Chereads / FANTASY WINGS / Chapter 4 - #4 | Kenangan (4)

Chapter 4 - #4 | Kenangan (4)

Bab 4

Tangan itu menjelajahi punggung lembut Zas. Desiran angin semakin lembut ketika kecupan Ash menurun perlahan. Membuat Zas semakin terlena dan semakin menggila. Perutnya bergetar sedikit, pertanda ada gerakan yang tak seharusnya---belum saatnya---ada. Beberapa senti dari pusar, kecupan hangat itu membuat spiral yang semakin memanas. Kini, daerah sensitifnya telah berhasil ditemukan.

Zas menggila dengan rancauan.

Setelah beberapa saat yang lalu, Ash diam-diam masuk ke dalam kamarnya yang megah nan mewah itu. Jendela dibiarkan terbuka begitu saja. Tanpa pertanda dan tanpa suara yang menggema. Setidaknya, sebelum ini dia berhasil terlelap dengan nyaman dan tenang. Apa gerangan yang membuat Ash kehilangan akal sehingga berani bertindak seperti ini?

Ketimbang mencari jawaban, Zas kini lebih memikirkan penyelesaian yang akan menuju puncak ini. Mulutnya mendesah tipis, sebelum akhirnya jemari Zas membelit di sela rambut Ash. "Jangan membuatku semakin gila, Ash."

"Jika itu terjadi, maka biarkan saja." Suara berat Ash membuat Zas terlena.

Samar-samar, batin Zas mulai membeludak. Ketika napas Ash semakin tak teratur dan kecupan itu berhenti di pusarnya. Beberapa saat setelah berhenti, Ash kembali merangkak perlahan, memberikan kecupan yang semakin menggairahkan. Panas dan ... membuai.

"Ash, Ka-kau...," kata Zas.

Lelaki itu tidak menjawab, memilih untuk melanjutkan kegiatannya yang lebih ketimbang saat ini. Ketika wajah mereka berhadapan. Mata penuh cinta dan hasrat itu bertemu. Selama beberapa waktu, Zas merasakan kedamaian dan kasih sayang yang begitu besar. Tautan bibir yang lembut, bersamaan dengan sebuah permainan di area yang paling intim. Entah bagaimana, yang jelas tubuh Zas mulai menggeliat. Desahan itu kembali keluar.

Ash mengecup kening, lalu berkata, "Jangan ditahan, Sayang."

Kedua tangan Zas mulai menggerayangi punggung kokoh itu. Kukunya menggores beberapa tempat. Ash berdesis sedikit, tetapi tidak menghentikan kegiatannya. Meninggalkan bekas keunguan di beberapa leher. Permainan itu semakin memuncak, ketika Ash berbisik, "Mari kita lakukan sekarang."

Zas terkejut. Tiba-tiba terbangun dari tidur dengan tepukan dibahu. "Kau tertidur, Zas. Apa kau kelelahan?" Si ibu, Narn, bertanya-tanya, sebab sedari tadi, saat bekerja melayani pembeli, dia terlihat seperti memikirkan sesuatu. Lebih sering melamun dan tidak mendengarkan beberapa pembicaraan dengan pelanggan. Hingga akhirnya tertidur di bangku panjang dekat jendela.

Sedangkan, Zas bingung harus melakukan apa. Mimpi itu begitu nyata dan sentuhan Ash masih terasa sempai sekarang. Dia memegang lehernya sendiri, sembari mencari sebuah cermin. Mengobrak-abrik laci kedai. Seingatnya, ada cermin kecil yang biasanya digunakan Day untuk berkaca sehabis mencuci muka. Ketika sudah mendapatkannya, buru-buru mengarahkannya ke leher. Pantulan cermin itu teramat jelas. Ada bekas keunguan di sana. Padahal Zas sangat yakin jika Day tidak menciumnya, apalagi ibunya. Alih-alih berpikir aneh, dia sangat yakin bahwa selama dua ribu tahun ini, tubuhnya tidak terkontaminasi oleh makhluk lelaki jenis apa pun.

Lalu siapa dalang dibaling tragedi sepasang bekas ungu ini?

Zas terduduk. Ini lebih buruk ketimbang apa yang dia bayangkan. Antara terlalu membenci dan ... ah, tidak-tidak. Zas masih sangat waras dengan apa yang akan dia lakukan saat bertemu dengan lelaki itu nanti. "Ash, apa kau suka memberiku sebuah hukuman? Apa ini rencanamu karena tidak menerima kutukan yang kuberikan? Atau, kau sungguh menikmatinya?" ujar Zas dengan lirih.

