Krekkkkkkk...
Cecil meronta-ronta untuk mempertahankan kehormatannya. Tapi pria asing itu terus mencabik-cabik pakaiannya.
"Tolong berhenti! Berengsek! Bajingan! Aku bukan wanita murahan!" teriak Cecil.
Meskipun sudah berteriak dan meronta-ronta, tapi tenaga Cecil tidak mencukupi untuk melawan pria asing yang berotot besar.
Cecil hanya bisa menangis, meratapi nasibnya yang sebentar lagi tidak memiliki masa depan.
Pria itu semakin kasar dan liar, merobek dan mengacak-acak tubuh Cecil.
"Tolong, hentikan!" rintih Cecil.
"Kenapa kau bisa memiliki pesona seindah ini?" bisik pria itu sembari mengecup-ngecup Daun telinga Cecil.
Nafas pria itu terasa menyentuh leher Cecil. Hembusannya semakin menggelitik. Pria itu meninggalkan beberapa bekas merah di leher Cecil.
"Diam, atau aku akan membunuhmu!" ancam pria itu.
Apa yang terjadi, sudah terjadi. Cecil menangis di samping pria yang tidak mengenakan apapun di tubuhnya. Pria itu terkapar. Cecil memiliki kesempatan untuk membunuh pria itu namun hatinya yang rapuh membuat Cecil tidak sanggup untuk melakukannya.
"Kenapa kau menjadi pria jahat? Kenapa harus aku?" gumam Cecil.
Pakaian Cecil tidak lagi bisa di gunakan karena sudah sangat tidak layak. Cecil mengambil kemeja pria itu lalu memakainya.
Cecilia merasakan nyeri di pangkal antara kedua kakinya, tapi Cecil tetap berjalan untuk kembali pulang.
***
Pria asing itu bangun dan sadar dengan kondisinya yang berantakan.
"Semalam, bagaimana bisa aku tidak bisa mengendalikan diri sendiri?" gumamnya.
Pria itu mencari ponselnya dan menghubungi seseorang untuk membawakannya pakaian baru.
"Lewis, saya akan kirim lokasi. Saya tunggu 15 menit."
Tanpa menunggu jawaban, pria itu mematikan sambungan teleponnya.
Lima belas menit sudah berlalu, 3 mobil datang dan berhenti di dekat mobil pria asing yang sudah rusak.
"Selamat pagi, Tuan muda Estian!" Sapa Lewis sembari membungkukkan badannya sedikit sebagai tanda hormat.
Pria asing itu bernama Estian hanya menjawabnya tanpa sebuah senyuman di bibirnya. Setelah menerima pakaian baru, Estian bersiap dengan rapi.
Estian terkejut dengan noda darah yang baru di sadarinya. Noda darah itu sudah mengering.
"Wanita itu masih virgin? You bastard, Estian!" gumam Estian memaki dirinya sendiri.
Estian memasukan pakaian Cecil yang sudah tercabik-cabik dan memasukkannya ke dalam bag bekas pakaian baru yang di bawakan Lewis padanya.
"Lewis, carikan saya DNA wanita yang memakai pakaian ini," Estian menyerahkan bag pada Lewis.
"Baik, Tuan mudah!"
***
KEDIAMAN TUAN SOVIES...
Tok... Tok... Tok...
Cecil pulang dengan keadaan dirinya yang sangat berantakan. Bibi Sen membuka pintu untuk Cecil.
"Nona!" pekik Bibi Sen karena meliha Cecil yang berantakan dan ketakutan.
"Bibi Sen, apa Ayah di rumah?" tanya Cecil dengan suara yang gemetaran.
"Tuan dan Nyonya sudah pergi, Nona," jawab Bibi Sen.
"Bibi, tolong rahasiakan apa yang Bibi Sen lihat sekarang," pinta Cecil dengan suara yang masih gemetaran.
"Nona, sebenarnya apa yang sudah terjadi? Semalaman Bibi menunggu tapi Nona Cecil tidak juga pulang," tersirat wajah yang penuh kekhawatiran dari Bibi Sen.
"Kenapa aku mendapatkan simpati dari orang lain?" batin Cecil.
Cecil berjalan melewati Bibi Sen tanpa menjawab pertanyaan Bibi Sen. Cecil berjalan dengan kedua kaki yang sedikit renggang. Tangisnya terus berlanjut sepanjang langkah kaki.
Brakkk...
