Almeera kembali ke kantornya dengan penuh rasa penasaran. Erik adalah General Manajer di tempatnya bekerja? Jadi sekarang Erik adalah atasannya, feeling Almeera mengatakan tidak akan mudah menjalani hari-hari ke depannya, tapi dia cukup senang juga ada Erik di sisinya sekarang, setidaknya dia tidak akan sendirian.
Almeera bahkan tidak sadar kalau sedari tadi senyum terus mengembang di bibirnya.
"Almeera!!! Kau sudah gila?" Tanya Sora menatap Almeera dengan kening berkerut. Almeera hanya diam dan terus berjalan ke mejanya, bukannya berniat untuk mengacuhkan Sora, tapi dia benar-benar tidak mendengarkan kala temannya itu memanggilnya, otaknya terlalu sibuk memikirkan berbagai hal dan berbagai kemungkinan yang terjadi ke depannya mengenai hubungannya dengan Erik, terlebih lagi mereka berada di bawah satu atap gedung yang sama hanya berbeda lantai saja.
"Dia benar-benar sudah gila" bisik Sinta kepada Sora, gantian kini Sora memandang Almeera jijik, bisa-bisanya dia mengatakan temannya sendiri gila dengan ekspresi seserius itu, apa dia serius dengan ucapannya?
"Almeera, apa kau baik-baik saja?" tak mudah menyerah, Sora kembali menyapa Almeera saat gadis itu sudah duduk di kursinya.
"Yah? Iya..." jawab Almeera akhirnya, masih dengan tersenyum, sedikit membungkuk ke arah kedua temannya kemudian kembali fokus pada pekerjaannya.
"Kau lihat? Apa kubilang..." timpal Sinta lagi.
"Sumpah deh!" dan Sora mengambil beberapa berkas diatas mejanya, membawanya menuju ke ruang manajer. Meninggalkan Sinta dengan segala hal menyebalkannya.
Fade
Tepat jam 5 setelah Almeera selesai membereskan sisa pekerjaannya, mengambil tasnya dan melangkah turun ke lobi. Sudah waktunya untuk pulang. Kemudian sebuah pesan masuk ke ponselnya, Almeera tersenyum, itu dari Erik.
Temui aku di parkiran sekarang, aku perlu mengenalkan seseorang padamu.
Dan tanpa berpikir dua kali, Almeera langsung berjalan menuju parkiran.
"Ada apa?" tanya Almeera saat duduk tepat di sebelah Erik. Erik tersenyum dan menyalakan mesin mobilnya, melaju secepat dia bisa.
"Ada apa?" ulang Almeera merasa dirinya diacuhkan.
"Kita akan makan malam dengan seseorang" jawab Erik singkat, fokus dengan jalanan di depannya.
"Sekarang? Dengan pakaian seperti ini? Erik aku perlu..." secara mendadak Almeera menjadi panik, dia tidak mau meninggalkan kesan yang buruk untuk siapa saja orang yang akan dikenalkan Erik padanya, bukan karena dia tidak percaya diri, tapi dia tidak ingin merusak image Erik yang sempurna dengan kehadiran dirinya di sisi Erik yang akan membuatnya terlihat tidak pantas.
"Kenapa? Kau cantik. Kau selalu cantik" Erik mengerling ke arah Almeera, tapi hal itu tidak mengurangi kepanikan Almeera karena Erik memang selalu seperti itu. Tidak pernah menuntut apapun dari Almeera, berdandan atau tampil cantik, selalu Almeera yang berinisiatif sendiri melakukannya.
"Bisakah kita mampir ke rumah sebentar saja? Aku setidaknya harus mengganti bajuku" pelas Almeera, tapi Erik lagi-lagi hanya tersenyum, menampilkan smirknya.
"Terlambat. Kita sudah sampai" dan mereka tiba di sebuah hotel bintang lima yang terkenal di Seoul. Seorang pelayan menyambut mereka, dan seorang lagi mengambil alih mobil yang baru saja mereka pakai untuk di parkirkan. Mereka diarahkan menuju restoran di hotel itu, dan Erik menggenggam tangan Almeera untuk menghilangkan kepanikan gadisnya, terlebih lagi karena Erik tahu, saat ini Almeera sedang merasa tidak percaya diri karena penampilannya.
"Tenang saja, dia orang yang tidak peduli dengan hal semacam itu" lirih Erik tapi tetap saja, Almeera hanya bisa memandang khawatir ke arah Erik.
Mereka kemudian memasuki restoran yang di tunjukkan oleh pelayan yang menuntun mereka, dengan semangat, Erik masuk ke dalam restoran dan menarik tangan Almeera lebih erat lagi.
