Manusia bersifat dasar dinamis, yang berarti berubah, tidak ada anak manusia manapun yang 100% baik, begitu pula sebaliknya.
Tidak ada yang murni jahat, anggap saja berada pada tingkat abu-abu.
Polos??
Mereka juga tidak akan selamanya polos, ingatlah bahwa waktu adalah guru untuk semua hal yang kita pelajari dan kita dapat. Pengalaman ada bukankah karena waktu jua.
***
Rio merebahkan tubuhnya yang penat diatas lantai, didepan televisi sekedar menghilangkan penat sehabis berjuang dalam bus yang penuh sesak, dan tadi sengaja ia main bola basket sebelum pulang.
***
" Baru pulang ?! ... "
Rio membuka matanya sedikit, memastikan siapa yang bertanya.
" Kak Lena, tumben pulang sore. Nggak ada lembur? " Penuh antusias ia bertanya, dia juga sudah duduk dengan tegak, wajah lelah itu menghilang berganti sumringah mendapati kakak perempuannya ada di rumah.
Ia rindu menatap lama kakak paling cantik di rumah setelah ibu Ayu.
Leona tersenyum bahkan terdengar suara gelak di sana, " kamu kangen ? " tawa Leona meledak saat melihat anggukan Rio.
" Peluk dong kalo kangen. " Tangan Leona merentang, menggoda Rio.
Dan jangan pernah meminta hal semacam skin ship kepada Rio, karena dipastikan dia tidak akan pernah menolak.
" Oh ... Oh ... Sebegitu kangennya si bungsu sama aku. " Leona terkekeh mendapati Rio sangat bersemangat menubruk Leona.
Hampir terjengkang tubuh mungil Leona bersinggungan dengan badan besar Rio, kalau saja Rio tidak menahan dengan sebuah pelukan, tentu gadis mungil itu benar-benar terjengkang.
" Sangat ... Sangat ... Sangat kangen. " Ciuman mendarat di pipi kanan dan kiri Leona, dan kakaknya pasrah saja diperlakukan manja begitu malah dia semakin tenggelam dalam tawa.
Leo yang baru saja bergabung, ketika melihat dua saudaranya berpelukan. Tanpa sungkan ia menghambur menubruk punggung Leona.
***
" Jangan!!! " Rio tidak mau berbagi, dengan kasar tangannya memukul bahu Leo tanpa mengendurkan pelukannya dari Leona.
" Aku mau pelukan juga. "
Akhirannya mereka berebut seperti bocah melihat permen.
" Nggak boleh ! Kak Lena cuma mau peluk RIO !!! " Dia benar-benar tidak mau berbagi.
Kedua tangannya mengeratkan pelukannya,
" owh, pelan-pelan Rio. Ini sakit. "
" Kak Lena cuma mau peluk aku. Peluk Rio, nggak yang lain. Kak Lena punya aku, Leo nggak boleh. " Rio membenamkan wajahnya kedalam ceruk leher Leona.
Melihat tingkah aneh adik mereka, membuat mereka saling pandang dengan sorotan heran.
" Semua baik-baik aja sayang ? " Leona lembut bertanya, malah seperti berbisik.
Leo yang baru kali pertama mendengar Leona lemah-lembut seperti itu heran sekaligus bergidik.
" Kecapekan kali. "
Dalam hati Leo sangat cemburu, sehingga tanpa sadar ia menyeletuk.
Leona mencoba melepas pelukan tetapi tenaga Rio lebih kuat mengakar.
" Hei, ayo kita bicara. " Leona menyerah dan bicara dalam posisi berpelukan, Rio menggeleng.
" Kamu menangis?! "
Rio semakin dalam menenggelamkan wajahnya.
" Rio ... Ayo. " Leo memegang lengan Rio yang melingkar di tubuh Leona, dan kali ini Rio menurut.
***
Leo tidak berhenti memandangi Rio yang berbaring di ranjang, bahkan saat ia sibuk menyiapkan jadwal pelajaran untuk besok, ia masih memandangi Rio.
" Ada apa? ... " Leo tidak kuasa menahan diri untuk bertanya.
Rio malah menyembunyikan wajahnya dengan bantal.
Diperlakukan acuh tak acuh Leo tetap diam dibalik punggung Rio.