Cecil menutup pintu kamar dan menguncinya. Cecil membiarkan tubuhnya terendam air dingin.
"Bagaimana bisa aku menikah dengan pria yang akan di jodohkan denganku? Apa yang harus aku katakan padanya?" batin Cecil.
Cecil sudah merendam tubuhnya cukup lama, dan juga membersihkan diri dengan cara yang menyakitkan. Cecil menggosok tubuhnya dengan sebuah batu, menyikatnya dan juga menggunakan spon.
"Kenapa aku masih merasa kotor? Kenapa bekasnya tidak hilang?" teriak Cecil setelah merasa lelah.
Cecil berdiri di depan cermin. Melihat sekujur tubuhnya yang di penuhi dengan bekas merah yang di tinggalkan oleh pria asing itu.
"Habis sudah. Aku tidak lagi memiliki apa-apa selain tubuh yang kotor," gumam Cecil.
Cecil tidak lagi nafsu makan, tidak lagi bersemangat dalam menjalani hidup. Semuanya seperti menelan sisa-sisa harapannya.
***
Tujuh hari sudah berlalu sejak kejadian insiden yang sangat membekas bagi keduanya. Informasi apapun tentang Cecil tidak bisa di dapatkan oleh Lewis.
Meskipun Ibu Cecil hanyalah Istri simpanan, tapi dia adalah keturunan bangsawan sehingga identitas Cecil di jaga dengan ketat. Naas, Cecil harus tinggal dengan keluarga yang hanya menyiksa lahir maupun batinnya.
Pihak keluarga Ibu Cecil ingin membawa Cecil bersama dengan mereka, tapi surat wasiat dan juga darah yang mengalir di tubuh Cecil, membuat Tuan Sovies menang dalam hak asuh.
"Kau memerlukan waktu berapa lama lagi untuk menemukan gadis itu? Saya akan menikah 3 minggu lagi. Kau harus menemukan gadis itu sebelum hari pernikahan tiba," ucap Estian dengan suara yang tegas.
"Saya akan usahakan, Tuan," jawab Lewis.
Estian duduk di atas kursi roda dengan kaki yang lumpuh sejak sebuah kecelakaan menimpanya. Meskipun Estian adalah seorang pria muda yang kaya raya, banyak wanita yang menghinanya.
Estian menggunakan cara politik untuk mendapatkan seorang istri. Sayangnya, rencana Tuan Sovies langsung di ketahui oleh Estian kalau pengantin wanita akan di tukar dengan anak dari selingkuhannya.
"Main-main denganku? Kau belum pernah menelan bulatan api, huhhhh" batin Estian.
Estian sama sekali tidak berminat untuk menemui Cecil. Walaupun hanya sekedar basa basi, tapi Estian tidak peduli.
Waktu terus berlalu, hingga akhirnya hari pernikahanpun tiba. Dalam bayangan Cecil, pria yang akan menikah dengannya adalah pria tua dan kaya. Dalam penilaian Estian, wanita yang akan di nikahinya adalah wanita yang buruk rupa.
Dua pemikiran sama namun berbeda arti. Apakah ini yang dinamakan dengan takdir? Ataukah semua yang terjadi sudah di gariskan oleh TUHAN?
Cecilia duduk dengan anggun di dalam mobil mewah milik Estian yang sengaja disiapkan untuk menjemput Cecil, pengantin wanitanya. Upacara yang di laksanakan dengan tertutup, tanpa saling bertatapan dan hanya mendengar suara satu sama lain.
Didepan mata Cecil, sudah ada mansion berwarna putih dan bernuansa begitu asri. Mahkota dan juga gaun pengantin yang di kenakan oleh Cecil di ranjang oleh designer terkenal.
"Nona, Tuan muda sudah menunggu Anda!" ucap salah satu pekerja yang menghampiri Cecil sembari membuka pintu mobil.
"Aku tidak akan bergerak, kalau bukan Tuan muda sendiri yang menjemputku," ucap Cecil dengan senyum yang melandas di bibirnya.
Gaun putih yang terbuat dari sutra, membuat wajah Cecil menjadi semakin berseri. Senyum paksa yang harus terlukis dari hati yang terluka, Cecil bisa berakting menutupi semua perasaannya.
Estian mendekat ke arah Cecil yang sedang terdiam tenggelam dalam angan-angan. Mata Cecil mulai berkaca-kaca, seperti tidak lagi menampung airmatanya.
"Keinginan Istriku begitu unik ya!"
"..."