Chereads / Demi Reputasi / Chapter 1 - Cewek Begajulan

Demi Reputasi

🇮🇩Adele_Moon
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 20.5k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Cewek Begajulan

Pekan raya kali ini begitu ramai. Setelah pandemi berakhir, para pedagang bersemangat menjual barang dan makanan, berharap mendapatkan banyak keuntungan malam ini. Pun dengan para pengunjung, yang sangat antusias menyambut pasar malam sembari melepaskan kejenuhan setelah berdiam diri di rumah dan mematuhi protokol kesehatan berbulan-bulan lamanya. Mereka tampak bersuka cita, seolah-olah merayakan kebebasan. Banyak sekali anak-anak yang bergandengan bersama kedua orang tuanya, menikmati suasana pekan raya sekaligus membeli mainan. Pasangan kawula muda begitu asyik berkencan, setelah sekian lama menahan rindu. Tak terkecuali dengan Ayu. Gadis manis berkulit sawo matang itu merasa senang bertemu dengan pacar barunya yang belum lama dikenalnya dari Facebook. Namanya Yongki, seorang teknisi dari sebuah perusahaan makanan.

Sembari berjalan-jalan kecil, Ayu memperhatikan Yongki. Lelaki bertubuh gemuk itu sebenarnya bukan tipe Ayu. Namun, bagaimanapun juga gadis yang terkenal sebagai fuckgirl di kelurahannya itu selalu mendapatkan keuntungan dari sebuah hubungan, meski tidak pernah merasa puas. Maka tak heran jika ia menggandeng lelaki yang berbeda-beda setiap minggunya, bahkan sampai hafal betul nama dan wajah dari kedua ratus empat puluh lima mantannya.

Di tempat penjual nasi goreng, keduanya rehat sejenak. Yongki memesan nasi goreng gila, sedangkan Ayu lebih suka kwetiaw. Selera mereka memang berbeda. Maklum, pasangan baru.

Setelah makanan yang dipesan datang, mereka langsung memakannya dengan lahap. Sesekali Ayu melirik Yongki yang makan dengan lahap, lalu menyantap lagi kwetiaunya.

"Sayang, habis ini kita mau lihat-lihat apa lagi?" tanya Yongki sambil mengunyah nasi goreng.

"Aku pengin beli kalung manik-manik yang di sebelah tukang dagang keramik itu, sama boneka beruang yang warnanya pink," kata Ayu menyengir.

"Oh, oke. Apapun yang kamu mau, aku beliin." Yongki membelai rambut panjang Ayu, sambil tersenyum simpul.

Di tengah perbincangan mereka, terdengar suara lelaki yang Ayu kenal, sedang memesan dua porsi nasi goreng. Saat mendongak, Ayu mendapati Hendra--mantan pacarnya--sedang menggandeng Cici. Betapa panas hati Ayu melihat mantan pacar dan sahabatnya begitu mesra. Sejak memergoki keduanya bermesraan di pinggir kali, Ayu tak sudi melihat Hendra, sekalipun memiliki wajah tampan rupawan mirip Lee Min Ho KW lima ribu.

Sementara itu, Hendra yang menyadari kehadiran Ayu bersama pasangan barunya, cukup tersenyum sinis. Dengan angkuhnya ia dan Cici duduk di samping Ayu. Sesekali Lee Min Ho KW itu mengangkat sebelah alis sambil menyunggingkan senyum pada Ayu, biar kelihatan ganteng maksimal.

"Ngapain kamu ke sini? Iri bilang, Bos!" sungut Ayu tak terima kehadiran Hendra di sampingnya.

"Yey ... siapa yang iri? Santai aja kali, kita cuma mau duduk di sini," kata Hendra membela diri, lalu melirik Cici sambil mengelus rambut ikalnya. "Iya, kan, Sayang."

Cici mengangguk dan tersipu-sipu. Ayu merasa jijik melihat mereka berdekatan, hingga mood-nya terganggu.

"Ah, bilang aja pengin manas-manasin," ketus Ayu mendelik.

"Siapa yang mau manas-manasin? Kamu aja yang kepanasan," ucap Hendra.

Yongki yang sejak tadi hanya memperhatikan pertengkaran di antara mereka, akhirnya ikut bicara. "Sayang, mereka siapa?"

"Bukan siapa-siapa. Cuma kucing garong sama ulat bulu," jawab Ayu sambil mendengus kesal.

Tentu saja jawaban Ayu membuat Hendra berang. Sambil menatap Yongki, lelaki tengil itu cekikikan, lalu mengalihkan pandangannya pada Ayu. "Yu, dia pacar baru kamu?"

"Iya, emangnya kenapa?"

"Tumben selera kamu turun," kata Hendra, menyunggingkan senyum di sudut kiri bibirnya.

"Turun apaan? Daripada kamu, Playboy Cap Jahe. Udah sok ganteng, pelit pula," ejek Ayu tak mau kalah.

