Chereads / CHRYSANT / Chapter 14 - The High Wall is Ego

Chapter 14 - The High Wall is Ego

Rio menghampiri Kenita yang sedang duduk bersama Leo, mendiskusikan pelajaran.

Mereka duduk berdua di bangku belakang.

" Ada apa Rio ?! ... "

" Aku mau ikut belajar bersama kalian, di rumah. " Rio bicara tanpa ekspresi.

" Benarkah ? ... Kamu boleh ikut ! " Kenita menjawab cepat, matanya berbinar senang seakan dia mendapatkan lotere rumah mewah lengkap dengan perabotnya.

" Dimana kita akan belajar ? ... " Kenita tidak sabar.

Rio melirik Leo, " kamu tanya saja sama Leo. " Kemudian dia pergi.

Kenita menatap Leo tanpa mengubah ekspresi, " dimana Leo ? "

" Rumah ku saja. "

" Baiklah. "

Leo diam-diam menghela napas mendengar antusias Kenita yang tidak berubah setiap kali hal itu berhubungan dengan Rio.

***

Danu mendapatkan perawatan kelas VIP karena ayahnya yang minta, dia juga izin tidak masuk sekolah dua hari, tiga malam ditambah besok jadi tiga hari full.

Danu diinterogasi orangtuanya, bahkan ibunya pun ikut marah dan menyalahkan, merasa harga diri sebagai donatur tetap sekolah tercoreng, ide asal tercetus dari mulut ayah Danu dan di provokasi Anita kakak Danu sekaligus teman sekantor Leona.

Rencana balas dendam akan terlaksana dengan mudah, Danu tersenyum licik di bangsal yang lebih mirip persinggahan ketimbang rumah sakit.

***

Ayu dikunjungi tetangga yang meminta bantuan tenaganya, Ayu pun menyanggupi karena pekerjaan di rumah juga sudah selesai dikerjakan. Apa salahnya membantu, mungkin saja akan ada sedikit tambahan meski bukan itu niat utamanya membantu.

***

Hampir satu jam Ayu dan tetangga membantu di dapur untuk konsumsi hajatan tetangga, obrolan pun mengalir begitu saja sebagai selingan penghilang bosan.

" Punya anak itu kok ya, ngerepotin. " Keluh Aisyah ibu muda yang sudah jadi janda dua kali.

" Anaknya bukan sudah besar-besar, Bu. Nyusahin kok bisa !? " Di sahut Darmi ibu semok yang buat pandangan bapak-bapak satu RT teralihkan.

" Halah !!! " Bu Aisyah ngedumel.

" Gede badan aja masih pada suka berantem, apalagi merengek minta ini, itu alasan buat sekolah macam-macam. " Aisyah curhat session.

" Podo ae karo anak ku mbak yu, walah dalah .. jajane puol, takolan Karo mba yu ne ora ketulungan. Ngisin-isini Jan. " Mbak Janiyem tukang sayur menggebu bertukar cerita.

" Yah namanya anak pasti ada rewel-rewel, aneh-aneh. Ya itu bisa jadi cara mereka minta perhatian sama orangtuanya. Yo bersyukur berarti anak itu sayang. " Mbah Gayatri mengeluarkan nasehat, semua manggut-manggut.

Ayu diam menerka-nerka apa yang ia ingat soal Rio merengek atau manja, tidak ada yang aneh dengan Rio dan baru dia sadar jika ' tidak ada yang aneh ' yang membuat Rio beda.

Seperti puteranya membangun tembok yang sangat tinggi dan hanya dia yang bisa dan memilih siapa yang pantas melewatinya.

" Bu Ayu kok bengong, ada apa sama anak-anaknya ?! " Bu Darmi memperhatikan.

Ayu hanya tersenyum, " nggak ada apa-apa sama anak saya. " Ia melanjutkan mengupas bawang merah.

" Enak Yo, duwe anak Podo akur. " Mbak Janiyem menimpali. Yang lain manggut-manggut.

***

Pukul 14.00

Rio asyik bermain basket dengan teman-teman satu basecamp yang Leo lihat tempo hari.

