Cella tidak yakin apa yang sedang terjadi. Frangky adalah sepupu Justin dan wanita dihadapannya bernama Stacey. Mengingat bagaimana Stacey mengatakan kakek, ketiganya tampak memiliki hubungan yang cukup dekat. Cella tidak dapat menahan dirinya dari berfikir, apa jangan-jangan Stacey adalah-
Pikiran Cella buyar saat ia mendengar pertanyaan Stacey. "Tunangan? Sejak kapan kau punya tungangan, dan kenapa gadis ini mau denganmu?"
Cella menatapnya terkejut. Dan Justin menatapnya tidak senang, sementara Frangky sudah tertawa terbahak. "lihat, sudah kuduga kau akan ber reaksi seperti itu," tawanya.
"Kakak ipar, aku juga bertanya-tanya hal yang sama, apa kau pikir Justin akan memaksa orang untuk menjadi tunangannya demi-"
"Kalian diamlah," potong Justin. Stacey mengangkat alis menatap Justin sebelum menoleh untuk kembali melihat Cella. Ia melangkah mendekat dan mengulurkan tangannya.
"Halo, aku Stacey," sapanya dengan senyuman ramah. Cella mengambil tangannya, dan tersenyum kembali kepadanya. "Ah, Halo. Aku Cella."
Stacey mengangguk dan menatap Cella atas ke bawah. Tentu saja ia bisa melihat jika Cella mengenakan pakaian baru, dan untuk sesaat matanya melirik ke arah Justin. "Jadi, kau tunangan Justin?"
"Ah, y-"
"Tapi aku tidak melihat cincin," ujarnya memotong Cella, membuat Cella kembali terdiam.
"Aku belum mencari cincin," jelas Justin yang membuat Stacey menoleh kearahnya, menyilangkan kedua tangannya.
"Jadi kau belum melamarnya, dan sudah mengakuinya sebagai tunangan?"
"Kami akan tetap menikah," jelas Justin singkat membuat Stacey menatapnya tidak percaya. Lihatlah betapa menyebalkannya pria ini. Kenapa Cella mau denganya? Dan kenapa dia sangat percaya diri?
Stacey menoleh untuk menatap Cella untuk sesaat, dan mendapati seluruh wajah gadis itu telah berubah menjadi merah.
"Keterlaluan," gumam Stacey, kehabisa kata-kata.
"Agu zetuzu," jawab Frangky, mulutnya penuh dengan apel yang sedang ia kunyah dengan santai, sampai ia mendapati dirinya dipelototi oleh dua orang.
"Kau yang keterlaluan," ujar Justin dan Stacey bersamaan. Frangky menelan makananya da menatap keduanya kecewa. "Baiklah kalau begitu, aku akan pergi," Ujarnya melangkah menjauh.
"Pintu disebelah sana," Ingat Justin, menyatakan jika ia berjalan ke arah yang salah. Frangky tidak mengira ia akan benar-benar diusir dan menatap kearah Stacey yang ternyata juga mengabaikanya.
"Keterlaluan," gerutu Frangky, pergii dari area dapur, namun Justin maupun Stacey tahu pasti jika ia tidak mungkin pergi dari rumah Justin.
"Um, aku akan kembali ke kamarku," ujar Cella kepada keduanya, sebelum dengan cepat lari ke lantai atas. Cella hanya bisa berharap jika ia dapat menemukan kamarnya sendiri.
Syukurnya, tangga yang ia gunakan merupakan tangga yang sama yang Justin gunakan untuk mengantarnya sehingga tidak sulit untuknya menemukan jalan. Namun, mengingat dikamar mandi luar tidak memiliki sabun, Cella terdiam di kamarnya, tidak yakin apa yang harus di lakukannya.
Mengingat rambut Justin yang basah saat sarapan membuktikan jika Justin sudah mandi, sehingga Cella memberanikan diri untuk memasuki kamar Justin, dan kembali menggunakan kamar mandinya sembari berharap jika pria itu tidak akan kembali secepatnya.
Di dapur, setelah Cella pergi, Stacey menatap Justin yang dengan santai menikmati jus nya sambil mengecek tablet-nya.
"Sejak kapan?"
Justin tidak menoleh dari tabletnya, dan menjawab dengan acuh tak acuh, "Entahlah."
Stacey menahan diri agar tidak marah, namun pada akhirnya, ia tetap memanjangkan tangannya untuk memukul kepala Justin yang entah bagaimana berhasil dihindarinya walau ia sedang tidak melihat, membuat Stacey semakin geram.
"Kau memanggilnya tunanganmu dan kau bahkan tidak memberinya cincin? tidakkah kau keterlaluan?"
Kali ini Justin mengangkat pandangannya, dan meletakkan ponselnya. "Kenapa cincin sangat diperlukan?" tanya Justin dengan wajah datar. Stacey memandangnya untuk beberapa saat, mencoba menduga jika Justin serius atau tidak dengan pertanyaanya.
Namun wajah datar Justin membuatnya tampak serius, dan Stacey semakin geram. "Justin! Aku- ah," Stacey melompat dari kursinya dan berusaha menyerang kepala Justin sementara ia melindungi kepalanya dengan tangannya.
"Aku bercanda, aku bercanda-" cengirnya, menertawakan wajah jengkel Stacey. "Aku akan menyuruh Dilan untuk mengecek jika cincinnya sudah siap diambil," tambahnya.
Stacey menatapnya tajam dan mencoba menahan diri dari memukul Justin lagi, saking geramnnya.
"Ah, aku sangat kesal. Kau dan kakakmu sama-sama tidak ada harapannya," gerutu Stacey kesal, sedangkan Justin menertawakannya.
"Apa yang ku bilang, kau akan menyesal menikahi Bryan," cengir Justin sedangkan Stacey memicingkan matanya kepada Justin.
"Aku bersumpah, Cella pasti buta jika setuju menikahimu," ujar Stacey berdiri dari kursinya, dan dengan cepat mencoba lari ke lantai atas untuk mencari Cella sedangkan Justin yang awalnya malas memperdulikan Stacey tiba-tiba terlonjak juga seolah mengingat sesuati, dan dengan cepat mengejar Stacey.
Stacey sudah mengetauhi liku-liku rumah Justin dengan baik sehingga ia dengan cepat sudah tiba di area kamar tidur utama. Stacey hendak mencoba mencari mulai dari kamar ujung, akan tetapi saat ia berada di depan kamar Justin, pintu tiba-tiba terbuka dan Stacey mendapati Cella yang hampir ditabraknya keluar dari kamar Justin dengan handuk di rambutnya.
Stacey berdiri terdiam, dan begitu juga Cella. Stacey mengerjap, sedangkan Cella kembali membeku, tidak tahu jika ia harus mengatakan sesuatu, menjelaskan dirinya, atau bagaimana. Wajah Cella memerah karena malu tertangkap curi-curi menggunakan kamar mandi di kamar Justin.
Yang Cella tidak sadari adalah Stacey yang membaca situasi ini berbeda dengan yang ia kira, dan reaksinya hanya menjadi konfirmasi apa yang ada di pikiran Stacey. Justin yang muncul di belakang melihat kedua wanita yang berdiri di depan kamarnya dengan bingung. Keduanya terdiam seolah sesuatu baru saja terjadi, namun sebelum ia sempat berpikir panjang, tiba-tiba saja Stacey melompat kearahnya dan kembali melempar serangan-serangan tak terduga kepadanya.
"Justin, sialan kau!"