Mendengar teriakan Zas membuat semua orang tertuju padanya tanpa terkecuali. Banyak yang bertanya-tanya apa kedua orang yang naik daun itu sedang bertengkar karena sesuatu---yang lebih intim terkait perasaan. Tidak ada yang tidak penasaran dengan hal itu.
Ada beberapa yang mengambil foto, tapi ada juga yang menunjukkan apa yang terjadi di café itu melalui live streaming. Tidak butuh waktu lama sampai kabar itu meledak dan menjadi pembicaraa hangat. Komentar-komentar dari para netizen mayoritas baik, tapi salah paham, sebab Zas dan Ash tidak memiliki hubungan kekasih seperti yang mereka duga---setidaknya saat ini.
Para netizen juga mengatakan kemungkinan dua orang itu telihat bertengkar karena hal kecil, semisal sebuah perhatian atau pengakuan yang tidak kunjung dipublikasikan.
Dampak itu tidak diketahui oleh Zas dan Ash, tetapi Blauw sudah mendapatkan kabar itu dengan cepat. hanya saja, saat itu Blauw sedang ada urusan lain di luar kota. Jika dia ingin menyusul Zas dan membawa pulang dengan segera itu tidak mungkin terjadi. Tidak ada pilihan lain, kecuali mematikan live streaming itu. Hingga akhirnya Blauw memberi perintah untuk memasukkan sebuah virus kecil agar live streaming itu berhenti.
Benar saja, itu cukup berhasil. Live streaming yang dilakukan oleh orang-orang café mati.
Di sisi lain, Ash semakin bertindak nekat. Lelaki itu memojokkan Zas. Menatap wajahnya lekat-lekat, mengamati semua guratan yang membuat Zas telihat sempurna cantiknya. Pandangan Ash terlihat kelam. Mata kelam yang berisi cinta, kerinduan, kemarahan, dan penyesalan. Itu bercampur aduk dengan sempurna.
Dengan tatapan yang sama Ash melihat sesuatu yang indah meski hal itu terlihat sangat jauh dijangkau. Hal yang membuatnya bisa tersenyum setelah dua ribu tahun lamanya. Merasa mendapat ekspresi yang menjengkelkan, Zas berseru, "Apa sekarang kau puas melihatku? Kau memberikan tatapann seolah aku benar-benar lelucon bagimu. Kau benar-benar tidak berubah, Ash."
Ash menggeleng. "Aku melihat kebencian yang begitu besar."
Zas tersenyum kecut. "Itu sudah jelas. Aku tidak pernah sekalipun memberikan kelonggaran dengan persaan ini. Aku benar-benar membencimu. Sangat membencimu!"
"Tapi Zas, ada apa dengan perasaan yang kulihat selanjutnya?"
"Ha?"
"Kau masih mencintaiku. Kau masih memeliki rasa yang sama seperti dulu, hanya saja itu sangat jauh; tertumpuk dengan kebencianmu yang menggunung dan terkobar besar seperti api abadi yang tidak bisa dipadamkan. Selama ini aku tidak memiliki semangat, Zas. Sekarang aku sudah tau, walau itu hanya sedikit, itu cukup membuatku lebih bersemangat lagi." Ash tersenyum tulus.
Sedangkan Zas sudah sangat muak dibuatnya. Bagaimana bisa dia masih menyisakan persaan semacam itu? Tidak! Dia benar-benar sudah yakin kalau perasaan seperti tidak ada. Ash hanya sedang menghibur diri dan membuatnya lengah. Dia sangat mengenal dirinya sendiri. Sejak dua ribu tahun yang lalu, sejak dia mati dan memberikan kutukan itu, lalu menebusnya dengan siksaan pedih di nereka, tidak pernah seditik pun Zas melupakan pengkhianatan Ash. Tidak.
Zas tertawa terbahak-bahak. Wajahnya terlihat kacau dengan tawa kencang yang terdengar pilu Matanya sangat berkaca-kaca. "Kau tau, ucapan ini sangat lucu. Kau membuatku tertawa sampai menangis. Kau benar-benar ahli dalam melawan, Ash. Hanya saja, apa kau pikir aku peduli dengan perkataanmu?" Zas menggeleng. "Tidak! Aku tidak pernah membiarkan ucapanmu mempengaruhiku!"
Reaksi semacam itu sudah diduga oleh Ash. Ash tau kalau Zas akan mengelaknya---entah karena kebencian yang begitu dalam atau Zas benar-benar melupakan perasaan itu. Cinta Zas kepada Ash masih tumbuh di sana, di dalam jurang yang dalam dan sangat gelap.
