Bel terdengar berulang, para siswa berhamburan ke kelas dan duduk di tempatnya masing-masing semua merasa gugup karena ini hari pertama berjumpa dengan guru dan wali kelas.
Seorang guru masuk dan memperkenalkan diri sebagai Sapto, dia mengaku sebagai guru sejarah sekaligus wali kelas X A
Pelajaran dimulai dengan menyalin catatan materi pembahasan yang akan dijadikan bahan rest minggu depan, yang sudah rapi tercatat di papan tulis.
" Anak-anak lanjutkan mencatat bapak ada urusan sebentar di ruang guru. " Pak Sapto meninggalkan kelasnya.
" Aihsh ... " Rio kesal sendiri karena menjatuhkan bolpointnya.
Rio berjongkok bermaksud mengambil bolpoint yang terjatuh ke kolong bangkunya.
Rio mendongak keatas rupanya kaki yang menghalangi adalah kaki Danu.
" maaf, Danu aku mau ambil pulpen " ucap Rio.
" itu punya ku, jangan kamu akui enak aja. " ucap Danu menghak milik pena Rio.
" baik, tapi biar aku ambil dulu. " tiba-tiba Danu menginjak tangan Rio yang menggenggam bolpoint.
" Danu kaki mu menginjak tangan ku." Rio berujar sambil meringis menahan sakit.
" kenapa ? memang aku sengaja ... kamu pasti mau ambil pulpennya kan ! " Danu semakin kencang menginjak tangan Rio.
" ada guru ... " teriak Banu teman sekelas.
***
Kegiatan belajar pun berlangsung khidmat, tak ada keganjilan apa pun bahkan mereka seperti sudah melupakan kejadian tadi.
" heh, tolong ambilkan pensil itu, gue nggak sampe ... " perintah Danu kepada Rio yang duduk sebangku.
Rio menuruti ia ambil pensil yang terjatuh, karena sulit menjangkaunya ia terpaksa meraba hingga ke kolong bangku.
" oh iya ... " Danu bangun dari bangkunya dengan kasar dan jatuh tepat menghantam tangan Rio yang ada dibawahnya.
Rio histeris, tangannya seketika lebam bercampur darah. Leo dan Kenita yang melihat langsung panik, mereka membantu Rio ke UKS.
***
" Jangan bilang Bu Ayu. " Rio menatap Leo melas.
" Gua laporin !!! " Leo ketus, tangannya sibuk membebat luka Rio dengan kasa.
" Please " Rio semakin memelas.
" Loe udah luka begini, gue nggak bakal bisa bohong apalagi diam didepan mama. " Leo melotot.
" Tolong aku kak. " Rio mengeluarkan jurus terakhir di bumbui genggaman tangan ala kekasih yang merajuk memohon sesuatu.
" Nggak. " Leo mantap dengan ucapannya.
***
Di rumah Ayu keheranan melihat tangan Rio yang lebam dan membengkak. Rio tidak merintih atau mengeluarkan ekspresi apa pun saat Ayu mengobatinya, ketika ditanya Rio hanya diam atau sesekali menggeleng menjawab pertanyaan Ayu.
Rio masuk kekamarnya.
Berkali-kali ia bergulingan menahan sakit ditangannya, sudah lama ia ingin membalas Danu namun nasehat ayahnya membuat ia mengurungkan niatnya.
***
" Riooo ... " Kenita berteriak dari balkon rumah yang kebetulan berseberangan dengan jendela kamar Rio dan Leo.
Ia mengintip dan melihat Kenita melambai dengan tersenyum manis seperti biasa.
" Sakit banget. " Rio memasang wajah memelas, sambil menunjuk telapak tangan yang di balut perban.
Kenita tertawa, " apa perlu ku obati? "
Rio mengangguk, " benarkah ?! " Basa-basi belaka.
" Tunggu ya. " Kenita bergegas, sementara Rio sempat melongo dengan gerakan cepat Kenita.
***
Lima menit kemudian ...
" Rio ... Ada Kenita " suara Ayu nyaring.
" Hei Ken, kirain basa-basi. " Rio menuruni tangga, dia grogi.
