Satu per satu barang seserahan dibawa oleh dua anak buah Guna dari mobil menuju rumah Pak Darman. Melihat kejadian tak biasa itu, otak Ceu Mae mulai mendapat pencerahan untuk membuat fitnah yang akan disebarkannya pada penduduk. Tergesa-gesa ia berjalan menuju kerumunan ibu-ibu yang sedang ngerumpi dan sambil mengasuh anak-anak balitanya bermain.
Mengetahui kedatangan Ceu Mae, ibu-ibu itu siap pasang telinga. Sesekali mereka memerhatikan belokan gang menuju rumah Pak Darman. Tidak salah lagi, Ceu Mae akan menceritakan hal yang terjadi di rumah Pak Darman.
"Eh, Ceu Mae. Bawa berita apa, nih?" tanya Mbak Yuli penasaran.
"Itu, di rumah Pak Lurah ada tamu yang bawa seserahan. Kayaknya si Ayu bakal dilamar sama orang kaya," jelas Ceu Mae, dengan gaya khas ibu-ibu rempong.
"Ah, yang bener, Ceu?" tanya Teh Fani sangsi, sambil menyuapi anaknya.
"Beneran! Tadi orang-orang yang ke rumah Pak Darman itu ngambil seserahannya dari mobil mewah," kata Ceu Mae dengan mata membesar.
Maka tercenganglah ibu-ibu yang mendengar cerita Ceu Mae. Selama yang mereka ketahui, Ayu belum pernah mendapatkan pria berkelas. Rata-rata lelaki yang pernah berkencan dengannya sering menjemput pakai motor bebek. Sekalipun yang paling berkelas, Ayu pernah dijemput oleh pacarnya yang memakai motor ninja. Belum pernah sekali pun gadis itu diantar-jemput dengan mobil mewah.
Untuk menepis rasa takjub para pendengarnya, Ceu Mae berbicara lagi. "Kayaknya Pak Darman sedang dililit utang, makanya rela menjual Ayu pada orang kaya. Lagi pula, seberapa berharganya sih si Ayu di mata keluarganya? Dia sering gonta-ganti pacar, pantas saja dijual ke orang kaya buat bayarin utang, daripada melacur."
"Atau jangan-jangan si Ayu udah dihamilin sama yang punya mobil. Makanya rela dijadiin istri kedua," timpal Mak Ijah.
"Kita lihat aja nanti. Kalau dia sampai buru-buru menikah, kayaknya Pak Darman emang pengin menyelamatkan nama baiknya gara-gara kelakuan buruk si Ayu," kata Mbak Yuli, mengangguk-angguk.
Desas-desus tentang Ayu seketika menyebar di setiap RW bagaikan kilat. Kabar buruk itu tentu saja sampai ke telinga Leha. Ketika mendengar gosip miring tentang sahabatnya itu dari tetangga, ia tak mau tinggal diam. Sebagai anak ustadz yang terkenal jujur, gadis berhijab syar'i itu menghampiri kumpulan ibu-ibu di dekat rumahnya dengan tujuan untuk menghentikan ghibah.
"Assalamualaikum, Ibu-ibu. Bolehkah saya tahu, kabar itu kalian dapat dari mana?" tanya Leha dengan suara yang lemah lembut dan santun.
"Tentu saja dari RW sebelah. Sekarang di rumah Pak Darman ada orang yang mau melamar Ayu," kata Bu Imas. "Kayaknya bener, deh. Si Ayu dihamilin sama orang kaya, makanya mau dijadiin istri kedua."
"Astagfirullah, Bu! Ibu ini jangan gampang percaya sama gosip yang belum jelas asal-usulnya. Aku dengar sendiri dari Ayu, dia akan dijodohkan dengan anak juragan ayam," jelas Leha membela Ayu.
"Oh, begitu. Jadi, berita yang kami dengar dari RW sebelah itu tidak benar?"
Leha menggeleng cepat. "Ayu sendiri yang bilang, kalau dia akan dijodohkan. Lagi pula, aku kenal betul dengan anaknya Pak Darman. Biarpun sering gonta-ganti pacar, ia tetap enggan disentuh oleh lelaki, apalagi sampai seperti yang Ibu-ibu pikirkan," katanya tak berhenti membeberkan fakta.
Alih-alih percaya pada Leha, ibu-ibu lebih setuju dengan pendapat Ceu Mae. Apalah Leha yang bersahabat Ayu dari SD, tentu saja ucapannya tak mempan di telinga mereka. Bagaimanapun juga, menurut penduduk di sana, dua orang yang bersahabat pasti akan saling menutupi aib satu sama lain. Pantas jika ucapan Leha tidak dipercaya, karena kemungkinan semua yang dikatakannya hanya kebohongan belaka untuk menutupi aib sahabatnya.
