Chereads / FANTASY WINGS / Chapter 1 - #1 | Kenangan (1)

FANTASY WINGS

G_Flower
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 17.1k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - #1 | Kenangan (1)

Era Modern, Tanah Kering

Auguts, 2345

Musim gugur mendominasi dari bangunan-bangunan kokoh. Orang-orang percaya bahwa tahun ini akan menjadi tahun kekisruhan, sebuah era yang kacau. Kebangkitan dari penghancur tahun-tahun yang lalu. Sekitar dua ribu tahunan. Bangsa manusia percaya, pengahancur itu masih ada di tempat yang tak terlihat. Mereka bersembunyi dan akan muncul kembali ketika pemimpinnya kembali. Menurut ramalan, tahun ini adalah tahun di mana si pemimpin bereinkarnasi. Jika perhitungannya tepat, kali ini pemimpin itu sudah berusia dua puluh satu tahun. Hanya saja, belum ada tanda-tanda kebangkitan dari intinya.

Sang Ratu dari klan manusia burung akan kembali.

Wanita, memakai kaus berlengan pendek biru, celana jeans setengah paha, menggunakan sepatu bot selutut berwarna hitam. Dia berlari membawa beberapa barang belanjaan yang sudah dia beli di pasar beberapa jam lalu. Sekitar matahari masih di timur berwarna oranye pekat. Masih gelap gulita. Dia harus berangkat segera, jika ingin kedai mie-nya ramai dan buka tepat waktu. Bisa dikatakan sial. Sejak terlahir kembali sebagai seorang anak dari pedagang mie, Zas memabawa ingatan masa lalu, tapi tidak bisa melakukan apa pun selain menunggu.

Berusaha hidup dengan kondisi yang ada. Berusaha untuk mengalah kepada takdir selama beberapa waktu. Bagaimana bisa dia melakukan tindakan seperti ini? Zas hanya berharap bisa melakukannya dengan baik. Sebelum kembali ke kaumnya, sebelum bersiap diri untuk melakukan sebuah pertempuran yang besar.

Dua ribu tahun yang lalu, Zas masih mengingat bagaimana bangsa manusia melecehkan klan manusia burung. Seolah jelmaan dari iblis yang berdosa dan pantas masuk ke neraka. Dan memiliki keyakinan seolah manusia akan benar-benar masuk ke surga. Sebenarnya, sejak dua puluh tahun bersama manusia, Zas mengetahui banyak hal. Memiliki sifat yang serakah dan tidak peduli dengan siapa pun. Tidak pandang bulu. Sedikit … menjijikkan!

Malam itu adalah malam yang panjang sekaligus melelahkan. Tubuh Zas bergetar karena sentuhan lembut. Jari jemari tangan yang kokoh merambat dari leher sampai ke pusar. Memberikan sensasi nyaman dan candu. Perut Zas berbunga. Dia mulai gelisah dan mencari tindakan yang lebih efektif ketimbang sekadar setuhan jari jemari. Badannya semakin melambung ketika kecupan lembut berada di area selangkangannya. Di saat Zas mulai terlena, sudah menjadi hukum alam, sayap-sayapnya muncul. Sayap merah darah semburat hitam, membuatnya terlihat elegan. Saat posisi tubuhnya akan dicapai, menyingkap segala sisi negatif. Dia harus mendapatkan pelepasannya sesegera mungkin.

Kedua tangan yang kokoh itu merambat, menyentuh paha, pinggang dan kepunggung. "Ash," ujarnya sedikit mendesah.

"Segera, kita akan selesaikan." Ash berucap lembut, setelah mengecup kening Zas.

Tubuhnya semakin bergetar, rasanya ada bom yang akan meledakkannya. Air mata Zas berkaca-kaca. "Kau, menipuku," ujar Zas, memelototkan mata. Hatinya hancur saat kedua sayapnya dipatahkan. "Aku menerimamu sebagai kekasih, meski para tetua tidak setuju. Sebagai ratu manusia burung, aku rela melindungimu di dalam istanaku sendiri. Memberikanmu cinta. Dan kau hanya ingin melihatku sekarat, lalu mati? Ash, aku tidak menyangka semua ini akan terjadi. Kau bekerja sama dengan mereka? Kenapa?"

Saat tubuh Zas terbenam dengan darah, Ash hanya bisa memeluknya. Mendekapnya. "Maaf." Hanya itu ucapnya.

"Satu-satunya orang yang mengetahui kelemahanku hanya dirimu, Ash. Aku memang pernah menduga hidupku akan berkahir di tangan manusia, tapi aku tidak pernah menyangka dirimu yang melakukannya. Sebagai seorang ratu, sayapku adalah kekuatan dan kelemahan. Sebagai seorang manusia burung, sayapku juga aset yang berharga." Wajah Zas mulai pucat.