" Leo ... Aku bosan. " Suara Rio lirih.
" Mmmm, apa yang mau Lo lakuin ? "
" Aku anak tiri ibu mu kan Leo ?! "
" Iya. "
" Dan kamu tidak suka aku jadi adik tiri ?! ... Aku minta maaf, mengambil ayah mu, aku minta maaf mengambil ibu mu, aku minta maaf ... " Rio tidak sanggup melanjutkan kata-katanya.
Tenggorokannya seperti ada yang mengganjal.
Leo diam saja. " Aku minta maaf mengambil kakak mu. Aku minta maaf ... Maaf Leo. " Suara isakan mulai terdengar.
Leo membalik tubuh Rio, menahan bahunya agar adiknya itu tidak menghindar.
" Kamu masih membahas hal itu, kamu masih marah padaku ? "
Rio memalingkan wajah.
" KAMU MARAH PADAKU ???! "
Rio menatap Leo, " dada ku sakit setiap kali ku pikirkan. "
" Jangan dipikir. " Leo semakin erat meremas bahu Rio.
" Aku nggak bisa, nggak mikirin... Aku cuma anak tiri disini, kepala ku sakit setiap kali aku berpikir semua baik-baik aja, Leo sayang padaku, kak Lena peduli padaku, Bu Ayu seperti ibu ku ... "
Mulut Rio gemetar, " maaf. " Kata itu terus di ulang.
Leo menegakan punggungnya, menarik bahu Rio dan mendekapnya, benar-benar di dekap seperti seorang bayi yang di dekap.
***
" Lu ini kenapa? ... Jangan menangis, maafin gue kalau waktu itu kata-kata gue nyakitin lu sebegininya. " Leo hampir menangis.
Rio membenamkan wajah dibahu Leo.
" Dada ku sakit, sakit sekali ... " Suaranya lirih, tetapi Leo masih bisa mendengar sehingga dia mengeratkan pelukan.
Dan begitulah akhirnya, malam ini mereka seperti anak kembar yang tak terpisahkan.
Bahkan tanpa ganti baju Rio tertidur disamping tubuh Leo, menggenggam tangan Leo dengan menghadap ke wajahnya, saling menempel tidak mau terpisah.
***
Leo membuka mata, memalingkan wajah menatap Rio yang benar-benar manja hari ini.
Dia mengingat-ingat saat keduanya sama-sama menangis, dan jatuh tertidur.
Dia bahkan lupa kalau Rio belum ganti baju dan tidur dengan keringat yang membanjiri hampir seluruh tubuh.
***
Pagi yang suram semua makan tanpa suara, di rumah hanya menyisakan Leo dan Rio saja.
Leona harus berangkat kerja di akhir pekan karena lembur, mengejar target bulanan katanya.
Sedangkan Ayu sejak kemarin sore menginap di rumah bibi Inah di Kuningan Jawa barat.
" Dada mu masih sakit. " Leo memecah kebisuan.
Rio menggeleng, dia sama sekali tidak berminat menatap kakaknya itu.
" Aku mau ke rumah Jia nanti. "
" Oh, ok. "
***
Rio melongo saat tahu kemana Jia membawanya, ke sebuah bangunan lusuh seperti tidak di urus, cat mengelupas, tembok penuh coretan tidak jelas, tidak bisa di katakan seni, karena ini tanpa komposisi.
Tetapi, ketika masuk kedalamnya, ruangan yang lumayan luas dan ada sebuah sofa di tengah ruangan, dan sebuah meja kaca lalu beberapa kursi plastik menumpuk di pojok ruangan. Dan diantara bangku juga berjajar rapi beberapa alat musik, gitar akustik, gitar listrik yang harus disetel steamnya untuk mencocokan nada dan yang paling besar sebuah keyboard masih mengilap, kiriman Firman hadiah bapaknya.
" Lu gabung aja sama kita disini. " Yang namanya Firman, bertampang alim, dengan kulit sawo matang, Tan ?
Anak konglomerat, kenalan Rio dari Jia yang kebetulan teman satu sekolah.
Jia memberikan bungkus rokok, " lu belum pernah coba rasanya kan ? "
" Kali-kali atlet butuh yang kotor. " Dimas anak paling bengal mengompori.
Hari itu Rio menikmati kebebasan dengan cara yang berbeda.