Cella menatapnya dengan mata mengerjap. Otaknya seakan masih memproses ucapan Justin kepada papanya. Sedangkan sang papa pun menatapnya dengan tidak percaya.
"Omong kosong apa ini?! Kau? Suami?" Sang papa menatapnya tajam dan Justin bergerak menghalanginya dari tatapan sang papa.
"Mengapa, anda ada masalah? Sejauh yang saya ketahui, anda hanya dapat menuntut hal yang mustahil dari Cella. Mengapa sekarang pendapatmu dibutuhkan untuk hubungan kami?"
Sang papa terdiam untuk sesaat sebelum tertawa. "Ah, Jadi ia menikahimu untuk uang? Kau pria bodoh, apa yang bisa ia tawarkan untukmu? Badannya bahkan tidak layak dilihat," cemoohnya dengan tatapan mengejek.
Cella merasa tertampar mendengar hal itu. Siapa yang akan menyangka jika ayah kandungnya akan mencemooh penampilannya, setelah sudah mengatainya bodoh, dan tidak berguna. Siap yang akan menyangka akan menerima pengakuan semacam ini.
"Cukup, Cella, ayo," ujar Justin singkat, dan menariknya keluar dari rumah itu.
Hal selanjutnya yang Cella sadari adalah jika ia sudah terduduk di bangku mobil Justin, dan mobil itu sudah melaju menjauh dari rumah itu. Rumah dimana ia telah tinggal selama lebih dari delapan belas tahun. Siapa yang akan menduga ia akan meninggalkan rumah itu dengan cara seperti itu.
"Hey," panggil Justin, tangannya meraih tangan Cella, dan ia menatap Cella sesekali, tangannya yang lain di kemudi.
"Tanganmu dingin, dan bergetar. Wajahmu juga pucat. Apa kau baik-baik saja?"
Cella menoleh untuk menatap Justin. Pria yang begitu saja muncul di hadapannya, dan membelanya begitu saja. Cella bahkan tidak pernah membayangkan terjadinya skenario seperti ini, tidak bahkan dalam mimpinya. Cella tidak tahu respon swperti aya yang harus dilakukannya. Namun, Cella merasakan suatu sensasi lucu di hatinya.
"Kau membawaku ke mall? " tanya Cella, saat menyadari mobil ini sudah mendekati sebuah kawasan mall.
Justin memarkirkan mobil, dan menoleh sekilas kearahnya. "Kau keluar rumah dengan tangan kosong, tidakkah kau membutuhkan pakaian?"
"Ah."
Justin melangkah keluar dari mobil, dan Cella mengikuti nya dengan diam. Kenapa ia selalu bertingkah aneh di depan Justin? Ini konyol, pikirnya.
Justin membawanya mengunjungi satu persatu toko. Mulai dari pakaian tidur, pakaian sehari-hari, sepatu, tas, sampai pakaian dalam.
"Justin-"
Wajah Cella memerah. Ia menghentikan Justin dari memasuki toko pakaian dalam wanita itu.
"Apa kau tak akan mengenakan pakaian dalam?"
Mulut Cella terbuka, dan lagi tidak ada kata-kata yang keluar. Cella menatap Justin jengkel dan akhirnya mengikuti Justin ke dalam.
Justin masuk kedalam dan melihat sekeliling seolah2 itu adalah hal yang normal baginya.
Wajah Cella memerah dan ia mencoba untuk tidak memperhatikan reaksi dari para pegawai toko yang menyambut mereka masuk.
"Bantulah dia memilih sesuatu," ujar Justin, menempati sebuah kursi di dekat ruangan coba pakaian saat sang pegawai dengan cepat mendekati Cella, melihat peluang yang bagus untuk bonus royalti mengingat banyaknya tas belanja yang dibawa Justin.
"Nona, model seperti apa yang kau cari? Biar saya bantu," tawar sang pegawai, memimpin Cella ke berbagai rak yang tersedia untuk melihat-lihat model yang mereka tawarkan.
"Ini model paling laku yang kami-"
"Apa saja yang kau rekomendasikan, aku akan coba," putus Cella akhirnya, dengan wajah memerah.
Sang pegawai wajahnya bersinar dan dengan cepat membawakan beberapa pilihan ke Cella. Ia membawa Cella ke ruang coba, dan menyerahkan beberapa tipe. "Nona, saya siapkan dua ukuran karena nona tidak mengatakan ukuran nona. Boleh di coba disini nona, " ujar pgawai itu dan lekas pergi memberi Cella privasi.