Restoran itu tampak sepi, tak ada satu pun pelanggan lain yang tampak sedang makan, atau pun mengobrol seperti selayaknya restoran, dan hal itu makin terasa janggal bagi Almeera. Di tempat seterkenal ini, mana mungkin bisa tidak ada pelanggan seperti sama sekali, apa mungkin...
"Bro!!!" teriak Erik semangat melambai kepada seorang pria yang duduk tepat di meja bagian tengah. Orang itu memandang ke arah Erik dan balas melambai.
"Ayo! Kau harus berkenalan dengannya" Erik berkata kepada Almeera.
"Aku membawa Almeera bersamaku" ucap Erik menarik sebuah kursi untuk Almeera. Almeera tiba-tiba membekap mulutnya, yang di sebut Erik dengan bro ternyata adalah Presdir mereka, Almert. Melihat reaksi dari Almeera, Almert menghentikan makannya dan menatap Almeera heran.
"Apa ada yang salah?" Tanya Almert pada Almeera yang masih dalam posisi membekap mulutnya.
"Ada apa? Ayo duduk" Erik ikut memandang Almeera, kemudian menarik pacarnya untuk segera duduk, di sisinya.
"Ini Almeera, dia kekasihku" ucap Erik tersenyum bahagia.
"Hai, Almeera..." Almert tersenyum ramah pada Almeera. Membuat Almeera yang sudah gugup menjadi makin gugup. Dia tidak percaya sekarang bos besar pemilik grup Kim sedang makan di depannya, dan mereka akan makan bersama juga.
"Apa-apaan ini, kau makan duluan tanpa menunggu kami?" Erik tampak ngambek.
"Aku lapar sekali, kau tahu kan, tadi aku tidak sempat makan karena terlalu sibuk menyapa para orang tua itu" umpat Almert mengunyah makanannya.
"Para orang tua?" Almeera bertanya dalam hati, siapa para orang tua yang di sebut oleh presdir baru ini saat ia teringat para pemegang saham. "bahagia sekali jadi atasan, jajaran direksi dan pemegang saham di perusahaan dengan seenaknya bisa di sebut para orang tua ?!" celoteh Almeera tentu saja hanya dalam hati.
Almeera terus memandangi Almert yang makan dengan lahap, "Aku penasaran, apa hidangan yang kita makan ini sama dengan yang mereka makan?" saat apa yang di ucapkan oleh Sora tadi terlintas di pikirannya. Fiuh, terjawab sudah pertanyaan Sora itu, mau makanan mereka sama ataupun tidak, intinya GM dan Presdir baru juga tak menikmatinya karena terlalu sibuk menyapa.
"Tapi aku sudah memesankan untuk kalian juga" kemudian Almert memberikan kode kepada pelayan yang ada di sana, tidak perlu menunggu lama sampai makanan tersaji didepan mereka, dan membuyarkan lamunan Almeera.
"Makan yang banyak, Almeera..." ucap Almert tersenyum ke arah Almeera, Almeera membungkuk sedikit dan masih dengan gugup menyentuh garpu dan pisau yang ada diatas meja.
"Kenapa nih? Kau mencoba menggoda pacarku?" protes Erik melihat tingkah Almert. "Jangan coba-coba berselingkuh di belakangku" kemudian Erik memandang bergantian ke arah Almert dan Almeera. Almert hanya terkikih dan Almeera tidak tahu harus bagaimana, jadi dia hanya memukul bahu Erik, membuat Erik berpura-pura meringis kesakitan, dan kemudian tertawa.
"Tapi Rik, aku seperti pernah melihat Almeera entah dimana..." ucap Almert seperti berpikir.
"Tentu saja, dia salah satu karyawan di department HRD" jawab Erik dengan mulut penuh daging.
"Karyawan HRD? Maksudnya, kau hanya karyawan biasa?" Almert kemudian memandang Almeera, dengan cepat Almeera meletakkan garpu dan pisau yang di pegangnya tadi.
"I-iya...Presdir..." sekali lagi Almeera membungkuk, kegugupan masih tidak bisa lepas dari dirinya.
"Presdir?" ucap Almert dan Erik bersamaan. Kemudian keduanya saling memandang untuk sesaat dan jatuh tertawa, dengan terbahak-bahak.
"Ada apa dengan kata Presdir" ucap Erik di tengah-tengah tawanya.
"Almeera, Almeera, kalau kau memanggilku Presdir, seharusnya kau memanggil bajingan ini dengan Pak GM juga" timpal Almert juga tertawa. Almeera bisa merasakan wajahnya memanas, rasanya malu sekali, lagian apa yang salah dengan kata Presdir? Bukankah Almert memang seorang Presdir? Almeera mengutuki dirinya sendiri.
"Almeera, panggil saja aku, Almert. Kak Almert" ucap Almert setelah tawanya dan Erik reda, Almeera lalu menatap Almert, tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh pria itu.