Yongki semakin tidak mengerti dengan situasi di tempat kencan mereka. Ditatapnya Ayu dengan tenang, meski gadis itu kelihatan masih jengkel dengan perbuatan Hendra. Segera ia memegang tangan gadis berkulit sawo matang itu, seakan mengisyaratkan untuk segera pergi dari sana.

"Ayu, kita cari tempat lain, yuk. Katanya mau boneka beruang yang warnanya pink," ujar Yongki tersenyum simpul sambil berdiri dari tempat duduknya.

"Ah, ide yang bagus!" kata Ayu mengangkat kedua alisnya, lalu mendelik pada Hendra. "Udah, ya. Aku mau jalan lagi sama si Bebeb. Kalian makan aja tuh makanan sisa kami, biar nggak bayar."

"Sialan! Aku nggak sepelit itu!" bentak Hendra, merasa tersindir.

Yongki segera merangkul Ayu, kemudian bergegas pergi. Jika tidak begitu, Ayu akan terus membalas hinaan Hendra sampai merasa menang. Beruntung malam ini ia mendapat pacar sebaik dan sedewasa Yongki.

Setelah berjalan cukup jauh dari tempat penjual nasi goreng, Ayu melepas rangkulan Yongki dengan kasar. Wajahnya cemberut, kedua tangannya dilipat. Ia terlihat belum puas bertengkar dengan Hendra. Mood-nya yang hancur benar-benar sulit diperbaiki. Kendati demikian, Yongki tetap bersabar karena tak mau kekasihnya terus-menerus bersedih.

"Sayang, kita nyari boneka, ya. Aku beliin kamu boneka beruang yang warnanya pink, yang ukurannya gede," ujar Yongki bernada lembut.

"Nggak usah. Aku udah punya banyak boneka di kamar."

"Ya udah, kita ke tempat jualan aksesoris yang di sebelah tukang keramik aja. Katanya kamu pengin kalung manik-manik."

Ayu menggeleng. "Antar aku pulang aja. Aku nggak mau beli apa-apa sekarang."

"Loh, kok gitu?"

"Nggak usah banyak tanya. Ayo, antar aku pulang!" gerutu Ayu, masih kesal.

Akhirnya Yongki menuruti kemauan gadis itu, lalu pergi menuju tempat parkir. Ayu memutuskan untuk menunggu di pinggir jalan, sedangkan Yongki membawa motor bebeknya. Tak lama kemudian, Yongki mengendarai motornya keluar dari tempat parkir, kemudian membonceng Ayu yang sedang menunggunya.

Selama dalam perjalanan, Ayu bergeming, meski beberapa kali Yongki mengajaknya bicara tentang banyak hal. Bahkan, gadis itu enggan memeluk tubuh pacarnya dari belakang. Raut wajahnya menyiratkan ketidakpuasan sekaligus kekesalan terhadap hubungannya. Kendati Yongki bersikap baik, tapi wajah dan tubuhnya yang kalah telak dari Hendra, membuat Ayu merasa insecure.

Setibanya di depan gang, Ayu turun dari motor Yongki. Tanpa memedulikan pacar barunya, ia melenggang memasuki gang. Yongki terheran-heran dengan Ayu yang tiba-tiba bersikap dingin. Ia khawatir jika ucapan dari Hendra membuat gadis berkulit sawo matang itu sakit hati.

"Ayu! Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Yongki sedikit berteriak.

Ayu menoleh, lalu berbalik badan. Dihampirinya Yongki dengan lesu, sambil mengembuskan napas. "Yongki, kita putus, ya," katanya.

Seketika Yongki terkejut dengan ucapan Ayu. "Kok kamu minta putus, sih? Salah aku apa? Kita baru jadian kemarin, loh."

"Kita nggak cocok, Ki. Mendingan kamu cari cewek lain aja, yang lebih baik dari aku."

"T-tapi, Yu, menurutku kamu itu ...."

"Please, jangan bujuk aku, Ki. Kalau aku bilang putus, ya putus aja. Aku nggak mau memperpanjang urusan di antara kita."

"Oke deh, tapi kamu yakin mau putus dari aku?"

Ayu mengangguk cepat.

"Kalau itu mau kamu, terserah deh. Aku nggak akan maksa. Asal kamu tahu, aku bener-bener cinta sama kamu."

"Simpan aja rasa cinta kamu buat cewek lain. Kamu emang terlalu baik buat aku."

Mendengar ucapan Ayu, Yongki berusaha untuk berkompromi. Setelah Ayu masuk gang, lelaki bertubuh gemuk itu melajukan motornya dengan pelan. Ia benar-benar tidak mengerti dengan pikiran Ayu. Namun, bagaimanapun Yongki berharap Ayu baik-baik saja dan segera mendapat pengganti yang lebih baik.

