Chereads / Beautiful Sacrifice / Chapter 7 - BAB 6. MEET SI KULKAS

Chapter 7 - BAB 6. MEET SI KULKAS

BAB 6. MEET SI KULKAS

Karina memindai penampilannya di cermin. Sepertinya ada yang kurang. Tapi apa ya???

Dengan ragu dia mengambil sehelai kain dan mencobanya di depan kaca.

Sudah pas kah??? Apa nanti tanggapan keluarga Alatas melihat perubahannya? Tapi sungguh, keinginan ini sudah lama dia pendam. Namun, ketakutan akan tidak bisa istiqomah membuatnya undur.

Kebersamaannya dengan keluarga Alatas kian mengokohkan niatnya.

Bismillah ... aku niat berhijab hanya atas seruan-Mu ya Rob. Berkahilah dan bantu hamba memperbaiki diri ... amiin.

Dengan niat dan tekad kuat aku mengenakan hijab berwarna senada dengan kemejaku.

Meski tak sepanjang hijab Bunda, aku puas memakainya. Terlihat sempurna menutupi auratku yang masih tersisa.

Bismillah Ya Allah, aku berhijrah menjadi umat muslimah seutuhnya. Menunaikan perintah-Mu. Tanpa ada sedikitpun keraguan di dalamnya.

Di cermin aku melihat sosokku dengan senyuman tersungging di bibir.

"Cantik," gumamku bangga.

"Karin, Sayang," teriak Bunda di depan pintu kamarku.

"Iya, Bunda. Sebentar."

Akupun mengambil tas slempang dan menatap cermin sekali lagi. Memastikan tidak ada yang salah dengan penampilanku.

Saat pintu sudah terbuka. Bisa kulihat ekspresi terkejut dari Bunda saat melihat penampilanku hari ini.

"Subhanallah ... subhanallah," ucapnya tak percaya dengan kedua tengannya membekap mulut.

Aku berdiri kikuk melihat reaksinya. Sebegitu anehkah???

"Aneh ya Bun? Nggak pantes ya?" tanyaku minder. Entah kenapa aku jadi tak percaya diri begini.

"Subhanallah, kamu cantik Sayangku," ucapnya dengan mata berkaca-kaca penuh haru.

"Kok bunda nangis?" tanyaku bingung.

"Bunda terharu. Bunda bahagia," ucapnya dengan suara serak menahan tangis.

"Karin ingin lebih menerapkan Islam dalam kehidupan Karin, Bun," lirihku entah didengar Bunda apa tidak.

"Harus itu, Sayang," ucapnya tegas.

"Kita harus menjalankan Islam secara Kaffa," ucap Safira lembut.

"Islam secara Kaffa itu bagaimana, Bun?" tanyaku mulai tertarik. Jujur sejak kecil memang aku sekolah di madrasah, namun nenek jarang sekali menjelaskan secara gamblang tentang Islam.

Yang kutahu hanya sholat dan puasa yang wajib dilakukan umat Islam. Secara spesifik aturan dan bagaimana Islam aku tidak terlalu mengerti. Kini ada sumber yang membuatku lapar akan ilmu Islam.

Kami berjalan bersisian menuju mobil yang akan menjemput Mas Athar dan Cenna. Ayah Omar dan Alif masih di kantor karena memang ada meeting penting pagi tadi. Mereka akan menyusul kami begitu rapatnya selesai.

Seorang sopir sudah siap sedia kala kami memasuki mobil. Aku dan Bunda duduk bersebelahan di jok tengah.

"Islam secara kaffah diterjemahkan oleh sebagian orang dengan kembali ke Al-Quran dan hadits, bahkan penerapan hukum Islam atau negara Islam. Meskipun kita bisa saja bertanya hukum Islam dan negara Islam dalam madzhab siapa dan era siapa." Bunda mulai menjabarkan dan dengan antusias aku menyimaknya.

"Istilah Islam kaffah atau berislam secara kaffah berasal dari Surat Al-Baqarah ayat 208 sebagai berikut ini: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ Artinya, "Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian," ujar Bunda sambil menatap ke arahku. Seakan menunggu aku akan bertanya atau tidak. Aku hanya menatapnya antusias. Dia membelai lembut jemariku yang sudah berada dalam genggaman hangatnya.

Perasaanku begitu terhanyut dalam kasihnya. Aku berharap bisa terus merasakan kasih sayangnya.

"Kamu tahu kenapa ayat itu sampai diturunkan Allah melalui malaikat jibril kepada nabi Muhammad?" tanyanya mengetesku. Aku hanya menggeleng tanda tak tahu.

