Chereads / CHRYSANT / Chapter 13 - Satan

Chapter 13 - Satan

Rio menepis dengan kasar tangan Danu yang mencengkeramnya.

Satu dorongan keras menghantam dada Rio, hingga ia terpaksa mundur beberapa langkah, bukan karena Danu begitu bertenaga, sama sekali bukan.

Hanya karena dadanya semakin nyeri ia duka, tetapi juga marah.

Sabar telah habis menguap bersama sakit di dadanya.

" Mau ngelawan gue ?! " Danu nyengir merasa diatas angin.

Tampang rivalnya yang pucat, rapuh dan kurus dengan telapak tangan yang selalu memegangi dada, itu seperti santapan lezat buatnya.

Rio membungkuk, jantungnya sudah berdegup seperti genderang, memompa darah dengan cepat mengalir, terkumpul dan jatuh cepat ke area kaki, membuat ia lemas dan pusing, dia dehidrasi sekaligus kurang oksigen.

" Aku minta maaf, kepala ku sakit ... Aku benar-benar nggak sengaja. " Dia terus saja bicara, dengan kepala yang menunduk sehingga tidak tahu jika Danu sudah menyiapkan ancang-ancang.

Rio jatuh tersungkur dengan pening luar biasa, bahkan saat berusaha melihat Danu, hanya gambar bias seperti permukaan air yang tersentuh jari.

Bayangan pudar berubah menjadi kilatan cahaya yang sungguh silau dan membuat matanya sakit, dia paksakan wajahnya menoleh, menjauh dari cahaya tersebut.

Danu tertawa jumawa melihat Rio langsung kepayahan dengan sekali pukul.

***

Obrolan yang tadi dihiasi gelak tawa seketika sepi, ketika dua pasang mata menangkap sosok Leo mendekat.

" Dimana Rio ? " Leona bertanya lebih dulu.

Tidak mendapat jawaban, " kemana adik mu ?... " Ayu bertanya selanjutnya.

" Mati. " Leo berujar pelan dan pergi begitu saja.

" Apa maksudnya ? ... Leo ... Leo jawab mama !!!! "

Ayu dan Leona saling susul mengejar Leo, yang sebenarnya tidak terlalu cepat melangkah. Hanya saja keduanya terlalu panik mendengar jawaban Leo barusan.

***

Rio berlari cepat menghampiri Danu, dengan tangan yang gemetaran dia melumat kerah Danu.

Tatapan mereka saling bersinggungan dan atmosfer yang Danu rasakan berubah seketika.

***

Suara napas yang memburu dari hidung Rio dibarengi dengan bibir yang bergetar membuat simfoni kematian bagi Danu.

Dia bergidik ngeri, apalagi saat dia sadar bahwa tenaga Rio berubah begitu kuat dalam beberapa menit, tidak ... Detik saja.

Tangan yang berusaha melepaskan diri kini terkulai lemas, dia pasrah.

Wajah Rio mendongak keatas dengan gerakan dramatis lalu kembali menatap Danu, kemudian gantian bola mata Rio yang bergerak membulat dan berakhir dengan kornea yang menatap keatas hingga menyisakan putihnya saja.

Belum suara bibir yang bergetar, sesekali gemeretak gigi membuat Danu hampir pingsan, meski kejadian itu berlangsung beberapa detik saja.

Tinju telak mengenai tulang pipi Danu, cengkeramannya sengaja dilepas.

Tak ayal Danu jatuh telentang, Rio memandangi datar wajah ketakutan Danu.

" Mau pukul aku ? " Rio bicara seperti bocah.

Tidak ada jawaban, Rio menunggangi Danu, kembali menarik kerahnya.

Rio tidak sepenuhnya duduk di perut Danu, tetapi menggunakan lutut sebagai tumpuan, ia menyeringai bagai setan mendapatkan budaknya.

Danu mendapatkan kembali kekuatannya, dia dorong tangan Rio dan keadaan berbalik, Rio yang berada dalam genggaman Danu.

Rio tidak peduli, tangannya sibuk meremas dada yang nyeri.

" Arghhhh .... " Ia mengerang.

