"Mau turun? Di dekat sini, ada makanan laut yang diolah sangat enak." Alvin memecah keheningan. Ia pun beranjak keluar dari mobilnya, diikuti Audia.
Alvin menarik tubuh Audia agar mendekat kepadanya. Merangkulnya sepanjang jalan, menuju sebuah restoran makanan Jepang.
Setelah beberapa ratus meter mereka berjalan dari tempat Alvin memarkirkan mobilnya, Audia mengeluh, "Masih jauhkah? Ini dekatnya di mana coba?"
"Bentar lagi sampai, Sayang." Alvin menjawil hidung Audia yang kemudian mendengus.
Tiba-tiba Alvin menghentikan langkahnya. Audia, mau tidak mau ikut berhenti, menoleh seraya mengerutkan dahi.
"Mau mas gendong?" Alvin tersenyum simpul yang jelas-jelas menggoda Audia.
"Igh! Modus!" Alvin terbahak. Melingkarkan tangannya di pinggang Audia. Audia melotot tajam.
"Kita nyebrang, Sayang." Audia pun menurut.
Tibalah mereka di depan restoran Jepang yang berada satu lokasi dengan restoran Indonesia–yang masih sepi karena bukan hari libur. Terlihat minimalis dari luar. Tetapi di dalamnya terdapat spa yang bisa dimanfaatkan untuk memanjakan tubuh yang lelah atau sekadar perawatan rambut dan wajah.
"Di sini ada menu bayi gurita yang mas suka."
Audia dan Alvin memasuki restoran ala Jepang. Pelayan di sana mengantar mereka ke ruangan khusus yang tertutup. Duduk lesehan, beralaskan bantalan duduk yang empuk.
Alvin lantas memesankan berbagai macam makanan yang ia suka. Mulai dari menu pembuka hingga minuman.
Selama menanti pesanan, Alvin memamerkan beberapa foto baru yang sempat ia upload di instagramnya.
Foto arunika, pantai, dan foto tangan Alvin yang menggenggam tangan Audia saat di pantai tadi pagi.
"Igh, tangannya doang. Ngapain coba dipasang di IG." Audia memprotes seraya mencibir. Alvin hanya terkekeh.
"Istri mas, cuma mas yang boleh menikmati. Yang penting follower mas tahu, mas udah nikah." Tiba-tiba Audia merasa hatinya menghangat.
Audia terdiam beberapa saat, sebelum bertanya, "Emang selama ini, ada follower Mas yang ngejar-ngejar, ya?"
Alvin tertawa terbahak.
"Cemburu?"
"Igh!"
Alvin kembali tertawa. Membuat Audia kesal. Menggembungkan pipinya. Dan bibirnya sengaja ia majukan seperti ikan.
Tidak lama, pesanan mereka datang satu per satu.
Ada tsukidashi–appetizer and salad, Alvin memilih yasai salad, berisi salad sayur dengan japanese dressing. Kani salad, berisi daging kepiting, dengan sayuran dan mayonese. Masing-masing satu porsi.
Chuka lidako goma, bayi gurita, dengan taburan wijen, dan saos. Menu kesukaan Alvin, ia memesan hingga empat porsi.
Dan menu lainnya, seperti tobiko sushi, telur ikan. Enoki no hoil yaki, jamur enoki yang dipanggang dengan saos tempura.
Ada juga menu mie. Niku soba, mie jepang yang berwarna coklat, dengan daging dan telur, juga sayuran. Dan tamago ramen, mie jepang dengan saos pedas ditaburi ayam, telur dan sayuran. Masing-masing satu porsi.
Terakhir, pelayan membawakan dua gelas juice midori–mix sayur dan buah–dan dua teh botol, karena selain minuman ini, yang lainnya mengandung alkohol.
Audia tampak terperangah dengan banyaknya hidangan di atas mejanya.
Seolah melupakan kekesalannya tadi digoda oleh Alvin, Audia berucap, "Guritanya banyak amat. Bakal habiskah?"
Alvin mengambil satu piring untuknya dan satu piring untuk Audia.
"Cobain dulu, deh. Didi pasti bakal tahu nanti."
Audia mengambil sumpitnya dan mencoba satu. Wajahnya terlihat seperti meleleh, dan gumaman lolos dari mulutnya yang ranum.
"Ah, enaknyaaaa ...." Mata Audia terlihat berbinar. Alvin senang melihatnya.
"Kan. Mas bilang juga apa. Enak?" Audia mengangguk berkali-kali dan mengacungkan dua jempolnya. Mulutnya kini penuh dengan bayi-bayi gurita yang rasanya memang lezat.
"Oishii!!" Ucapnya kemudian setelah menghabiskan dua piring. Alvin tersenyum.
Setelah menghabiskan semua makanan tanpa bersisa, Alvin pun menawarkan Audia untuk menunggunya di lobi restoran, sementara Alvin kembali mengambil mobilnya.
Alvin tidak ingin membuat wanitanya kelelahan berjalan kaki kembali ke tempat Alvin memarkirkan kendaraannya.
"Oke, deh. Jangan lama-lama, ya!" Audia pun mengambil tempat duduk yang ada di depan meja resepsionis.
"Siap, Mam."