" Hehe ... Iya lagian tadi kata mama kamu, lukanya udah diobati, udah ganti perban juga. " Kenita meledek Rio.
" Ya udah kalian ngobrol di depan sana. " Ayu yang muncul dari dapur sambil membawa dua minuman dingin, memberi saran.
" Ayo Kenita tadi si Manis duduk didepan, aku kenalin. " Tanpa sadar Rio menggandeng Kenita.
Terlalu antusias hendak mengenalkan kucing kesayangan yang suka datang dan pergi semaunya. Kebetulan hari ini si Manis Kitty sedang pulang.
" Lucu ya ... " Rio terus membanggakan Manis yang semakin gembul dari hari ke hari.
" Iya ... Haha. " Kenita tertawa menahan geli karena tangannya dijilati Manis.
***
Leo baru kembali sepulang dari rumah pak Eko, ketua panitia lomba 17 Agustus untuk tingkat RT.
" Gimana Leo ?! Kita bakal pakai tema apa buat gapura 17an ?! " Rio menghampiri Leo yang lesu.
Leo melirik Kenita yang sibuk membelai Kitty, dia menghela napas.
" Ntar malam bakal ada rapat lagi buat nentuin. "
Leo cemburu, tetapi dia tidak bisa seenaknya mencak-mencak karena Kenita tidak tahu kebenarannya kalau dia menyimpan rasa untuk Kenita bahkan sejak lama.
Dan menyedihkan ternyata adiknya lah yang bisa lebih akrab dengan pujaan hati.
Ayu menyambut kepulangan Leo di dapur segelas sirup jeruk tersaji untuk kerongkongannya yang dahaga.
Lumayan untuk menghilangkan bara yang menyala di sanubarinya sekarang.
***
Semua orang tau kalau Leo terlalu pengecut untuk mengatakan satu kata kepada Kenita dan dia juga sepertinya membenarkan dengan hanya diam dan memilih menghindar ketika Kenita mengulurkan pertemanan.
Hati Leo terlalu kecil untuk menerima kebaikan hati Kenita yang sebenarnya sama rata.
Mungkin dia menjadi salah satu lelaki di dunia ini yang terlalu menggunakan hati ketimbang logikanya, itu berlaku ketika dia berhadapan dengan Kenita.
***
" Lo pacaran sama Kenita? ... " Leo yang tidak sabar akhirnya bertanya juga.
Rio yang duduk di belakang meja belajar tersenyum sinis, menatap Leo.
" kenapa? .... kalau loe suka ngomong sendiri ke orangnya. "
" loe tau gue suka, seharusnya Lo bisa menjauh dari dia. "
Rio berdiri, " loe nggak usah atur hidup gue! ini hidup gue oke ! "
Leo yang sudah menahan emosi sejak lama akhirnya pertahanannya runtuh juga, dia berdiri dan tanpa sadar mendorong Rio hingga bangku berdecit karena tergeser.
" ambil kehidupan Lo ! ambil semuanya ... "
ia mencengkram kerah seragam Rio yang belum diganti, " dan gue minta kehidupan gue yang Lo ambil, gue minta papa, kembalikan semuanya !!! "
beberapa detik kemudian Leo tersadar memperlakukan adiknya dengan buruk, ia melepas cengkraman tangannya dan mundur beberapa langkah.
terdengar suara cengengesan, " Rio terlalu nyaman disini ya, sampai lupa kalau Rio bukan siapa-siapa. " suaranya mulai bergetar.
Leo keluar, " aku cuma orang asing kan Leo. maaf mengambil papa mu, maaf mengambil kamar mu, ya ... aku hanya orang asing disini. " ia bergumam tanpa henti, semakin di pikirkan kepalanya semakin sakit, tidak dipikirkan bayangan-bayangan dan suara Leo terngiang-ngiang.
***
sejak hari itu sikap keduanya berubah. tidak ada lagi pertengkaran-pertengkaran kecil yang terjadi di ruang makan atau di rumah, hanya kecanggungan.
" kamu sakit Rio? ... " tanya Leona yang penasaran dengan sikap diam Rio beberapa hari ini.