Cella menghela nafas dan akhirnya mencobanya. Setelah ia rasa ukurannya sudah cocok, dengan cepat ia keluar untuk memanggil sang pegawai, tidak mempedulikan modelnya karena Cella ingin cepat-cepat membawa Justin keluar dari toko itu.
"Bagaimana kak, apa-"
"Ukuran yang ini sudah cocok, " jawab Cella cepat. Namun sebelum ia sempat melangkah menjauh, sang pegawai kembali menghentikannya.
"Apa.kau ingin mencoba-"
Cella dengan cepat kembali menolak tawaran pegawai itu. "Tidak, langsung bungkus saja!, " jawabnya cepat tanpa melihat terlebih dahulu apa yang di tawarkan pegawai itu kepadanya. Ia hanya ingin ini cepat berlalu. Cella merasa sangat malu.
Sang pegawai dengan cepat membawa beberapa produk itu ke kasir, dan Justin dengan cekatan berdiri untuk membayar. Mendapati sang pegawai masih sedang mengscan barcode yang terdapat di produk, Cella berusaha menghalanginya.
Justin hanya mengangkat alisnya, dan Cella mencari alasan dalam diamnya. Melihat merahnya wajahnya, Justin menghela nafas dan menyerahkan sebuah kartu kepada Cella.
"kau tanda tangan saja, " ujarnya, akhirnya berjalan keluar dari toko itu dan membiarkan Cella mengurus sisanya.
Dengan cepat Cella menyerahkan kartu itu untuk membayar, dan saat Cella menandatangani bukti pembayarannya, ia menyadari sesuatu, dan matanya melebar.
"Tunggu dulu, ini-"
"Oh ya," ujar sang pegawai, dengan cepat mengambil sesuatu dan menyerahkannya kepada Cella. "Karena kakak berbelanja senilai tiiga juta, kakak sudah memenuhi syarat untuk member. Boleh diisi nama, tanggal lahir, serta nomor telefon nya ya kak. Berikut vocuher diskon tambahan untuk pembelian selanjutnya. "
Cella hanya bisa melongo. Sedari tadi ia tidak memperhatikan berapa yang Justin bayarkan untuk barang-barangnya. Namun jika toko pakaian dalam yang pria itu bawa ia kunjungi memakan sebegitu banyak uang, Cella tidak berani memikirkan berapa banyak uang yang mungkin sudah Justin keluarkan untuknya.
Cella tidak pernah memikirkan bahwa ia akan mengenakan produk-produk mahal seperti ini.
"Itu-"
"Jika sudah selesai, ayo kembali, " ajak Justin.
Cella akhirnya diam, dan mengikutinya. Ia kembali terpelongo saat Justin membawanya masuk ke sebuah perumahan dengan rumah-rumah berukuran fantastis, dan dengan garasi di bagian bawah rumah tidak seperti rumah pada umumnya. Atau setidaknya, Cella tidak pernah melihatnya.
Saat mereka melangkah memasuki rumah, lampu otomatis menyala. Cella memandang rumah itu takjub, dan memandang sekelilungnya. Semua tampak senada, dan sangat rapih. Justin hanya menoleh sebentar kearahnya, dan terus berjalan. Kakinya yang panjang membuat langkahnya lebih cepat dari Cella, dan ia berhenti di sebuah kamar di lantai dua.
"Masuklah, " ujar Justin tersenyum. "Ada kamar mandi di dalam, dan boleh kau gunakan semua yang disana. Kau dapat membuka-buka kabinet untuk mencari handuk. Aku ada urusan sebentar, " Jelas Justin singkat, sebelum kembali turun tangga.
Cella memasuki ruangan kamar yang tampak senada dengan ruang tamu-nya. Semua bernuansa produk kayu berwarna terang. Cella menemukan sebuah area yang membawanya ke kamar mandi yang tidak kalah rapihnya, menbuat ia memikirkan kamar mandinya sebelumnua dirumah, drngan hanya shower dan kloset, dengan tembok hanya tercat putih.
Cella menutup pintu, dan mulai membersihkan dirinya. Pancuran air Justin memiliki beberap opsi, mulai dari pancuran hujan, pijat, pancuran lembut, pancuran yang ia bisa atur dan pegang sendiri. Tidak melupakan adanya air hangat di hari yang mulai mendingin itu.
Cella membuka sebuah kabinet, ingin mencari handuk, namun yang ia temukan malah sederet pakaian laki-laki yang membuat Cella shok, terutama mengingat Cella yang lupa menyiapkan pakaiannya terlebih dahulu.
Cella kembali menghala nafas.
141220