"Aku tidak melawak, Zas."
"Tapi itu sangat lucu, Ash. Kau tau kenapa?"
"Kenapa?" tanya Ash.
"Karena itu tidak mungkin. Kemungkinannya sangat kecil. Sangat kecil seperti butiran debu yang bahkan tidak bisa dilihat oleh manusia biasa. Sedangkan kebencianku sangat besar, seperti gunung yang kokoh dan nyata."
Ash berkata, "Kau mengira perasaan itu tidak nyata? Aku melihatnya dan itu nyata, tapi kau sendiri tidak bisa menyadarinya."
Zas mencebik lalu mendorong Ash, membebaskan diri dari pojokan. Ash terduduk di sofa dan Zas meneguk minumannya. "Perkataan yang indah," ucap Zas dengan nada mengejek.
Tanpa diduga Ash bertindak lebih nekat ketimbang apa yang dipikirkan Zas. Lelaki itu menciumnya secara tiba-tiba. Melumatnya. Menunjukkan seluruh perasaannya yang bercampur aduk. Tidak ada kelembutan sama sekali. Hal ini membuat Zas teringat dengan malam itu, malam pertama sekaligus pengkhianatan setelah menikah. Zas merasa sangat marah. Dia sangat membenci kejadian itu.
Tanpa disadari juga, hal itu membuat Zas mengeluarkan air mata tanpa sadar. Perasaannya kacau tak terkendali. Amarahnya bercampur dengan sesuatu yang lain---yang terasa hilang selama bertahun-tahun. Hanya saja,Zas tidak tau perasaan apa itu.
Tindakan itu membuat semua pengunjung café terkejut. Berbondong-bondonglah mereka untuk merekam kejadian itu. Sama seperti sebelumnya, tidak butuh waktu lama foto-foto yang muncul di permukaan publik menjadi perbincangan panas. Blauw yang mendengar kabar itu tidak bisa menunda lagi. Blauw ingin menunda semua pekerjaannya di kota itu dan pulang menemui adiknya.
Tidak perlu diragukan betapa sayangnya Blauw kepada Zas. Sebagai seorang kakak yang gagal melindungi adiknya di masa lalu, perasaan tidak becus itu selalu saja muncul. Kini Zas sudah kembali di hadapannya, jadi tidak ada alasan untuk melakukan kesalahan yang sama. Apa yang bisa dia lakukan, harus dia lakukan segera. Bukan tanpa alasan, kehilangan anggota keluarga satu-satunya itu sangat menyedihkan.
Tangan Zas terkepal kuat, emosinya tidak stabil, tetapi kesadaran logikanya menuntun Zas untuk memberikan sebuah pukulan. Pukulan itu sangat keras, jika Ash tidak bisa mengendalikan dirinya, sudah dipastikan lelaki akan terpental. Menabrak dinding atau menabrak sesuatu yang membuat harga diri dan citranya turun. Meski begitu, dampak yang dia terima lebih buruk. Pukulan yang dilayangkan Zas di bahunya itu membuat Ash merasa kesakitan. Sudah jelas tulang selangkanya patah.
Tidak apa. Ash masih bisa tersenyum sembari memegang bahunya. "Aku sudah mendapat hadiahku."
"Pergi!" ucap Zas. Meski tidak keras tapi nada rendah yang dia keluarkan itu cukup memberikan penekanan.
"Aku akan pergi, kok." Ash berkata sambil mengacak-acak rambut Zas.
Gila! Ini gila!
Zas melihat kepergian Ash dengan perasaan aneh. Dadanya bergemuruh. Ada yang aneh dengan perasaannya. Mata Zas melebar. "Tidak mungkin! Apa yang dikatakan Ash itu bohong, jadi tidak mungkin aku masih memiliki perasaann itu. Ingat, Zas! Kau hanya boleh membencinya. Bencilah dia sebesar yang kau mampu. Hapus perasaan yang Ash katakan itu. Kau tidak mencintainya, Zas. Tidak!" ucap Zas dengan lirih, sesekali menampar pipi sendiri.
Sebab, dia adalah ratu. Kaumnya sekarang menderita karena ulahnya sendiri, jadi dia juga harus bertanggung jawab. Perasaan semacam itu harus dimusnahkan bahkan sampai serabut akarnya juga. Kelahiran Zas bukan hanya membalaskan dendam kepada Ash, tetapi juga mengembalikan kejayaan klannya.