Chereads / Beautiful Sacrifice / Chapter 3 - BAB 2. PENGORBANAN

Chapter 3 - BAB 2. PENGORBANAN

BAB 2. PENGORBANAN

"Apa yang aku dapat dengan menikahinya? Apa yang Ayah tawarkan?" tanyaku dengan nada angkuh.

Lelaki licik ini tak pantas mendapatkan rasa hormatku. Tak secuilpun, meski dia ayah kandungku.

"Nama besar keluarga Wijaya," ucapnya. Ada nada bangga saat menyebut nama keluarganya.

"Oh ya? Kurasa tanpa Ayah beripun, namaku sudah ada Wijayanya. Siapapun bisa menempelkan nama Wijaya di nama mereka. Apa istimewanya?" tanyaku meremehkannya.

"Memang yang kau katakan itu benar. Semua orang bisa saja bernama Wijaya. Namun, kau keturunan Wijaya. Seorang keturunan bangsawan." Dia menepuk dadanya bangga.

Aku mengangkat bahuku tak perduli.

"Bagiku sama saja. Darah ini tak membuatku berbeda dengan teman-temanku. Aku tetap makan nasi, menghirup udara. Dan aku bahkan harus bekerja keras seorang diri dengan dibantu Nenek. Aku tak mendapat manfaat apapun dengan berdarah bangsawan," sinisku.

"Ayah mengerti kau marah padaku. Ayah menyesal. Mulai sekarang kau mendapatkan hak yang sama dengan semua keturunan Wijaya," ucapnya penuh kesungguhan.

"Benarkah?" ejekku tak percaya.

Ohhh, aku terkesan dengan kemampuan beraktingnya. Sungguh, kalau ada nominasi 'Ayah yang menggadaikan anaknya demi uang' maka ayahkulah pemenangnya. Dia sungguh totalitas memerankannya. Dia sampai rela memberikan apa yang selama ini tak sudi diberikannya padaku.

Uang memang segalanya. Mampu merubah seorang Hendra Wijaya yang angkuh dan arogan menjadi Hendra Wijaya yang menghiba di depan 'putri tak dianggapnya'. Sungguh ironis.

Sudah terlambat Ayah, sudah terlambat. Batinku.

"Ndok, terima sajalah lamaran itu. Nenek yakin, meski cacat lelaki itu pasti yang terbaik untukmu. Entahlah, nenek cuma merasa di sanalah kebahagiaanmu," bisik nenekku lirih tepat di telingaku.

Aku menatap nenek tak percaya. Aku kembali menatap Ayahku.

"Ayah, bisakah aku berbicara dengan Nenek dulu. Ayah silahkan menikmati hidangan yang seadanya," ucapku berusaha sesopan mungkin pada lelaki yang sudah menyumbang sperma pada kehadiranku di dunia ini.

Aku menuntun Nenek menuju kamar beliau. Aroma minyak tawon langsung menusuk penciumanku. Sadarlah aku, betapa nenekku sudah begitu renta.

"Nek, aku bahkan tidak mengenal lelaki itu. Jujur aku menolak, bukan karena dia cacat," ucapku langsung.

"Nenek tau, Nak. Nenek juga tak memintamu langsung menyetujuinya. Kamu berkenalanlah dengan lelaki itu dulu," ucap nenekku penuh kesabaran.

Baru kusadari saat menatapnya sedekat ini. Kerutan di wajahnya kian bertambah. Kulit tangannya juga mulai berkerut.

Ya, Allah. Aku menerima lamaran ini karena Nenekku. Aku ingin dia bahagia. Jika dengan menerima lamaran ini bisa membahaguakannya. Aku rela berkorban. Restuilah. Rapalku dalam hati sambil memejamkan mata. Memohon pada Allah, pemilik bentala yang Agung.

"Baiklah, Nek. Karina akan mencoba mengenal lelaki itu. Nenek doain Karin ya. Dan Karin punya satu syarat. Nenek harus ikut Karin." Nenek mengangguk dengan wajah penuh senyumnya.

Matanya berkaca-kaca karena haru.

Kamipun berpelukan dengan penuh sayang. Neneklah yang aku punya, kebahagiaannya adalah prioritasku. Aku tak perduli dengan nama Wijaya. Aku juga tak butuh mereka yang dengan terpaksa menerimaku. Alasanku menerima lamaran ini hanya nenekku seorang. Tak ada yang lain.

"Ya sudah, kita beritahu Ayah ya Nek," ajakku.

Kami berjalan beriiringan menuju ruang tamu.

***

Sementara di kediaman Alatas.

"Aku tidak mau menikah dengan wanita itu," sentak Athar gusar. Hilang sudah kesabarannya kala mendengar ayahnya mengajukan proposal perjodohan dengan keluarga Wijaya. Dia mengenal anak semata wayang dari pengusaha Hendra Wijaya. Dia bukan type wanita idamannya. Role model wanita idamannya adalah bundanya sendiri. Dan putri keluarga Hendra Wijaya itu berbanding terbalik dengan sang Bunda.

