"Kau tahu, aku akan menghormati permintaanmu. Aku tidak akan menuntut apapun mengingat kau yang masih kecil," kekeh Justin, membuat Cella menatapnya dengan wajahnya yang merah.
"Namun ku harap kau juga dapat memikirkannya dengan baik," lanjut Justin.
Cella tidak begitu mengerti mengenai apa yang ia maksud, namun ia tetap mengangguk. Kemudian, ia melanjutkan bertanya. "Kenapa, kalau ku boleh tahu, kau ingin menikahiku?"
Justin hanya tersenyum kepadanya. Ia tidak menjawab apapun dan sebelum Cella menyadarinya, mereka sudah sampai kembali di rumah.
"Ayo, kita sudah tiba," ujar Justin.
Keduanya turun dari mobil, dan ponsel Justin berdering. Alisnya mengernyit melihat panggilan yang diterimanya, dan ia menatap Cella singkat," Kau beristirahatlah."
Cella memangguk dan tanpa pikir panjang melangkah ke kamarnya. Semua belanjaannya dengan Stacey tidak terlihatnya dimanapun. Setelah memikirkanya, Ia memutuskan untuk mengambil handuknya terlebih dahulu di kamar Justin, sebelum melanjutkan pencariannya atas belanjaannya. Namun Cella tidak menyangka akan menemukan sabunnya tersusun rapih di kamar mandi Justin.
Cella pun terdiam, dan sesuai dengan dugaannya, semua pakaiannya telah tersusun rapih di lemari Justin. Cella tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia juga tidak bisa memisahkannya karena jika begitu, ia akan malah menyentuh semua barang-barang Justin.
Cella akhirnya mengambil sebuah pakaian untuk dikenakannya, membersihkan dirinya, dan kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Ia akan membicarakannya dengan Justin besok. Berdasarkan dari sebelumnya, ia menduga Justin sedang sibuk.
Di pagi harinya, Cella menemukan Jusin di ruang tamu. Saat Justin melihatnya, ia tersenyum kepada Cella, dan menghampiri Cella.
Di hari sebelumnya, Cella selalu melihat Justin dalam keadaan kasual. Namun saat ini, melihat Justin mengenakan jas yang rapih, Cella merasa terkejut dengan betapa bedanya aura Justin dengan sebelumnya.
"Ini kartu namaku," ujar Justin, menyerahkan sebuah kartu berwarana kecokelatan kepadanya. "Aku sudah menulis nomorku. Jika Stacey tidak datang, aku akan mengirimkan orang untuk menemanimu. Jangan bebersih. Ada orang yang akan melakukannya sore nanti. Aku ada urusan mendadak, maaf tidak bisa menemanimu hari ini," ujar Justin kemudian dengan cepat berbalik.
Cella tidak bisa melihat apapun karena pintu langsung tertutup. Mata Cella tertuju pada kartu nama di genggamannya dimana terdapat nama Justin dan emailnya, serta nomor telefonnya di kantor. Cella menatap kartu itu bingung, dan saat ia membalikannya, ia menemukan sederet angka yang tertulis rapih dengan pena.
Cella dengan cepat mengetikkan nomor itu, dan menyimpannya di ponselnya. Kontak pertamanya, pikir Cella.
Cella melangkah kedalam dapur, dan berbeda dengan sebelumnya, ia tidak menemukan apapun di meja. Mengingat di hari sebelumnya sudah cukup siang, Cella sadar mengapa mungkin Stacey belum datang. Tampaknya Stacey sering datang kesini, yang cukup masuk akal mengingat Bryan adalah pemilik sebenarnya, yang membiarkan Justin tinggal disitu.
Cella membuka kulkas, dan selain satu liter susu yang hanya tersisa sedikit, beberapa botol minuman beralkohol, serta air mineral dingin, Cella tidak menemukan banyak makanan disana. Hanya telur, serta es krim di bagian pembeku.
Apa Justin jarang berada di rumah? Mengapa ia tidak memiliki banyak makanan disini?
Cella menuangkan segelas susu, dan setelah pertimbangan, kembali membuka satu persatu lemari, untuk melihat jika terdapat makanan lain disana.
