Apa yang akan Zas lakukan telah dia lakukan. Kini, semua orang tau kalau keluarga Johan juga memiliki penerus lain, seorang wanita yang dirahasiakan. Cukup lama membangun reputasi seperti yang dia harapkan. Pengakuan dari semua kalangan dan pengaruhnya terhadap dunia bisnis. Apalagi dalam bidang perhiasan dan kini merambah dalam bidan fashion.
Hari-harinya semakin sibuk. Kini Zas sedang berada di sebuah café, menikmati kopi hitam dan bersantai sejenak. Meluruskan sendi-sendinya yang sudah kaku-kaku. Rasanya dia membutuhkan orang lain untuk memijit tubuhnya.
Namun, moodnya menjadi buruk ketika seseorang datang kepadanya. "Apa aku menganggumu?"
Wajahnya yang rupawan, begitu gigih. Seolah mampu menaklukkan segalanya. Mungkin memang benar, tapi tidak begitu adanya bagi Zas.
"Apa yang kau inginkan, Ash? Ingin aku mencabut kutukanmu?" Zas tersenyum meski hatinya sedang kacau. Dia benar-benar tidak suka lelaki ini.
Dengan tidak sopan, Ash duduk bersebelahan dengan Zas. "Tidak ada. Aku hanya ingin mengambil inisiatif."
Zas tersenyum kecut, meneguk kopinya yang pahit. Sesekali berjengit tatkala merasakannya. "Apa aku perlu mengetahui semua itu, Ash? Aku tidak memiliki hubungan semacam itu. Kau tahu kalau aku sama sekali tidak bisa melihatmu benar-benar bahagia."
Ash mendasah pelan. Aku tahu apa yang akan kau katakan, sebenarnya aku sudah menduga itu sebelumnya. Hanya saja aku membutuhkan sesuatu yang bisa membuatku yakin. Dan ya! Aku sudah menemukan itu."
Zas memutar bola matanya. "Apa yang kau butuhkan, Ash? Aku tidak suka basa-basi!"
"Kau menyukainya."
"Tidak," ujar Zas sembari tertawa terbahak-bahak. "Mungkin itu berlaku untuk dua ribu tahun yang lalu, sebelum aku tau kau adalah pengkhianat terbesar dalam hidupku."
"Aku akan kembali bertaruh, Zas."
Ucapan itu bagai bulu ditelinga, Zas. Dia geli ketika Ash mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Lelucon yang bagus! Oleh karena itu Zas memberikan tepukan tangan yang meriah. "Wah, wah. Apa aku tidak salah dengar?"
"Tidak." Ash segera menyanggah cepat-cepat.
Dengan kepedihan dihati atau setan dari mana, Zas benar-benar merasa muak. Segera dia menampar Ash. Pipi seputih giok itu menjadi semburat merah. Sedangkan Ash sendiri masih terkejut dengan reaksi itu. Sedangkan Zas menatapnya dengan penuh kebencian.
"Aku tidak pernah mendapatkan kesempatan seperti ini setelah dilahirkan. Kau tahu, Ash? Perjuanganku sampai dititik ini tidak bisa diukur dengan bayangan yang ada diotakmu itu. Penebusanku di dalam neraka hingga membuatmu masih hidup sampai saat ini tidak akan bisa kau mengerti. Dan kebencian ini tidak akan bisa kau pahami."
Hening sebentar.
Lantas perlahan-lahan Ash mulai berkata-kata. "Aku tau kalau apa yang aku bayangkan tidak sepadan dengan yang sebenarnya. Namun aku sengaja menyisihkannya. Kau tau kenapa? Sebab tanpa kau sadari semua yang kau rasakan saat itu tidak yang sebenarnya."
"Kau mau mengatakan apa yang aku lakukan itu sia-sia?" Zas menyipitkan matanya.
"Tidak. Apa yang kau lakukan selama ini benar adanya. Hanya saja---"
"---apa?" Zas memotongnya. "Jika bukan karenamu, ras kami tidak akan terdiskriminasi. Kau tau apa penyesalan terbesarku, Ash? Bahwa aku pernah memperjuangkanmu dengan berdarah-darah. Hasilnya aku harus kehilangan darahku dan organ-organku yang terenggut. Dan kau adalah simbolnya!"
"Zas," panggil Ash dengan suara perlahan.
Zas menggeram, dia merendahkan suaranya. "Jangan pernah menemuiku jika kau hanya mengingatkanku pada masa lalu. Ah, aku tau … kau hanya ingin mengejekku, kan? Sebenarnya kau bertepuk tangan atas apa yang kualami, kan? Kau!"