"Nak, cobalah mengenalnya dulu. Ayahmu melakukan ini demi dirimu," bujuk sang Bunda dengan nada memohon.

"Lagipula, Pak Hendra tidak hanya memiliki satu putri. Dia masih punya satu putri yang tinggal di Jawa timur. Ayah sudah menyelidikinya. Anaknya cantik dan budi bahasanya bagus," ucap sang Bunda lagi.

"Bunda yakin?" tanya Athar sangsi.

"Bunda yakin seribu persen. Karena, Ayah mengajak Bunda untuk melihat calon mantu bunda. Kami tidak akan menjerumuskan anak-anak kami, Sayang. Kalian adalah harta kami," ucap Bunda Fira penuh kelembutan.

Amarah Athar mendadak sirna begitu saja. Memang sejak kecelakaan yang menimpanya lima tahun lalu membuat pribadinya lebih tertutup dan perasa.

Dia tak suka dikasihani. Dia memang cacat, namun dia masih berguna. Buktinya dia masih memegang beberapa perusahaan Alatas di Indonesia dan Malaysia. Kakinya boleh lumpuh, namun kinerjanya luar biasa.

"Bagaimana kalau anak kesayangan keluarga Wijaya menerima lamaran Ayah?" tanya Athar masih sangsi. Dia mengetahui sosok Eleanor dan segala sepak terjangnya, meski tak pernah bertatap muka− Wanita metropolitan yang sering disebut gold digger.

Wanita itu pasti silau dengan kekayaan keluarga Alatas. Meski tahu kalau dirinya cacat.

"Kamu tidak usah khawatir. Meski dia ambisius, dia sudah mempunyai sasaran lain dari keluarga Alatas," ucap sang Bunda dengan seringai jahilnya. Bunda melirik ke arah anak bungsunya yang langsung menjebik kesal.

"Ishhh, Bun. Dia mah nggak typeku. Jauh malah," gerutunya tak senang. Wajah si bungsu sudah berlipat-lipat. Namun, tak melunturkan ketampanannya yang dia warisi dari kedua orang tuanya. Khususnya sang Ayah.

"Oh, ya? Memang typemu seperti siapa?" goda Athar.

"Yang kayak Bundalah," ucap Alif dengan senyuman tiga jarinya. Hingga menampilkan deretan gigi putihnya.

"Eits, nggak boleh. Bunda cuma milik Ayah. Sudah ada hak miliknya. Tidak bisa diganggu gugat," ucap Omar tak terima. Lelaki paruh baya yang masih terlihat gagah nan rupawan itu, memeluk tubuh Safira dari belakang dengan penuh kasih sayang.

Ketiga anaknya hanya menatap malas keharmonisan kedua orang tuanya. Namun, di dalam hati mereka ada rasa syukur yang terpatri. Mereka bersyukur terlahir dari pasangan paling romantis sejagat raya itu. Meski kadang sang Ayah sedikit lebay dalam memperlihatkan cintanya kepada Bunda mereka. Namun, ketiganya setuju cinta sang Ayah kepada bunda mereka teramat besar dan kokoh. Mereka tak pernah melihat arah mata Ayah mereka jelalatan kala ada perempuan cantik berseliweran di sekirannya. Matanya tetap terarah ke satu wanita. Dan itu adalah bunda mereka. Seakan dunia sang Ayah hanya terisi nama sang Bunda. Luar biasa bukan?

Mereka juga menginginkan cinta sebesar itu pada pasangan mereka kelak.

"Ishh, Ayah. Selalu deh mencemari mata polosku," protes Cenna. Sambil menutup kedua matanya kala sang Ayah sudah mulai mengecupi wajah dan leher sang Bunda. Cenna, atau Avicenna Yamina Alatas. Satu-satunya princess dalam keluarga Alatas. Cenna kini kuliah sambil bekerja di rumah sakit keluarga Wijaya. The Healty. Milik keluarga Almira, sahabat Safira sekaligus tante mereka. Atau sepupu? Silsilah keluarga yang membingungkan.

Safira merenggangkan pelukan sang suami dan membenarkan letak jilbab yang berantakan akibat ulah sang suami. Dia mengarahkan sang suami di kursi kebesarannya di meja makan tersebut.

Tanpa protes Omar menurut.

Dia duduk dengan manis sambil menatap ketiga buah hatinya yang sudah beranjak dewasa. Rasanya baru kemarin dia menemukan Athar dan Safira. Lalu menikahinya. Ternyata waktu berlalu begitu cepat. Begitu banyak nikmat yang diberi Allah pada keluarga mereka. Dan Omar sangat bersyukur atas semua nikmat yang diberi Allah pada keluarganya.

Alhamdulillah Ya Allah, kau beri hamba istri yang begitu luar biasa. Dan juga keturunan yang luar biasa pula. Terima kasih atas semua nikmat yang kau limpahkan kepada kami sekeluarga.