Rio tersenyum kemudian menggeleng, ia melanjutkan makannya.
" kalian nggak bareng?! " Leona bertanya kepada Leo yang sudah menyelesaikan sarapan dan berjalan menuju pintu.
" aku mau ke perpus, harus lebih pagi ke sekolah. "
" MMM ... ok ! " Leona menyahut tapi matanya menatap Rio yang makan tetapi sambil tertunduk.
***
" kalian ribut ?! "
Leona memegangi tangan Rio, menahan agar adiknya tidak menghindari percakapan.
Rio menggeleng, " nggak. " suaranya sangat lirih mengundang penasaran Leona semakin dalam kepada adiknya.
ia memperhatikan tangan yang menggenggam pergelangan Rio, terasa hangat.
" duduk. " Leona kembali menatap Rio tanpa melepas pegangan tangannya kepada Rio.
" aku bisa terlambat. "
" duduk ! aku kakak mu, duduk dan bicara sama kakak. " Leona agak menarik tangan Rio dan kali ini Rio menurut.
sudah lima menit Leona menunggu Rio bicara.
" apa yang kalian ributkan ?... "
" tidak ada. "
Leona menarik napas mendapat perlakuan tutup mulut Rio, dia jauh lebih sulit di dekati ketimbang Leo.
" ganti baju mu dan istirahat. "
" aku mau sekolah. "
Leona menarik tangan Rio, membawanya masuk kamar dan memaksa adiknya mengganti baju.
" kak ... "
" Rio, kamu sakit. tidur sebentar pasti sembuh kalau masih panas atau pusing kita ke rumah sakit. "
" jangan marahi Leo. "
akhirnya, Leona menemukan sebuah cahaya , ia urung pergi dari samping Rio.
" apa yang kalian ributkan ?! "
Rio menggeleng, " tidak ada. " tetapi tangannya menggenggam tangan Leona erat seakan memohon agar kakaknya tidak pergi.
Leona mengusap kepala Rio dengan tangan yang lain.
" kakak mau kemana? jangan tinggal Rio, maafin Rio, Rio janji bakal jadi anak baik asal kakak jangan tinggal Rio. "
Leona menarik tangannya. membiarkan Rio terus mengoceh hal yang tidak ia mengerti, hanya beberapa kata yang ia paham.
maaf, aku salah, aku hanya orang asing, aku akan pulang, tapi jangan tinggal Rio sendiri, aku akan minta maaf dan pergi.
kata itu berulang-ulang di lantunkan, sampai adiknya tertidur.
***
Rio terjaga dan semburat orange yang memantul dari jendela menyadarkan dia bahwa ia sudah tidur terlalu lama.
pintu terbuka dan terbanting, sebelum Rio menoleh untuk melihat siapa yang datang, Leo berteriak dan mengumpatnya, suara nyaring tas yang di banting membuat jantung Rio berdegup aneh.
" Lo ngadu apa ke kak Lena ?! " Leo kasar mendorong tubuh Rio.
Rio menggeleng, " bohong ! kak Lena marah sama gue, Lo ngomong apa dasar pengadu ! " Leo terus mendorong-dorong bahu Rio dengan kesal, lalu merasa hatinya belum puas ia hendak pergi.
Rio memegangi tangan Leo, tetapi tidak di gubris sehingga Rio yang memang sedang sakit dan belum sepenuhnya bertenaga terjatuh bersimpuh disamping Leo.
" maaf .... "
mendengar kata maaf, Leo malah menjadi semakin marah, prasangka buruk terlanjur menggelayuti Leo.
" Lo emang bukan saudara gue, kita beda... Lo cuma orang asing yang dibawa mama, pergi dasar pengadu. "
***
" Leo? ... apa Rio udah bangun? " Leona berpapasan.
" nggak ! " Leo pergi begitu saja, membuat Leona geleng kepala.
" Rio ? " ketika pintu dibuka dia menemukan adiknya bersimpuh.
" maaf ... "
" ada apa ? " Leona berjongkok.
Rio bergeming, hanya terdengar kata maaf.
Leona kehabisan kata, melihat adiknya semakin aneh, ia hanya bisa memeluknya dan mempererat pelukan.