"Aku tidak seperti itu, Zas."
Café itu tidak terlalu ramai. Jarak antar kursi juga cukup jauh. Beruntungnya lagi, Zas mengambil tempat duduk di pojok yang tidak akan mengambil banyak perhatian orang ketika bertengkar seperti ini. Zas mengepalkan tangannya kuat-kuat lalu menggebrak meja. Dari sekian hal yang tidak dia ketahui hanya ada satu yang bisa dia lakukan, mengalahkan Ash untuk selamanya.
"Kau selalu seperti itu, Ash. Selalu," ujar Zas tampak tidak ada toleransi.
"Bagaimana aku harus membuktikannya agar kau bisa percaya lagi padaku?"
"Dua ribu tahun yang lalu aku memberikan segalanya untukmu. Bahkan jika kau membutuhkan jantungku, aku akan melakukannya. Dulu aku adalah orang yang siap mati untukmu. Aku juga orang yang siap kehilangan segalanya agar kau bisa mendapatkan pengakuan. Dan tiba-tiba, apa yang aku perjuangkan mendadak berbalik menyerangku. Setelah semua itu, bagaimana aku bisa berpikir tetap baik-baik saja? Hanya orang yang bodoh menganggapnya sama." Zas mendongak, meluapkan segala jenis emosi yang tersisa.
Sedangkan Ash hanya bisa menatapnya dengan iba. Mengingat kembali masa-masa itu dengan rentetan kejadian sampai di masa sekarang. Dua ribu tahun adalah waktu yang lama. Dia menunggu kebangkitan Zas dan membiarkan rasa bersalahnya berkobar. Dan ketika penantian itu tiba, ternyata Ash tidak benar-benar mendapatkan pelukannya.
Sejak awal, dia sudah bersalah.
"Maafkan aku." Hanya itu yang bisa dia katakan.
Zas menggeleng. "Sejak awal kau telah menyulut kebencianku. Seharusnya kau sadar itu, Ash. Mungkin satu-satunya hal yang tidak pernah kau sadari adalah kutukanku. Awalnya kau pikir akan mati setelah diriku lalu meminta maaf di neraka, begitu?"
Ash terdiam.
Zas semakin bersemangat. "Lalu aku memberikan penderitaan yang lebih mengerikan! Kau terkejut, kau ingin mengulang waktu, tapi semuanya terlambat. Bodoh!"
Mendadak Ash menarik pinggul Zas, mendudukkannya dipangkuan. Posisi yang cukup kikuk. Sekarang, semua orang melihat mereka berdua. Sialnya, beberapa dari orang-orang itu menyadari mereka. Dua orang yang berpengaruh dalam dunia bisnis seolah sedang kasmaran. Ya, seperti itu yang mereka pikirkan.
Sedangkan Zas tidak menyadari kalau orang-orang tengah sibuk mengambil poto. "Apa yang kau lakukan, Ash?!"
"Sebentar saja."
"Tidak."
"Kumohon."
"Ash!" ujarnya dengan nada tinggi meski suaranya ditekan begitu rendah. "Apa kau sengaja mengambil perhatian orang-orang?" tanyanya ketika menyadari suasana café mendadak ramai karenanya.
"Ya!"
"Bajingan kau, Ash!"
"Kupikir aku harus menerima semua itu dengan ikhlas. Zas, aku memang tidak tau dampak dari yang kulakuan dua ribu tahun yang lalu terhadapmu. Yang aku tau, aku di sini juga menderita karena kutukanmu. Kuharap ini impas, walau sebenarnya tidak seimbang."
"Turunkan aku, Ash!"
"Dengarkan aku," ucap Ash dan justru mendekatkan jarak mereka. "Aku benar-benar tidak bisa melupakanmu. Bahkan sampai detik aku masih sangat mencintaimu. Sekarang aku memiliki segalanya. Aku tidak bisa diperintah oleh siapa pun lagi. Tidak bisa diancam dan mampu melawan."
"Ash." Zas mulai gelisah ketika sorotan kamera mulai banyak. "Kau bertindak nekat! Kau merusak nama baikku!"
"Tidak. Aku menambah kepopuleranmu!" jawab Ash dengan yakin.
"Aku benar-benar ingin membunuhmu."
"Ya, aku tahu itu. Aku tau sejak dua ribu tahun yang lalu. Jika tidak, kau tidak akan mengutukku dan melakukan penebusan selama itu di neraka. Hanya saja Zas, entah kenapa sekarang aku sedikit tidak menyesalinya."
"Keparat!" teriaknya tanpa memperdulikan yang lain.