Cella hanya menemukan sebox cereal di lemari. Akhirnya, ia menuang kan cereal itu ke mangkok dengan susu, dan melahapnya.
Tidak lama kemudian, Stacey tiba-tiba muncul dan mengernyit ke arah Cella. "Jangan kataan tidak ada makanan lain?"
Tanpa menunggu jawaban Cella, ia membuka satu persatu lemari, dan kulkas. "Tidak bisa dipercaya," gerutunya, memadang Cella menyelesaikan sarapannya.
"Apa kau masih lapar? Aku bisa membawamu mencari makanan terlebih dahulu."
"Tidak perlu," tolak Cella.
"Baiklah. Ayo kita berbelanja, rumah ini menyedihkan," ujar Stacey bangkit dari kursinya, membawa Cella menuju ke pusat supermarket.
Disana, Stacey membawa Cella memilih, dari makanan instan, daging, sayur, buah, hingga makanan ringan. Cella mengikuti dan dengan serius mendengar mengenai makanan apa saja yang Stacey dapat buat, dan cukup mudah untuk dijelaskan.
"Apa kau seorang koki?" tanya Cella kagum, sementara Stacey tertawa.
"Tidak. Aku hanya bisa beberapa menu. Aku tidak bekerja, sejujurnya. Aku belajar memasak untuk Bryan. Ia tidak suka makanan restoran, dan sangat pemilih. Untungnya dia dapat memakan masakanku, atau aku curiga ia akan membiarkan dirinya kelaparan sebagian besar waktu," tawa Stacey.
"Aku dulunya akan menjadi fashion designer, namun, hal tak terduga terjadi. Bryan melarangku untuk melakukan apapun yang akan membuatku kelelahan," ujar Stacey pelan, matanya seolah memandang jauh sebelum senyum kembali ke wajahnya.
"Tempramen mereka tampak berbeda untuk sebagian besar orang, tapi percayalah, Bryan dan Justin, keduanya tidak banyak berbeda, walau Justin lebih banyak tertawa," kekehnya.
"Kau tahu, Aku bersyukur kau orangnya cukup tenang, atau aku khawatir kau akan terus memancing Justin. Ia akan tersenyum dan tertawa yang menipumu, namun akan sulit meredakan amarahnya. Bryan cendrung tenang, dan kalau kau beri dia sedikit waktu, ia cendrung lebih berkepala dingin," cerita Stacey tiba-tiba.
Cella hanya mengangguk, tidak begitu paham arah pembicaraan mereka, namun tidak berkata apa-apa juga.
"Aku akan kembali sebelum Bryan mencariku. Kau, kalau ada apapun, jangan sungkan memanggilku."
"Baiklah," angguk Cella. "Hati-hati, dan sampai jumpa," Ujar Cella melambaikan tangannya.
Stacey tersenyum melihat itu dan melambaikan tangannya kembali. Setelah Stacey pergi, Cella kembali ke rumah, dan memutuskan untuk menelusuri rumah. Stacey telah mengajaknya makan siang, dan rasanya ia cukup kenyang untuk melalui malam tanpa makan lagi.
Stacey menemukan sederet buku yang terpajang, dan mengambil satu judul yang menarik perhatiannya. Buku itu tampaknya menceritakan tentang autobiografi seorang pebisnis handal, dan Cella memutuskan untuk membacanya untuk menghabiskan waktu.
Waktu berlalu, dan tanpa Cella sadari, ia telah terlelap di bangku sofa. Saat ia terbangun, hari telah menjadi malam. Lampu-lampu menyala secara otomatis dengan mekanisme yang Cella duga dulu sudah dipersiapkan oleh Bryan.
Namun, Cella tidak menemukan siapapun dirumah. Cella melihat ke arah jam, dan waktu sudah melewati tengah malam. Cella tidak yakin apa yang harus ia lakukan. Mungkin Justin memiliki urusan mendadak di kantornya?
Cella tidak banyak memikirkannya. Ia akhrinya berpindah dari sofa menuju kamarnya, dan memutuskan untuk melanjutkan tidurnya.