Sementara itu, suka cita sedang menghiasi rumah Pak Darman. Pria paruh baya itu sangat senang, bahwa anaknya Pak Yayan melampaui harapannya. Bukan hanya setuju dijodohkan, bahkan Guna sudah benar-benar ingin melamar Ayu.
Betapa syok hati Ayu ketika melihat enam kotak seserahan yang dibawa Guna untuknya. Tiap-tiap kotaknya berisi barang yang berbeda. Mulai dari gaun panjang berwarna biru muda, seperangkat alat salat, sampai tas ber-merk. Ayu serasa bermimpi mengetahui dilamar oleh seorang pria yang belum dikenalnya sama sekali. Melihat semua yang diserahkan Guna satu per satu, membuat sekujur tubuh Ayu panas dingin. Terlebih ketika Guna menunjukkan kalung emas berliontin permata bening. Gadis itu dibuat pening oleh kejutan yang dibawa oleh putra sulung Pak Yayan.
"Ini semua untuk anak Bapak," kata Guna, kemudian melirik Ayu. "Semoga kamu suka, ya."
Senyuman di bibir Guna melesak telak ke hati Ayu. Akibat terlalu gugup, Ayu sulit tersenyum sampai-sampai meminta undur diri sebentar sambil membawa ibunya ke kamar. Keinginannya untuk membatalkan perjodohan, justru ditolak secara halus oleh Guna.
"Mak, gimana ini? Aku nggak mau dijodohin, tapi dia malah bawa seserahan sama kalung," ucap Ayu, wajahnya tampak gelisah dan cemas.
"Itu artinya dia mau serius sama kamu," jawab Bu Nining dengan santai.
"Masalahnya, kita nggak saling kenal. Gimana bisa dia mau serius sama aku, Mak? Aneh!"
"Namanya juga jodoh, Neng. Kita nggak tahu rahasia Allah."
"Terus aku harus gimana? Mengulur waktu atau menolaknya secara halus?"
"Kamu ini! Kesempatan baik kok disia-siakan? Sudahlah, terima saja dulu. Nanti juga lama-lama kamu suka sama dia."
"Dih, suka apanya? Mukanya aja dingin dan nyeremin kayak Dewa Hades begitu, apalagi senyumnya itu loh, Mak. Aduh! Aku nggak tahan lama-lama kalau dia udah kayak gitu. Napasku mendadak engap."
"Dengerin Emak, ya, Neng. Laki-laki kayak dia itu jarang banget loh. Coba kamu pikir baik-baik. Bukankah seminggu belakangan ini kamu terus-terusan gagal mencari lelaki yang mau datang ke rumah untuk melamarmu? Itu artinya, mereka belum siap menikah atau bisa jadi bukan jodoh kamu."
Termenunglah Ayu setelah mendengar ucapan ibunya. Jika diingat-ingat lagi, kebanyakan laki-laki yang dikenalnya hanya bisa omong besar tanpa pembuktian. Jangankan melamar, lelaki yang menjemput Ayu secara langsung ke rumah pun tidak ada. Ditambah lagi dengan sumpah serapah Ceu Mae. Mungkin saja Ayu akan menjomlo seumur hidup kalau sampai menolak lamaran dari Guna.
Kini hati dan pikirannya saling berdebat tentang perjodohan ini. Hatinya menolak keras, tapi logikanya berkompromi.
Sejenak Ayu menatap Bu Nining, yang sedang mengelus kepalanya. Apa pun keputusan kedua orang tuanya, pasti demi kebaikannya juga. Dihelanya napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya kembali.
"Gimana? Kamu mau menerimanya, kan?"
Ayu mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Bu Nining yang sangat senang melihat reaksi Ayu, langsung membawa putrinya itu bertemu kembali dengan keluarga Pak Yayan. Saat mereka memasuki ruang tamu, Pak Yayan terlihat cemas menanti keputusan dari putri semata wayang Pak Darman. Ia tak bisa membayangkan, sikap keras Guna yang muncul secara tiba-tiba jika sampai Ayu menolaknya. Akan tetapi, juragan ayam itu berusaha tetap tenang dan berdoa agar semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja.
Merasa tak sabar mendengar jawaban dari gadis yang dilamarnya, Guna mengajukan pertanyaan. "Jika berkenan, bolehkah kami mendengar jawaban dari Neng Ayu?"
Ayu melirik pada kedua orang tuanya. Pak Darman mengisyaratkan Ayu dengan anggukan kepala, seolah menyuruhnya untuk menerima lamaran itu. Tanpa berpikir panjang lagi, gadis itu menatap Guna dan mulai membuka mulutnya.
"Aku menerimanya."