" Ayo kita pulang. " Kenita menghampiri Leo yang sejak tadi hanya memperhatikan Rio.

Kenita berpaling kearah lapangan, melambai dengan semangat kepada Rio yang ternyata membalas.

Rio menghampiri dua sejoli, mencangklong tasnya dan siap mengekor.

" Kamu main sama mereka?! ... " Kenita meminta jawaban yang menyenangkan atas pertanyaan.

Rio menatap teman-temannya yang semangat bermain bahkan sampai terdengar teriakan-teriakan tidak jelas sekedar penambah semangat.

" Mereka baik. " Jawaban yang tidak diinginkan.

" Habis belajar, Lo ikut gue Leo. " Pandangan Rio mengedar kedepan dimana kakak tirinya berjalan.

Leo tidak menjawab dan perjalanan mereka hanya diiringi bunyi kendaraan atau sekedar angin yang bergesekan dengan kulit, selebihnya diam.

***

Mereka sudah berkutat dengan buku-buku di ruang tamu, Ayu menawarkan camilan dan tiga gelas sirup dengan isi ulang satu teko.

Terhidang rapi diatas meja kaca, Ayu memperhatikan bagaimana Leo dan Kenita belajar sementara Rio asyik berguling dengan Manis yang diakui sebagai kucingnya, bukan milik Leona lagi katanya.

" Rio nanti gabung, bosan dulu katanya. " Ayu hanya tersenyum hambar mendengar ucapan Leo.

" Nak ... Sedang apa kamu !? "

Rio yang membiarkan Manis tidur di dadanya tersenyum lucu menyambut Ayu.

" Bantu ibu sebentar, sebelum mood belajar kamu datang. "

Rio mengangguk, setelah membelai Manis dan kucingnya mengeong, Rio melesak masuk mengejar Ayu ke dapur.

***

Ayu memberikan segelas besar sirup jeruk sama persis seperti yang didepan.

" Kenapa nggak belajar. "

" Nanti aku belajar. " Rio meminum sampai setengah gelas.

Ayu bicara lagi, " sampai moodnya datang. "

" Kepala ku pusing, Bu Ayu.. aku bosan, di sekolah belajar, di rumah belajar, aku mau main atau aku bantu ibu aja ya. " Mata Rio memelas.

Leo menemui ibu dan Rio, " Kenita pamit. "

Rio melompat, " udah balik ? Kok, cepet ya ?! " Rio memegang dagunya seolah berpikir.

Leo menatap Ayu yang dibalas senyuman.

" Ikut gue yuk. " Rio menarik tangan Leo dan akan terus menggeret kalau saja Leo tidak bicara.

" Kalau nggak mau jangan bilang mau belajar, loe ini kenapa sih Rio ? Terus kita mau kemana? "

Rio tersenyum lirih dadanya sesak lagi, " jangan buat alasan. Gue udah kenal sama pura-pura sakit loe. " Leo acuh tak acuh.

" Tolong ikut aku kak ... Aku mohon, sekali aja. " Suara Rio lama-lama melemah.

" Gue bonceng lu, kasih tau dimana tempatnya. "

***

Leo bergeming ketika menemui teman Rio yang tadi sedang sibuk membuat musik, mereka seperti anak kucing bertemu majikannya ketika melihat Rio.

" Leo mau gabung. "

Leo melengos dengan suara-suara di kepala mengumpat dan merutuki kemauannya datang kesini bersama Rio.

" Oh silahkan kita senang punya teman baru. " Damar hendak menjabat tangan tetapi Leo hanya menatap tangan itu.

Damar nyengir, canggung karena dia di tolak mentah-mentah oleh lelaki pula.

" Mau gabung ? Kita lagi compose musik. " Jia menawari.

Leo menggeleng, dan mengikuti Rio duduk di pojokan bersama Falla Dan Bie.

" Rokok. " Falla menyodorkan bungkus rokok lusuh kepada Rio dan Leo, keduanya menggeleng.