Jika bisa menikmatinya. Jika benar-benar bisa, mungkin Ash akan senang hidup di dunia dengan umur yang 'terkutuk' ini. Namun, kenyataannya tidak semanis dan semulus itu. Hidup sendiri, dan dikelilingi oleh kenikmatan yang sekadar 'ilusi'. Katakan bagiamana ia harus memiliki alasan untuk bersenang-senang.

Di sofa yang diperkirakan orang sangat nyaman, Ash duduk bersandar dengan kepala yang mendongak. Lelaki itu mendengarnya. Sangat jelas, semakin hari dan semakin waktu. Tidak bisa dimengerti, alasan yang mendasari semua itu terjadi. Jika tidak salah mengira, semua yang terjadi---tentang apa-apa saja yang dikatakan oleh Zas---akibat sesuatu yang salah kaprah.

Anehnya, Ash jauh lebih tenang di saat yang bersamaan. Lelaki itu mengatahui bahwa Zas hidup dengan baik sudah lebih dari cukup---setidaknya itu yang terlihat untuk saat ini.

"Aku hanya benar-benar bisa menikmatinya jika kau di sini dan melupakan dendam itu," ujar Ash lirih. Ya ... sesuatu yang sangat meragukan. Sesuatu yang sangat tidak mungkin terjadi. Sebab, sejak dulu---dua ribu tahun yang lalu---Zas memberikan tatapan yang sulit dilupakan. Itu penuh kebencian dan ambisi. "Barangkali tatapan itu masih sama. Barangkali banyak hal yang tidak bisa kau lupakan. Aku memang pengecut. Kau tidak pantas bersanding denganku. Sebab aku telah menjadi pengkhianat terbesarmu."

Tentang menjadi pengkhianat terbesar Zas sendiri mengetahui betul siapa dia. Ash juga tau bahwa apa yang dirasakannya ini tidak bisa dijelaskan kepeda Zas. Bagaimana mungkin? Perihal mencintai itu tetap ada. Masih sama. Sama-sama besarnya dengan dua ribu tahun yang lalu. Akan tetapi, rasa penyesalannya melebihinya. Hingga semua menjadi lebih buruk. Ash tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu.

Apa ada pilihan lain? Tidak, kan?

Jika ada kesalahan terbesar dalam hidup, itu adalah kotoran yang paling memalukan, setidaknya itu pendapat Ash. Sebelum keputusan untuk mengkhianati itu datang, Ash pernah merasakan bahagia dari hati. Pertemuannya dengan Zas bukanlah sesuatu yang disengaja. Jika bisa dikatakan baik, itu sungguh baik.

Di bawah rembulan bulat---tepatnya di atas atap---Ash melihat seorang gadis menikmati malam. Rambut hitam legamnya terlihat indah, apalagi saat berkibar terkena angin. Gaunnya berwarna perak itu begitu menyala, seolah selaras dengan rembulan yang dimilikinya. Saat itu, Ash belum mengetahui jati diri Zas yang sebenarnya. Ash mengira, bahwa perempuan itu berasal dari bangsa yang sama dengan kedudukan yang tinggi. Setidaknya, idenditas yang dibawa oleh gaun sutra bermotif emas itu memiliki nilai yang mahal---nilai yang tidak bisa dijangkau oleh orang lain.

Berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Ash selalu mencuri pandang, sampai-sampai dia mengerti apa dan kapan Zas berada di tempat yang sama itu. Hingga kegiatan itu ketahuan. Di sinilah dia merasa gugup. Pertemuan yang bisa dikatakan pertama kali itu sungguh buruk. Mereka bertarung, dan sejak saat itu pula, Ash mengetahui bahwa kemampuan Zas tidak bisa dikatakan tinggi, tapi sangat tinggi.

Beruntung lehernya tidak ditebas begitu saja. Hingga waktu membuat mereka menjadi semakin dekat. Untuk pertama kalinya, Ash melihat senyuman yang tulus di wajah Zas. Untuk pertama kalinya, Ash tidak melakukan apa pun dalam menyatakan perasaan. Sebab, Zas sendiri yang melakukannya. Dan setelah mereka menjalani hubungan sebagai seorang kekasih, Ash baru mengetahui bahwa wanitanya itu berasal dari manusia burung.

Sayap yang kokoh dan cantik. Baik terkena sinar rembulan atau sinar matahari. Saat menunjukkan sayapnya itu, Ash melongo. Sedangkan, Zas berkata, "Aku mempercayaimu. Aku melihatmu sebagai dirimu sendiri, bukan sebagai manusia itu sendiri. Zas, aku benar-benar mempercayaimu."

Siapa yang menyangka, pertemuan itu sebenarnya memiliki banyak permainan yang di atur oleh waktu.