Setibanya di rumah, Ayu tertegun mendapati kedua orang tuanya sedang duduk di ruang tamu sambil memandang sinis ke arahnya. Setelah cukup lama memperhatikan raut wajah mereka, gadis itu bergegas menuju kamar. Ia tak mau mendengar omelan ayah dan ibunya, terlebih saat mood-nya sedang tidak baik. Menurutnya, berdiam diri di kamar dan tertidur pulas dapat memulihkan kembali semangat hidup.

"Berhenti, Ayu!" seru ayahnya, Pak Darman.

Ayu menoleh sebentar. "Ada apa, Pak?"

"Sini duduk! Kami mau bicara sama kamu," ujar ibunya, Bu Nining, menepuk kursi di sampingnya.

Ayu menuruti perintah ibunya, meski perasaannya sedang tidak keruan. Dengan tertunduk lesu, ia mulai pasang telinga, bersiap mendengarkan omelan dari kedua orang tuanya.

"Kamu pergi sama siapa lagi? Bapak udah bilang, kan, jangan keluar malam sama pria asing!"

"Dia bukan pria asing, Pak. Dia pacar baruku yang aku kenal dari Facebook."

"Dari Facebook? Masih untung kamu pulang ke rumah dengan selamat. Bagaimana kalau nasibmu kayak gadis RW sebelah yang diperkosa sampai gila setelah ketemuan dengan teman lelakinya dari Facebook?" kata ibunya sambil mengelus dada. Matanya berkaca-kaca.

"Tenang aja, Mak. Aku udah gede, bisa jaga diri," jawab Ayu.

"Ini bukan masalah bisa jaga diri atau enggak. Apa kamu nggak tahu, tetangga sering bergunjing setiap kali melihatmu berkencan dengan lelaki yang berbeda?" tanya ayahnya dengan bersungut-sungut.

"Aku tahu, Pak. Biarin aja mereka bilang macam-macam, toh aku nggak kayak yang mereka omongin," jawab Ayu dengan santai. "Mereka cuma iri aja kalau anak-anaknya kelamaan jadi jomlo legendaris."

"Astagfirullah!" Ibu Ayu menepuk jidatnya. "Dengar, ya, Neng. Perempuan gonta-ganti pacar itu kesannya murahan, nggak ada bedanya dengan wanita penghibur. Kamu itu Emak jaga baik-baik dari kecil, tapi sekarang malah sering berontak dan keluyuran melulu sama laki-laki. Sebenarnya tujuan kamu gonta-ganti pacar itu buat apa, Neng? Apa Bapak sama Emak belum cukup membiayai hidup kamu? Apa kasih sayang kami masih kurang?"

Ayu hanya terdiam.

"Kamu itu satu-satunya anak kami. Perempuan pula. Apa kamu tidak punya cita-cita selain memacari banyak laki-laki? Kuliah malah DO. Disuruh kerja tidak mau. Sebenarnya maumu apa? Mencemarkan nama baik keluarga?" omel ayahnya dengan tempo bicara yang sangat cepat. "Bapak ini lurah. Apa kamu senang mencoreng nama baik yang Bapak bangun selama bertahun-tahun karena perilakumu?"

"Sebenarnya kalian ini kasihan padaku atau reputasi Bapak, sih? Biarin aja mereka bilang macam-macam tentangku, manusia memang tidak luput dari gosip."

"Baik buruknya manusia memang selalu menjadi perbincangan masyarakat. Jika kamu berbuat baik, maka mereka akan menyeganimu. Kami sangat peduli padamu dan masa depanmu, Neng. Makanya, kami sakit hati mendengar gunjingan tetangga yang menuduhmu berperilaku buruk. Kami merasa gagal sebagai orang tua," kata ibunya dengan nada memelas.

Kendati keras kepala, Ayu sebenarnya menyimpan kasih sayang yang sangat dalam pada kedua orang tuanya. Ditatapnya sang ibu yang sedang tertunduk lesu. Sementara ayahnya mengurut kepala, seolah tak sanggup lagi menangani kenalalan putri semata wayangnya. Ayu menunduk, memikirkan setiap ucapan dari kedua orang tuanya.

"Sebaiknya begini saja," cetus ayahnya memandang jauh, "daripada kamu gonta-ganti pacar, lebih baik Bapak jodohkan kamu dengan anak Pak Yayan, teman akrab Bapak di kampung. Lagi pula, keluarga Pak Yayan disegani masyarakat, bisnis ayamnya pun berjalan lancar. Kamu tidak akan kecewa jika Bapak nikahkan dengan anak juragan ayam."

Seketika Bu Nining dan Ayu menoleh ke arah Pak Darman. Hati Ayu memberontak mendengar kata 'perjodohan' keluar dari mulut ayahnya. Gadis itu berdiri, dengan mata membelalak.

"Ya Allah, Pak! Memangnya Bapak punya utang berapa banyak pada juragan ayam itu sampai mau menjodohkanku dengan anaknya?"