Stacey memukul Justin tanpa belas kasihan. Pantas saja Cella akan menikahinya. Stacey tidak mengira Justin akan berprilaku kurang ajar supaya seorang gadis akan menikahinya. Jika sudah seperti itu kejadiannya, mana mungkin gadis itu akan menolak dinikahi walau tanpa cincin, pikir Stacey geram.
Cella tidak tahu apa yang terjadi, dan saat ia melihat Stacey memukuli Justin, ia merasa kalau sesuatu itu berhubungan denganya, dan dengan cepat mencoba menghalangi Stacey dari terus menerus memukuli Justin.
"Stacey-"
"Hei, apa-apan?" tanya Justin kesal, sedangkan Stacey mengembalikan tatapannya.
"Kau yang apa-apaan, tidakkah kau bisa menjaga perilakumu?"
"Apa maksud-" Justin yang sudah menatap Stacey kesal tampaknya sadar apa yang Stacey pikirkan dan tepat di saat itu juga ia malah terbahak, membuat Stacey semakin kesal.
"Apa maksudmu tertawa? Aku akan memberitahu Bryan-"
"Pikiranmu terlalu konyol, Stacey. Kurangi menonton drama korea," ledek Justin, mencoba menahan ketawanya.
"Ah, apa yang kau kira terjadi? Cella baru tiba malam tadi, dan kami belum pergi untuk membeli produk mandi untuknya," jelas Justin kembali menertawakan kekonyolan Stacey sedangkan ia terdiam tidak percaya.
Cella yang akhirnya menyadari apa yang terjadi wajahnya kembali memerah malu. Bagaimana Stacey bisa menduga seperti itu? Cella memandang Justin yang sedang terbahak, dan dirinya kembali terdiam untuk sesaat sebelum memalingkan wajahnya.
"Ah, Stacey, karena kau tampak terlalu senggang, kenapa tidak kau saja yang membawa Cella belanja? Karena aku yakin Bryan akan berterima kasih padaku jika kau bisa berhenti merajuk di rumah," tawa Justin, membuat Stacey kembali kesal.
"Kau, ayo," ajak Stacey langsung menarik Cella tanpa menunggu responnya.
Stacey membawa Cella mengunjungi sebuah mall elite yang tidak pernah Cella kunjungi sebelumnya. Stacey membawanya mengecek satu persatu toko yang menurutnya bagus, dan memberi Cella beberapa pakaian untuk dicobanya. Stacey akan menatapnya atas bawah, dan jika ia puas dengan pakaian itu, Ia akan membawanya langsung ke checkout, dan menyerahkannya kepada Cella setelah itu.
Dipenghujung hari, Cella telah memiliki banyak kantong di genggamannya, dan ia tidak mengeluarkan se-sen pun untuk semua itu.
"Hei," mata Stacey tertuju ke arah sebuah toko dan dengan cepat Cella menahannya.
"Stacey-"
"Tas itu lucu, bukan? Kau akan-"
"Aku tidak apa," potong Cella. "Aku tidak membutuhkan tas itu. Terima kasih," senyum Cella kepadannya sebelum berdeham. "Sebenarnya, aku berpikir ingin mencari manakan," ujar Cella yang mengingatkan Stacey jika mereka telah melewatkan makan siang.
"Oh yaampun, ayo," ajaknya dengan cepat. Jika Cella tidak mengatakannya, Ia tidak akan ingat jika ia pula sedang menahan lapar.
Karena tidak ada makanan yang Cella kenali, akhirnya Stacey yang memilihkan dimana mereka makan, dan membantu merekomendasikan sebuah menu kepada Cella.
"Aku ingin wine, dan masukkan ke tagihan Justin ya," jelas Stacey mengembalikan buku menu itu kepada sang pelayang sedangkan ia mengangguk mengerti, dan berlalu pergi.
"Jadi, masih adakah yang kurang?" tanya Stacey kembali, membuat Cella menggeleng dengan cepat. Tangannya meraih ke dalam sebuah tas kertas dan mengeluarkan satu botol sabun. Bagaimana bisa orang-orang ini menghabiskan uang yang sangat banyak untuk hanya sabun mandi seperti ini? Cella mendapatinya tidak masuk akal.
Ia membuka tutup sabun itu dan menghirupnya. Stacey mengatakan jika lilinnya adalah kejutan, dan mendapati jika ia sangat menyukai aroma sabun yang ia beli bersama dengan Stacey.
Cella menatap Stacey dengan senang, dan bukannya suara Cella, telinga keduanya malah disambut suara lain.
"Cresella!"
Wanita itu menatapnya dengan tajam, dan Cella menatapnya terkejut, tidak berekspektasi akan menemui wanita itu disini. Mata Cella tertuju pada kantong belanjaan di genggamannya, da walau ia tidak pernah membawa Cella berbelanja, Cella tahu jika brand tersebut adalah brand-brand mahal. Teman perempuan di kelasnya kerap membicarakannya.
"Setelah kami membesarkanmu selama delapan belas tahun, kau pergi begitu saja setelah menemui seorang laki-laki?" sinis wanita itu.
Cella menghela nafasnya. Selama delapan belas tahun usia-nya, pertemuannya dengan sang mama yang diingatnya mungkin bisa dihitungnya dengan jari di tubuhnya.
"Bukan seperti itu Ma, Papa-"
"Dua belas tahun aku membayar sekolahmu, dan kau malah belajar cara menjual diri-"
"Hei!" Stacey yang awalnya diam akhirnya angkat suara. Orang tua macam apa yang mengucapkan hal semacam itu pada anak mereka? Terutama di depan publik. Stacey yang cukup terbiasa berada di pusat perhatian menyadari jika beberapa orang di sekitar mereka sudah mulai memperhatikan mereka, dan berbisik-bisik.
"Kau bahkan tidak mendengarkan penjelasannya dan kau dengan sembarangan menilainya? Tidakkah kau pikir kau harus melihat dari dua sudut pandang sebelum membuat penilaia?" protes Stacey yang membuat mama Cella menatapnya.
"Ah, aku lihat ia akhirnya memiliki teman," ujarnya menilai Stacey dari atas sampai bawah. Ia merasakan Stacey memiliki aura yang berbeda dari Cella. Gadis ini tampak lebih berkelas, dan penampilannya dari atas sampai bawah walau tampak biasa tetapi ia bisa melihat jika pakaianya berasal dari brand terkenal.
"Gadis murahan lainnya, kuduga. Yang sejenis selalu berkumpul bersama," cemohooh-nya, membuat Stacey terkejut. Ia tidak percaya ada orang yang akan mengatakan itu padanya. Namun bukan itu yang membuatnnya marah. Ia tidak bisa percaya ada orang tua yang bisa mengucilkan anaknya sendiri tanpa alasan yang konkret.
"Sebuah observasi yang menarik. Apa kau melihat refleksi dirimu saat kau melakukan penilaian kepada mereka?"