" Pergilah, kakak sudah tau apa yang aku lakukan disini. "

" Apaan, gue nggak salah denger ? "

Rio menggeleng, " loe bilang mereka cecunguk, tukang onar. Gue mau kasih liat apa yang cecunguk lakuin disini. "

Leo gelagapan menerima tatapan dari setiap sudut, ingin membela diri pun percuma Rio malah sudah memejamkan mata dengan posisi duduk dan kepala bersandar tembok.

***

Leo sudah kehilangan semangat, kabur pun tidak bisa.

Rio mengintip dan melihat kakaknya ketakutan setengah mati dalam gugup, dia hanya tersenyum sinis.

" Udah pulang !! Keliatan jalan keluarnya kok. " Rio tidak tega juga.

" Loe bilang apa Rio ? ... " Firman menghentikan permainan keyboardnya.

" Kalian cecunguk. " Rio santai, tetapi tatapan matanya menerkam kebebasan Leo.

Firman tertawa geli, " oh loe mau kita sambut sama gaya cecunguk. Loe diem situ, ok ... Relax. " Ia meninggalkan tempatnya dan menghilang diantara ruas jalan, menyisakan ketakutan dalam benak Leo yang semakin menjadi parah.

***

Dia kembali dengan minuman botol berwarna hijau, " silahkan menerima perjamuan ala berandal, cecunguk macam kita bung. " Ia berikan satu minuman dan menepuk pundak Leo.

Rio mengambil sebatang rokok dan menyesapnya dengan nikmat.

" Sejak kapan loe ngerokok ? " Leo menegur adiknya.

Semua terkekeh geli dengan sikap Leo polos ini.

" Baru sekarang. " Rio santai.

" Gue nggak bercanda. " Nada bicaranya kesal.

Rio menatap, sambil mengeluarkan desisan, asap menutupi wajahnya.

" Gue juga serius baru hari ini gue ngerokok, emang loe liat seharian ini gue pegang rokok ?! ... "

" Santai bro, sudara lu itu harus diajarin gimana caranya gaul ! " Bie menyeletuk.

" Loe bilang dada loe sakit. "

Rio menatap Falla kemudian balik ke Leo sambil tersenyum. " Yang sakit otak gue, bukan jantung gue. " Dia menekan-nekan kepalanya dengan telunjuk yang masih mengapit rokok.

Tawa meledak seketika, Leo benar-benar muak.

" Minum, biar lu rasain rasa miras kayak apa. "

Samar terdengar tawa yang di tahan.

Leo tidak bisa berkutik melihat Rio begitu berubah, dia terlalu jauh untuk digapai saat bersama teman sepermainan, meninggalkan Leo jauh kebelakang.

Rio berdiri, dia mengambil minuman di tangan Leo, " loe kemaren bilang gue apa ?! ... Anjing ? " Rio mereguk air dalam botol dan tamparan mendarat bahkan sebelum minuman turun ke kerongkongan.

Jia hampir saja melabrak Leo, kalau saja dia tidak ingat dengan permintaan kawannya sebelum datang kesini.

" Leo benar-benar anggap aku berandalan kan?! " Botol di tangan sengaja ia jatuhkan hingga minuman itu tumpah mengeluarkan buih soda yang berserakan.

" Temen Rio nggak ada yang sepinter temen Leo atau bahkan nggak sepinter Leo yang hobby belajar, diskusi pelajaran sama Ken. "

Leo melotot.

" ada yang salah, perlu koreksi ?! ... Kita disini yang duduk main musik, paling murah main gaplek sama ngerokok itu MADESU, kalian yang belajar giat, cerah gitu masa depannya. " Rio benar-benar marah, sebelum Leo menghakiminya, ia dorong tubuh kakaknya sangat keras hingga terdorong kebelakang, spontan dia tertunduk dan melihat botol minuman bersoda berwarna hijau, bahkan masih tertinggal soda dari carbonasi.

" Mending Lo cabut ... Lagipula lo nggak nyaman disini, gue sama Lo punya tembok yang terlalu tinggi buat di lompati. "

" Itu Lo, lo nggak sadar kalau Lo buat pembatas yang nggak bisa gue terobos. " mereka saling membela diri.