"Benar, karena dia kakakku, kau harus memanggilnya kak, tentu saja" Erik melanjutkan makannya, kali ini di selingi dengan meminum wine istimewa yang juga sudah di siapkan untuk mereka.
"Apa perlu aku menaikkan jabatanmu?" Tanya Almert lagi, tanpa memandang siapa pun, masih fokus pada makanan di depannya.
"Mengingat dia adalah adik terbaik yang aku miliki apa perlu aku sedikit menaikkan jabatanmu?" Tanya Almert menunjuk ke arah Erik. Erik dan Almeera saling berpandangan.
"Tentu saja, tapi apa tidak akan terasa ganjil? Almeera kami, yang awalnya hanya karyawan biasa, lalu tiba-tiba naik jabatan, mungkin akan menyebabkan berbagai rumor" Erik merangkul bahu Almeera mesra. Almert menatap mereka berdua, ekspresinya tak terbaca.
"Bagaimana pun, aku akan memeriksa kinerja Almeera selama ini, kalau hal itu memungkinkan, tidak ada salahnya, kan? Lagi pula itu perusahaanku, dan tidak ada satu orang pun yang bisa melarangku melakukan hal yang aku inginkan" kata Almert.
"Tidak, anda tidak perlu memeriksanya, aku benar-benar baik-baik saja dengan posisiku sekarang" Almeera dengan panik melambai ke arah Almert hingga wine yang ada di depan Almert terjatuh, dan membasahi baju pria itu.
"Hah?! Maafkan aku pak Presdir! Aku akan..." Almeera berdiri dengan panik berusaha membantu Almert dengan tumpahan wine di bajunya.
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa" ucap Almert menghentikan Almeera, "Kau bisa melanjutkan makanmu, aku akan membersihkan ini sebentar" Almert melangkah meninggalkan Erik dan Almeera. Membuat Almeera benar-benar merasa bersalah.
"Tidak apa-apa Almeera" ucap Erik tenang.
"Bagaimana bisa? Aku mungkin sudah menghancurkan karirmu" ucap Almeera terduduk lemas kembali ke kursinya.
"Jangan dipikirkan, tumpahan wine tidak mungkin membuatku hancur" Erik dengan tenang kembali menyantap makanannya.
"Maafkan aku Erik, aku membuatmu malu" lirih Almeera lemah.
"Tidak" Erik singkat.
"Tapi Presdir Kim, apa memang seperti itu? Saat acara penyambutan tadi aku mengira dia orang yang dingin dan kaku" Almeera berhati-hati, takut kalau Almert tiba-tiba muncul dan mendengarkan apa yang dikatakannya.
"Tidak. Dia hanya seramah ini dan menjadi dirinya sendiri seperti ini hanya di depanku" jawab Erik.
"Beneran?" Almeera melotot ke arah Erik, Erik mengangguk.
"Kau akan melihat perbedaannya saat di kantor dan saat bersamaku, kau akan mengira mereka adalah dua orang yang berbeda" jelas Erik meneguk winenya. Membuat Almeera berpikir, benarkah?
"Jangan coba-coba berselingkuh dengannya!" ucap Erik dengan suara yang satu oktaf lebih tinggi dari sebelumnya, Almeera kembali memukul bahu Erik, dari tadi dia terus berbicara mengenai berselingkuh dengan Almert, mana mungkin?! Dia bertemu saja baru hari ini.
"Dasar bodoh. Mana mungkin itu terjadi" Almeera kembali meraih garpu dan pisaunya kemudian melanjutkan makannya.
Fade
Almert menyiramkan sedikit air ke daerah yang terkena tumpahan wine, dan melapnya dengan tissue, tapi tetap saja masih ada bekas noda disana. Akhirnya Almert memutuskan untuk menyerah melakukan hal itu. Sudahlah, dia akan membuang baju itu saja, nanti setelah sampai di rumah. Kemudian Almert memandang dirinya sendiri di cermin, dan pantulan adegan Erik dan Almeera yang cukup mesra kembali terputar ulang di depannya, ada rasa sedikit iri pada pasangan itu, entah kenapa, Almert seperti merasa cemburu dengan keduanya, padahal mengenal Almeera saja baru hari ini. Apa mungkin dia cemburu pada Erik? Almert menggelengkan kepala, eiihh…tidak mungkin! Dia masih pria normal. Meski di campakkan oleh Tiffany begitu membuatnya frustasi, tapi dia yakin itu tidak akan membuatnya berubah menjadi seseorang yang tidak normal, lalu perasaan apa ini? Sepertinya dia merasa mengenal Almeera. Ada perasaan yang sangat kuat tiba-tiba menghampirinya, seolah dia sudah kenal lama dengan Almeera. "Kurasa aku perlu mencari tahu" gumamnya pada dirinya sendiri yang di tampilkan oleh refleksi cermin di toilet itu.
Fade