Raut semringah tergambar jelas di wajah keluarga Pak Darman dan Pak Yayan. Pun dengan Guna, yang sangat ingin mendengar jawaban itu dari Ayu. Setidaknya, ia tidak akan kehilangan warisan ayahnya karena memutuskan untuk melajang seumur hidup.
Di sisi lain, kebahagiaan kedua keluarga, rupanya tak tampak di wajah Ayu. Sorot matanya terkesan kosong, akibat masih syok dengan lamaran mendadak yang diajukan Guna. Bayang-bayang tentang masa depannya, mendadak suram di benak Ayu. Tak pernah terpikirkan olehnya, bahwa hari ini akan terjadi. Gadis itu serasa berada di dua jurang yang menganga. Antara menikah dengan orang asing dan gosip tetangga yang membuat keluarganya gerah setiap hari.
"Sekarang, mari kita tentukan kapan hari pernikahannya," kata Pak Yayan, tersenyum-senyum tidak sabar.
"Sebaiknya dilakukan dua minggu ke depan," usul Guna.
Ayu semakin terkejut mendengar usulan dari Guna. "M-maaf, bukankah sebaiknya direncanakan dulu matang-matang soal biaya dan lain-lainnya?"
"Untuk masalah biaya, biar dari pihak kami saja yang urus. Kalian tinggal pikirkan soal gedung, wedding organizer, dan katering mana yang akan disewa. Biaya daftar ke KUA pun tak akan kami abaikan. Kami tidak akan memberatkan kalian dengan segala hal yang berkaitan dengan pernikahan ini," jelas Guna meyakinkan. "Bagimana? Apakah kalian setuju?"
"Tapi ... apakah ini tidak terlalu terburu-buru?" tanya Ayu merasa ragu.
"Bukankah niat baik lebih bagus dilakukan secepatnya? Lagi pula, niat kita menikah itu untuk ibadah, kan?" Guna balik bertanya, lalu melirik ke arah Ayahnya. Sudah barang tentu, ia tak mau membiarkan umpannya untuk mendapatkan warisan dari sang ayah, bisa lepas begitu saja.
Kedua keluarga terdiam. Guna menanggapinya sebagai tanda setuju. Akan tetapi, Pak Darman yang sangat menyayangi Ayu, paham betul jika putrinya masih syok setelah dihantam kejutan bertubi-tubi dari Guna. Belum lagi jawaban Ayu yang mendadak setuju menerima lamaran dari anak juragan ayam itu, membuat Pak Darman khawatir.
"Nak Guna, apa tidak sebaiknya kalian saling mengenal dulu?" tanya Pak Darman.
"Setelah menikah bisa saling mengenal, kan? Pak Darman nggak mau, kan, kalau sampai putri Anda dituduh yang bukan-bukan oleh tetangga?"
Ucapan Guna ada benarnya juga. Kendati demikian, Pak Darman tidaklah serta-merta merasa tenang. Omongan tetangga yang selalu menyudutkan Ayu, membuatnya gelisah. Ia khawatir jika sampai Guna tahu bahwa putrinya sering bergonta-ganti pacar.
Akhirnya keinginan Guna untuk menikahi Ayu dua minggu ke depan, disetujui oleh kedua belah pihak. Dengan senang hati mereka siap menyambut hari bahagia itu. Setelah selesai dengan segala maksud dan pembicaraan kedua keluarga, Pak Yayan beserta anak dan istrinya pamit undur diri. Masih ada urusan penting, katanya. Pak Darman mengantar keluarga sahabatnya menuju mobil yang diparkir di lahan kosong pinggir jalan. Di sana, dua anak buah Guna sedang menunggu, menjaga mobil majikannya.
Pak Yayan dan istrinya berjalan lebih dulu, sementara Guna menyusul di belakangnya. Di tengah perjalanan menuju tempat parkir, tidak sengaja Guna berpapasan dengan Ceu Mae. Wanita itu rupanya tahu betul, bahwa lelaki yang keluar terakhir dari rumah Pak Darman adalah calon suami Ayu. Tanpa menunggu lama, Ceu Mae bergegas menemui Guna sebelum pergi jauh.
"Pak, Pak!" panggil Ceu Mae pada Guna.
Guna menoleh, lalu bertanya. "Siapa Anda? Ada urusan apa sama saya?"
"Pak, bukannya kenapa-kenapa, ya. Saya cuma mau bilang, kalau anaknya Pak Darman itu cewek nakal. Gonta-ganti pacarnya aja sampai seminggu sekali."
"Oh, terus masalahnya apa? Yang mau menikah dengannya kan saya, bukan Anda. Jadi, tidak usah ikut campur," kata Guna bernada ketus, kemudian berjalan dengan angkuh meninggalkan Ceu Mae.