Sekitar sepuluh menit, Alvin kembali. Membukakan pintu di samping kemudi. Menunggu Audia masuk ke dalam mobil.
CR-V hitam pun meninggalkan restoran khas Jepang itu, kembali ke cottage di Tanjung Lesung.
Perut kenyang, membuat Audia tertidur sepanjang perjalanan kembali. Hati Alvin pun diliputi kekhawatiran, jika Audia terbangun nanti, apakah akan seperti kejadian dini hari tadi?
Mobil mereka tiba di depan cottage, Alvin memandang wajah Audia yang tertidur pulas. Begitu tenang.
Perlahan Alvin menggendong Audia yang masih terlelap, dan membawanya ke kamar. Merebahkan dengan hati-hati tubuh Audia di ranjang.
Alvin duduk termenung di samping ranjang. Menanti dengan cemas, apa yang akan terjadi pada istrinya nanti saat terbangun.
Tak lama rasa kantuk pun mendera Alvin. Mengambil posisi di sebelah Audia, Alvin memejamkan matanya. Napasnya kian teratur. Dan ia pun terlelap.
*
Lewat jam makan siang, Audia baru terbangun. Mendapati dirinya berada di ranjang bersama seorang lelaki asing yang tertidur lelap.
Terkejut?
Tentu saja. Audia bertanya-tanya, siapa lelaki tampan di sebelahnya. Mengapa ia berada di tempat itu.
Tak lama, kelopak mata Alvin terbuka. Di hadapannya, ia melihat Audia duduk di ranjang dengan tatapan terkejut.
Alvin sudah menduga hal ini akan terjadi. Mengabaikan rasa cemasnya, Alvin menyapa Audia, "Istriku sudah bangun?"
Audia mengerutkan dahinya, kemudian berkata, "Istri?" Alvin tersenyum dan mengangguk. Merubah posisinya, duduk bersila berhadapan dengan Audia.
"Didi lupa?" pancing Alvin.
"Kamu tahu namaku?"
"Tentu saja. Mas, suami Didi."
Lama Audia terdiam, seolah berpikir. Ia pun memegang sisi kiri dan kanan pelipisnya. Wajahnya terlihat kesakitan. Alvin menduga, Audia berpikir keras untuk bisa mengingat sesuatu. Hal itu, membuat nyeri di dadanya.
"Mas ... Alvin?" lirih Audia.
Alih-alih menjawab pertanyaan Audia, Alvin menarik tubuh wanitanya ke dadanya, memeluknya erat, seolah ia takut Audia akan meninggalkannya.
Jangan sampai terulang, batinnya.
Alvin dan Audia benar-benar melewatkan jam makan siang. Menu sarapan pagi jelang siang tadi, masih cukup mengenyangkan perut mereka berdua.
Mereka berada di ruang santai. Menonton beberapa film yang disajikan melalui siaran tv kabel. Sesekali bergumam, membahas film yang mereka tonton, hingga sore menjelang.
Makan sore di dalam cottage dengan memesan makanan dari restoran cottage. Menu ikan bakar dan jus jeruk, cukup mengenyangkan untuk mereka.
Jelang malam. Kembali Alvin merasa gelisah. Dan Audia menyadarinya.
"Apa ada sikap Didi yang bikin Mas tidak nyaman?"
Alvin yang tengah duduk di tepi ranjang, sementara Audia berdiri di hadapannya, menatap Audia, dengan tatapan yang Audia tidak dapat memahaminya.
Tangan Alvin terulur, menarik pergelangan tangan Audia, membawanya untuk duduk di pangkuan Alvin.
Mata mereka saling bertatapan selama beberapa saat. Membuat Audia menjadi salah tingkah.
Terkadang ia mengingat, bahwa Alvin adalah dosen killer di kampusnya. Namun, ingatan tentang pernikahan mereka, Audia seolah melupakannya.
Audia khawatir, hal itu mengganggu pikiran Alvin. Dan, ia tidak salah menebak.
Alvin mendekatkan wajahnya ke wajah Audia, dan mendaratkan bibirnya di bibir Audia. Tindakan impulsif, yang membuat Alvin melupakan sejenak kejadian yang akan menyongsongnya esok pagi.
Meninggalkan banyak tanda cinta di tubuh Audia, lebih banyak dari sebelumnya. Seolah ingin membuat suatu alibi, ketika Audia membuka matanya esok, ia bisa mengingat dirinya, suami Audia.
Malam terakhir di cottage ditutup dengan indah. Membiarkan tubuhnya melekat dengan Audia tanpa penghalang, hanya berbalut selimut tebal. Hingga pagi dini hari menjelang.
*
Alvin mendengar suara tangisan lirih di sebelahnya. Keadaan mereka masih seperti semalam. Dengan Audia duduk di tepi ranjang. Membungkus tubuhnya dengan selimut.
Alvin memeluk Audia dari belakang. Hatinya terasa sakit. Bahkan, tanda-tanda cintanya pun tidak membuat Audia langsung mengingatnya.
"Aku suamimu, jika Didi lupa." Alvin makin mengeratkan pelukannya, kala Audia menangis lebih keras.
Rabu siang, setelah menghabiskan makan siangnya, mereka check out dan bersiap kembali pulang ke Jakarta.