dengan begitu aku akan abadi dalam ragamu, dan kamu tidak perlu merasakan seperti apa bentuk kematian.

"Selama kamu tidak mengganggu kesenanganku, kita akan menjadi Mitra yang hebat."

"Semua yang Kamu lakukan adalah kegemaranku. Bahkan aku akan mengajarkan lebih banyak hal yang menyenangkan, yang belum pernah kamu rasakan."

"Kamu mau minum?" tanya Antonio mengangkat gelas kaki tinggi di depannya.

"Aku tidak makan dan minum seperti layaknya manusia. Aku bisa menunjukkan diriku seperti ini padamu, karena arwah seseorang.

Kita punya waktu hampir 36 jam untuk tetap bisa saling melihat, tapi setelah itu aku akan menghilang dan berdiam di dalam tubuhmu."

"Apakah kamu bisa mengambil nyawaku?"

"Tergantung. Selama kamu masih aku butuhkan."

"Apa kamu membutuhkan kamar khusus atau perlengkapan khusus lainnya?"

"Hahahaha, aku abadi Antonio, aku tidak butuh tidur ataupun makan seperti manusia. Aku bisa datang dan pergi kapan saja aku mau, dan kemana saja aku ingin."

"Apakah semua orang bisa melihatmu?"

"Ya selama kurun waktu yang aku sebutkan tadi. Aku masih membutuhkan banyak nyawa pemberontak yang mati karena keinginan diri sendiri, dan kesucian wanita pilihan untuk dapat tinggal di bumi lebih lama."

"Apa kamu bisa mengabulkan permintaanku?"

"Sampai tahap ini, aku sudah mengabulkan permintaanmu."

"Maksudku, keinginan yang baru."

"Contohnya?" tanya Luis.

"Adelia! Aku ingin memiliki perempuan itu."

"Itu keinginan yang aku taruh dalam pikiranmu. Jadi di sini aku bukan mengabulkan permintaanmu, tapi aku setuju kamu dekat dengan Adelia karena aku punya rencana besar untuk kalian."

"Bagus kalau begitu, dalam hal ini kita bisa bekerjasama."

"Bersiaplah karena besok kita akan menemui Adelia."

"Tapi aku Membenci pemuda yang bernama Robi."

"Jangan khawatir, ia tidak akan mengganggu kita lagi."

"Semoga kata-katamu bisa dipercaya."

"Bersiaplah, aku buktikan besok hari."

"Terserah, aku ingin minum lebih banyak lagi," ujar Antonio meneguk gelas minumannya.

"Mengapa kamu tidak bergabung dengan tamu yang lain?"

"Mereka semua sudah mabuk. Mereka tidak perduli aku ada atau tidak, yang penting mereka bisa bersenang-senang."

"Oh, sebelum aku lupa, jika Adelia sudah di tangan kita, ada kesepakatan yang harus dibuat bersamanya."

"Aku sudah menawarkan itu padanya."

"Aku tahu, tapi kamu belum sampaikan semuanya. Aku Akan membantumu."

"Aku berjanji untuk menyembuhkan ayahnya seperti sediakala."

"Kita akan yakinkan wanita itu."

"Bagaimana caranya aku memanggil kamu jika tidak bisa melihatmu?"

"Oh, perkenalkan aku Luis. Sebut Saja namaku satu kali. Cukup berbisik satu kali, sekecil apa pun aku bisa dengar."

"Baiklah, Luis aku selesai denganmu. Sekarang aku ingin menikmati minumanku."

Sementara itu di kediaman keluarga Sanusi, Adelia sedang bersama adik-adiknya di rumah sendirian karena mamanya masih di rumah sakit menjaga Papanya.

Menurut percakapan telepon dengan mamanya tadi siang, kondisi papanya masih belum ada perubahan.

Adelia baru saja keluar dari kamar adiknya, berhasil menidurkan yang paling bungsu.

Kesunyian di kamarnya terusik oleh dering ponselnya yang ia simpan di atas nakas dekat tempat tidurnya.

"Halo Ma ada apa?"

"Halo Lia, apakah adik-adikmu sudah tidur?"

"Mereka baru saja tidur Ma. Bagaimana keadaan papa?"

"Kondisinya malam ini semakin memburuk. Denyutan di salah satu garis yang ada di layar monitor mesin, terlihat melemah." Suara ibunya terdengar sendu.

"Sudah lapor ke petugas medis yang lagi berjaga, Ma?"

"Sudah. Mereka bilang kalau itu reaksi normal dan akan dilihat lagi besok pagi. Kecuali, bunyi mesinnya, berdenging panjang tanpa putus maka harus memanggil petugas secepatnya."

"Iya Ma. Istirahat ya Mah.

"Baiklah, kamu juga selamat malam."

Adelia meletakkan kembali ponselnya.

Percakapannya dengan Antonio beberapa jam yang lalu kembali terngiang-ngiang di telinganya.

*Bersambung*