" Itu juga gara-gara lo yang nggak pernah punya waktu, sibuk belajar, Kenita ... Kenita ... Belajar, Lo nggak pernah denger gue, gue harus mohon-mohon sambil manggil kakak ke Lo biar gue dapat perhatian Lo. "

" Kita mau ujian. "

" Gue juga ujian, tapi nggak melulu belajar, sama mereka gue belajar, akademis Jia malah lebih diatas karena dia senior, ada Fabian yang mau sama-sama belajar biar dia junior. "

***

Danu mendecak kesal dia kalah cepat, sekolah sudah sepi. Rencana balas dendam terpaksa dia tunda.

***

Firman dan Jia saling lirik, tidak sangka niat awal Rio membawa Leo untuk bersenang-senang malah jadi ajang curhat.

" Jia nggak seburuk yang Leo pikir, tolong Leo jangan selalu menilai sepihak begini, atau setidaknya jadilah abu-abu tanpa memihak siapa pun, jangan buat aku membenci mu. " Suara Rio tercekat, dia menunduk tidak bisa melanjutkan padahal kegundahannya masih segunung.

" Kita udahin aja ya drama unfaedah ini, jadi... " Jia menengahi, sejenak ia ambil napas panjang.

" Niatan kita cuma buat senang-senang, bagi ilmu soal musik yah nyalurin hobby, Rio kesini juga biasanya buat tidur sama ngerokok aja, habis dia malas sama musik. " Jia garuk-garuk kepala tidak bisa melihat respon apa yang diberikan Leo.

***

" Loe underestimate soal gue terkenal trouble maker ya Leo. "

" Gua masuk BP karena pihak sekolah udah percaya sama kita buat ... "

" Persiapan pensi sama acara-acara yang ada musiknya gitu, kepsek udah tau kita berapa kali ikut ajang musik. " Fabian alias Bie menimpali.

" Soal mecahin kaca, sama telat masuk kelas pake manjat-manjat. Murni kenakalan, anak-anak butuh hiburan. " Falla nyengir.

" Ralat. Mecahin kaca nggak sengaja, gara-gara Lo Falla, beneran di skors kita. " Jia memeragakan siap memukul dengan tangan kepada Falla yang memberikan tanda peace.

***

Semua memang berawal dari salah paham yang tidak pernah dicoba untuk diakhiri, misal dengan bertanya langsung dengan orangnya.

Dan disinilah kedua bersaudara ini berakhir, dalam rasa canggung sampai saling tatap saja rasanya risih.

" Kalian kenapa sih sejak pulang ketemu temen kok diem-dieman gini?... " Ayu duduk ditengah keduanya.

Rio pura-pura tidak dengar dan sibuk membelai leher dan tubuh manis sampai berguling, Rio tersenyum dibuatnya.

Sedangkan Leo sejak tadi larak-lirik tidak bisa fokus.

Yang pasti keduanya sangat menggemaskan di mata Ayu.

" Ayo masuk sebentar lagi kak Leona pulang, kalian mau bantu mama kan?... " Leo dan Rio mengangguk berbarengan.

***

Keempat penghuni rumah itu duduk saling berhimpitan di salah satu sofa, mereka asyik mengobrol dari hal serius sampai hal nyeleneh.

" Mama ... Rio merokok. " Leo ingin tahu respon ibunya.

Ayu menatap Rio, Leona ikutan menatapnya, Rio?

Sudah pasti terintimidasi.

" Cie udah gede... Mam kayaknya bakal ada penerus papa. " Celetuk Leona.

Leo menoleh dengan slow motion effect kepada Leona.

Ayu tertawa, memang Bagas adalah seorang perokok berat tapi untuk Rio dia tidak berharap demikian.

" Aku hanya iseng Bu Ayu. Jangan marah. " Ia memeluk pinggang ibunya dan merekatkan tubuh mereka sehingga saling menempel.

Dua wanita itu pun tertawa.