"Awalnya, ayat ini turun perihal Abdullah bin Salam bersama para sahabatnya yang berasal dari Yahudi Bani Nadhir di Madinah. Meskipun sudah memeluk Islam, mereka masih terpengaruh oleh norma-norma agama Yahudi seperti penghormatan terhadap hari Sabtu dan keharaman daging unta. Sikap setengah-setengah ini yang ditegur oleh Allah SWT sebagai keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli berikut ini: يا أيها المؤمنون ادخلوا في الإسلام بكليته دون تجزئة أو سالموا، واعملوا بجميع أحكامه فلا تنافقوا واحذروا وساوس الشيطان ولا تطيعوا ما يأمركم به إنه عدو ظاهر العداوة لكم. أخرج الطبراني أن هذه الآية نزلت في عبد الله بن سلام وأصحابه من اليهود لما عظموا السبت وكرهوا الإبل بعد قبول الإسلام فأنكر عليهم المسلمون Artinya, "Wahai orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam seluruhnya, bukan sebagian-sebagian, atau berdamailah, dan beramallah sesuai dengan semua hukumnya. Jangan bersikap munafik. Waspadalah bisikan setan. Jangan kalian ikuti apa yang diperintahkan setan karena ia adalah musuh yang jelas-jelas memusuhimu. At-Thabarani meriwayatkan bahwa ayat ini turun perihal Abdullah bin Salam dan sahabatnya dari kalangan Yahudi ketika mereka mengagungkan hari Sabtu dan enggan terhadap daging unta setelah mereka memeluk Islam. Tetapi sikap mereka diingkari oleh para sahabat rasul lainnya," lanjutnya berkisah. Aku seakan didongengkan sebuah kisah Aladin hanya karena sebuah firman.

Ternyata setiap Firman Allah diturunkan karena ada alasannya. Batinku mulai mengerti.

Tanpa terasa kami sudah berada di bandara Soekarno-Hatta. Dengan langkah ragu aku berjalan di sebelah Bunda. Jangan ditanya lagi bagaimana jantungku membuat konser di dalam dadaku. Rasanya detakannya kian mengencang.

Kutekan dadaku mencoba menahan gemuruh di dalamnya.

"Kamu deg-degan?" tanya Bunda seakan mengerti kekalutanku. Aku mengangguk malu.

Dengan lembut bunda menggenggam jemari tanganku yang saling berkait. Tanganku sudah sedingin es.

"Ya Allah, tangan kamu dingin banget. Apa tadi ACnya kegedean ya?" tanya Bunda merasa bersalah.

"Emm enggak kok Bun. Karin cuma gerogi aja," sahutku salah tingkah.

"Owalah, nervous mau ketemu calon imam ya," candanya membuatku sedikit rileks.

Kami berbicara hal yang ringan sampai pengumuman kedatangan pesawat dari Jerman menginterupsi pembicaraan kami. Jantungku kembali bertalu tak beraturan.

Tak lama beberapa penumpang mulai keluar dari arah dalam. Jantungku mulai konser metalica hingga goyang dumang ... duhhh.

Aku melihat dua sosok yang terlihat sangat mencolok dari kerumunan. Yang satu seorang gadis cantik dengan jilbab modern menutupi rambutnya. Celana denim dengan tunik yang senada, membuat kecantikannya lebih sempurna. Wajahnya sangat familiar. Ya wajah perpaduan antara bunda Safira dan Ayah Omar. Aku yakin gadis itu Cenna.

Dan sosok yang satunya, terlihat cool meski duduk di atas kursi roda. Ketampanannya tak berkurang meski wajahnya tak berhias senyuman. Namun, senyumnya terkembang kala menatap ke arah kami. Oh, mungkin ke Bunda lebih tepatnya. Dia sama sekali tak melirikku. Tatapannya hanya tertuju pada Bunda. Tatapan memuja penuh cinta.

Lelaki itu mendorong kursi rodanya dengan semangat ke arah kami. Emm ke Bunda ….

"Isssh Kak Athar! Kok Cenna ditinggalin sih?" gerutu Cenna mencoba menyusul Mas Athar.

Lelaki itu kian lebar senyumannya kala tiba di depan kami.

"Assalamu'alaikum, Bunda," salamnya hanya tertuju pada Bunda. Memang ya, ciri lelaki Alatas. Dalam pandangan mereka hanya terlihat sosok Bunda Safira.

"Waalaikum salam, Sayang. Kamu nggak nyapa calon istrimu?" ucap Bunda seolah mengerti isi kepalaku karena aku tidak menjawab salam Mas Athar dengan antusias.

"Assalamu'alaikum," ucap lelaki itu, tanpa perlu menatap ke arahku. Dia masih terpaku menatap wajah sang Bunda.

Huuuh, boleh nggak sih nyekek calon suami. Santet nih ... santet, batin dewiku melirik malas.

Sisi mellow diriku tersungging. Eh salah, tersinggung. Maklum lagi esmisi. Esmosi ... ralatku. Emosi ... duh 'kan jadi typo.

"Assalamu'alaikum, Kak Karin 'kan?" sapa Cenna ramah. Gadis cantik ini tanpa canggung sudah mendekapku sayang. Hangat ... hilang sudah amarahku pada kakak kulkasnya. Ya si kulkas itu menatap kami malas.

Ah ... terserah Mas. Terserah ... apalah adek ini. Hanya butiran debu, kayak lagunya Terry.

"Waalaikum salam."

"Iya, aku Karina. Kamu pasti Cenna kan? Dokter muda yang terkenal di The Healty," sahutku tak kalah ramah. Senyuman kembali menghiasi wajahku. Lebih baik aku mengabaikan si kulkas dulu. Bikin darah tinggi aja.

Ganteng sih ... tapi kulkas.