Danu meninjunya dua kali, meremas kerah Rio dan berdiri menendangnya tanpa belas kasihan sehingga Rio melengkung seperti ulat.

Ia diam tidak bergerak membuat curiga Danu, membiarkan bom waktu meledak tanpa bisa antisipasi.

***

Entah kekuatan apa yang membuat Rio sekarang berdiri menyudutkan Danu, bukan aspal yang menjadi alasnya tetapi sebatang pohon dan dia dengan leluasa memukuli Danu, sambil sesekali mengumpat.

" Gue tanya mau pukul, jangan sok. Sekarang giliran gue. " Rio menceracau tanpa berhenti.

Dia tinggal begitu saja Danu yang hampir mati di pinggir jalan.

Mengambil tasnya, dan berlalu tanpa empati.

***

" Dimana Rio, mama tanya !!! " Ayu dan Leona menggedor-gedor pintu kamar Rio dan Leo, suara dua perempuan itu bersahut-sahutan seperti gema yang memantul.

Usaha Leo menutup telinga sepertinya tidak berpengaruh, hingga beberapa menit kemudian menjadi hening.

Leo mengunci kamar dan berganti pakaian.

***

Ia menuruni anak tangga mencari tahu, alasan dua perempuan berisik itu pergi sebelum mendapatkan jawaban, tidak seperti biasanya.

Leo urung melanjutkan perjalanan saat matanya menangkap kehadiran Rio diantara dua perempuan tersebut, tetapi dia buang egoisnya saat tahu jika adiknya terluka, cukup parah, bukan tetapi sangat parah.

" Kamu nggak apa-apa Rio !? " Matanya langsung berkedut dan terasa panas, sesak menjalari dadanya ketika Rio membuang wajah menolak kekhawatiran darinya.

" Kamu berkelahi ?! " Ayu datang membawa kompres es.

Rio berdiri siap meninggalkan ketiganya, Ayu menahan Leona yang akan mengejarnya, Leo berbalik 180 derajat mengikuti kemana punggung Rio berlalu.

" Maaf ... "

Rio menoleh kepada ketiganya lalu tersenyum, " aku nggak apa-apa, hari ini aku baik-baik saja. " Selesai itu dia berjalan lagi.

" Kamu berkelahi!? " Ayu tidak berubah posisi, masih duduk dihadapan kompres es.

Rio tersenyum tanpa menoleh kali ini, " karena aku berkelahi, makanya aku baik-baik saja. "

***

Ia tidak bisa berpikir jernih bagaimana tubuh ringkih itu bisa membuatnya sekarat di pinggir jalan, dia duduk bersandar pada sebatang pohon yang tadi menjadi saksi bagaimana kebrutalan Rio benar-benar tidak masuk akal.

Kakinya mati rasa, mungkin retak atau yang paling parah patah, sebuah ponsel menggantung di telinga.

" Jemput aku kak. " Suaranya gemetar.

" .... "

" Kalau gue bisa pulang sendiri nggak akan telepon. Gue sekarat di jalan, tolong gue. " Danu terengah-engah karena kalimatnya yang lumayan panjang.

" .... "

" Gue di _____ "

Sambungan telepon di putus, Danu bersumpah dalam hati kalau dia akan membalas semuanya.

***

Leo berdiri diujung ranjang dimana Rio berbaring, ini mengingatkan adegan ajudan menjaga tuannya yang sakit, apalagi suasana kamar yang remang karena jendela tertutup sangat pas meresapi adegan.

" Jangan bertanya, jangan bicara, jangan ganggu aku. " Rio tidak tidur, tatapan kosong mengarah ke langit-langit yang mulai pudar warnanya.

" Tapi itu kasur ku, tempat tidur mu disana. " Leo menunjuk ranjang satunya yang hanya dibatasi oleh nakas tua warna cokelat peninggalan nenek Leo dari pihak ibu.

Ekor mata Rio mengikuti telunjuk Leo, " oh ... Maaf, disini ada bau ku. Malam ini aku boleh tidur disini. "

Leo diam tetapi tetap menatap Rio, " tidurlah disamping ku, aku mohon. " Rio kali ini memohon meski dengan cara yang ... Berbeda?