"Jangan berucap lagi." Ash menatap sendu.

"Rupanya sudah direncanakan dengan baik, ya?" tanya Zas saat mendengar derap kaki dari luar kastil. "Ash, aku tidak pernah takut dengan apa pun selama prioritasku adalah kamu. Aku terlalu bodoh menikah denganmu yang pengecut. Aku tidak peduli apa alasannya. Ash, bangsa kami memiliki cara jika kami mati dengan cara yang tidak kami sukai. Aku tidak rela nyawaku sia-sia, Ash. Tidak sama sekali!"

"Lakukan apa pun yang mau, Zas." Ash tidak mampu menatap wajah Zas. Dirinya membenamkan kepalanya di cekungan leher. Memperhatikan darah keluar dari kedua sayap Zas yang telah patah. Dia yang salah di sini.

Zas berdecih. "Aku selalu berharap kau bisa melindungiku. Tapi, sepertinya itu tidak akan terjadi. Percuma, kini kebencianku mulai tumbuh."

"A-Aku akan menyusulmu, Zas," jelas Ash, tentu saja dia ingin mati bersama kekasihnya.

"Kau tidak memiliki hak untuk mati bersamaku." Zas terkekeh. "Ash … aku akan kembali, membawa dendam ini; membawa ingatan dari pengkhianatan ini; membawa kebencian dari bangsamu. Aku mengutukmu, dengan hukuman neraka selama yang akan ku tanggung selama seribu tahun sebagai gantinya. Kau tidak bisa mati, hancur, dan tidak bisa mencintai. Kau akan diberikan cinta, kepercayaan, kekuasaan dan kehormatan, tapi dirimu hanya akan ada penyesalan, kesepian, kehancuran batin."

"Zas, kumohon."

Suara Zas melirih, tubunya semakin transparan. "Aku akan kembali, Ash. Aku akan kembali untuk membantai bangsamu."

Bagaimana rupa orang itu sekarang? Zas tidak peduli. Dia juga tidak ingin mencarinya terlebih dahulu, sebelum inti tubuhnya bangkit kembali. Itu akan terjadi esok malam, saat bulan purnama berada di posisi tentinggi, bulat sempurna. Terlahir sebagai anak manusia. Dia benar-benar menjadi manusia sebelum sayapnya yang patah itu kembali. Dan ketika esok malam tiba, saat sulur-sulur dari sinar memadat dan mengelilingi tubuhnya, dia tidak bisa dikatakan manusia sepenuhnya lagi. Namun, se per sepuluh dari kekuatan akan bangkit, dan menunggu selama beberapa waktu untuk menunggu sayapnya kembali. Saat sayap itu sudah ada di punggungnya, saat itu juga, penyerangan akan terjadi.

Baik, pikirkan itu nanti. Saat ini Zas harus bergegas sebelum mie-nya remuk dan tak bisa digunakan untuk berjualan nanti pagi. Ibu dan adiknya akan menunggu. Kakinya masih belum cukup panjang untuk melangkah cepat dan menyingkat waktu.

"Bu, aku pulang," ujar Zas ketika membuka pintu.

"Kau sudah membeli sesuatu untuk kau gunakan sebagai sarapan?" tanya ibunya, Narn.

"Tidak, aku harus pulang cepat. Hari ini, kita harus buka lebih awal agar uang yang kita dapatkan lebih banyak. Kita membutuhkan uang lebih untuk membayar sekolah Day." Zas meletakkan kantong-kantong belanjaan di atas meja. "Jangan lupakan, kalau ibu perlu jaket baru yang lebih tebal dan hangat. Badan ibu sering sakit. Jika sebelum musim dingin kita belum memilikinya, ibu tidak bisa jalan-jalan untuk melihat salju."

"Zas, jangan katakan apa pun. Ibu tidak membutuhkan jaket baru."

"Oh, ya? Aku tidak menanyakan pendapatmu. Aku hanya akan melakukan apa yang kuanggap benar." Zas mengeluarkan barang belanjaan perlahan, terutamaa saat mie-nya nyaris jatuh dari atas meja.

"Apa kau sudah memikirkannya?"

"Apa?"

"Ayahmu." Narn melihat tubuh Zas yang diam membeku. Itu bukan rasa terkejut, melainkan banyak hal yang harus dia pikirkan.

Zas tersadar, lekas melanjutkan pekerjaannya. "Ayah salah satu orang yang kubenci setelah dirinya."