Chereads / Hello, Mr. Arrogant / Chapter 5 - 5. Saling Menolak

Chapter 5 - 5. Saling Menolak

BRUMMM... BRUMMM... BRUMMM...

Lewis menyalakan mesin mobil dan kakinya siap untuk menginjak gas. Sayangnya, Estian berdehem dan memberikan kode untuk tidak melaju.

"Apa aku sudah memintamu untuk menyalakan mesin mobil?" ucap Estian ketus.

"Maaf, Tuan!" jawab Lewis.

"Kalau kau tidak ingin duduk di sampingku, aku tidak akan memberikan perintah untuk kita kembali," ancam Estian.

Hufffff...

Cecil menghela nafasnya berkali-kali. Rasanya sangat enggan untuk membuka bibirnya dan mengeluarkan suara. Cecil seperti sedang menghemat tenaga untuk melawan Estian.

Pandangannya tetap fokus ke depan. Ancaman yang terucap seperti angin lalu baginya.

"Dalam 5 menit, kalah kau tidak pindah, kita akan berada di dalam mobil semakin lama," ucap Estian yang sudah mulai geram.

'Wanita ini. Dia benar-benar sedang mengabaikanmu?' batin Estian tidak suka.

Sudah 30 menit berlalu tapi mobil tidak juga kunjung jalan. Lewis berada di tengah-tengah ego yang tinggi. Lewis hanya bisa menunggu sampai rasa kantuknya datang.

Waktu berlalu dan tidak ada yang mengalah dari mereka. Lewis ampai merasa lelah dan membuang waktu dengan percuma. Padahal sudah jelas, pekerjaan menumpuk dan janji temu sudah tertunda.

"Tuan Lewis, saya akan naik taxi untuk pulang. Saya tidak ingin semakin bodoh di sini," sindir Cecil.

"Kalau kau keluar, jangan harap kakimu masih bisa menginjakkan kaki di tempatku!" ucap Estian angkuh.

"Menurut Anda, saya harus memilih keputusan yang mana?"

"Duduk di sampingku!"

"Anda sedang memohon pada Saya?" ejek Cecil.

"Kau terlalu banyak berfikir. Di mansion tidak hanya ada kau dan aku ataupun Lewis, tapi banyak masih banyak orang. Aku hanya menjaga nama baikku," jelas Estian dengan bibir yang tersungging.

"Itu urusan Anda. Harga diri Anda."

"Lewis, kau kembali ke kantor. Biarkan aku dan wanita itu berada di mobil."

"Baiklah. Saya akan pindah."

Cecil akhirnya mengalah dan membuat Lewis lega. Akhirnya, bermain dorong mendorong sudah selesai. Cecil membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam.

Cecil tidak tahu Estian memiliki niat apa karena tiba-tiba menarik tangannya sampai Cecil menimpa tubuh Estian. Cecil menengadah menatap Estian.

Pandangan mereka bertemu. Setelah dilihat lebih dalam, Estian ternyata memiliki kelembutan yang dia sembunyikan.

"Bisakah kau cepat turun? Aku ini sedang sakit jadi kau jangan terlalu agresif," kata Estian.

'Setiap ucapan yang keluar, sangat menyebalkan!' batin Cecil.

"Dia sendiri yang menarikku sembarang, sekarang mengoceh menyalahkan orang lain. Otak dangkal!" gumam Cecil lirih.

"Aku mendengarnya!" protes Estian.

"Saya juga tidak mengatakan kalau Anda tulis," balas Cecil.

"Bisakah kau diam dan tidak membantahku?" Estian terlihat begitu kesal karena Cecil terus saja membantahnya.

"Suka-suka say..."

Belum selesai mengatakan kekesalannya, bibirnya langsung bungkam. Benar. Tentu saja Estian yang membungkam menggunakan bibirnya. Sebuah hukuman yang manis. Bibir yang kenyal, saling bersentuhan, Lidah Estian menyapu habis bibir Cecil.

'Ap--apa yang dia lakukan?' batin Cecil.

Mata Cecil yang terbelalak, ditutupi Estian menggunakan dasi yang ia kenakan. Tangannya mulai menyentuh dagu Cecil. Cecil tidak merespon karena sama sekali tidak tahu caranya berciuman.

Dagu yang disentuh, membuat mulut Cecil terbuka. Lidah Estian menerobos masuk, menyapa lidah Cecil yang bersembunyi. Manis, lembut, membuat sesuatu yang ada didalam hati Cecil terbangun. Darah berdesir, gairah meluap.

Cecil tidak bisa mendorong Estian karena tidak ingin melukai Estian. Cecil hanya diam dan tidak membalas ciuman dari Estian. Estian akhirnya melepaskan pagutan bibirnya setelah melumat dengan leluasa.

"Jangan membantahku atau aku akan menghukummu dengan hukuman yang lebih dari ini," bisik Estian.

"Omong kosong!" kata Cecil sembari mengusap bibirnya yang terkena air liur Estian.

"Oh ya?" Estian memasukkan tangannya ke dalam pakaian yang dipakai Cecil. Jari-jarinya mulai meraba perut Cecil yang datar.

"Berhenti!" kata Cecil sembari mencegah tangan Estian supaya tidak bergerak semakin dalam. "Aku akan diam saat ini tapi tidak bisa janji untuk hari esok."

"Hamster kecil yang lucu!"

"Tuan Lewis, kenapa Anda tidak segera menyalakan mobil?" tanya Cecil yang gugup.

"Tuan muda belum memberikan perintah," jawab Lewis tanpa merasa salah.

"Si bodoh ini. Jalan!" pinta Estian.

'Kalian sedang berciuman. Kalau aku menyalakan mesin, akan mengganggu dan akhirnya tetap terancam dipecat,' bantin Lewis pilu.

***

Akhinya, mereka sudah sampai mansion, Lewis membatu Estian keluar dari mobil sedangkan Cecil berjalan meninggalkan Estian.

'Cih! Bagaimana bisa aku menikahi wanita yang memiliki tempramen begitu buruk?' batin Estian.

"Nyonya muda!" panggil Lewis.

Cecil menoleh lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan mendekati Lewis. Estian menatap dengan sorotan mata yang sangat sinis karena Cecil melihat Lewis ramah tapi begitu galak ketika bersamanya.

"Maaf, saya lupa kalau sudah memiliki Suami karena Suami saya juga lupa kalau sudah beristri," sindir Cecil.

Rasa kesal Cecil belum hilang. Bibirnya terus saja ingin menghujat Estian sampai Estian bertekuk lutut dihadapannya. Na'as, semua itu hanyalah bayangan.

"Kau bisa bicara terus terang, tidak perlu menyindirku," ujar Estian sangat galak.

"Anda tersindir, Tuan Estian? Apa Anda merasa kalau Anda sudah menikahiku?" Cecil memutar kembali ucapan Estian sampai menjadi sebuah pertanyaan.

"Apa yang kau maksud?"

"Tidak ada. Tuan Lewis, tolong bantu Tuan Estian masuk ke dalam. Aku sangat tidak sudi melihat wajahnya yang mengesalkan itu."

Estian memandang Cecil. Heran. Bagaimana bisa tempramen Cecil, wanita lemah lembut menjadi seperti kucing liar yang siap mencakar siapa saja?

"Lewis!" panggilnya.

"Iya, Tuan!" sahut Lewis santai.

"Menurutmu, kesalahan apa yang sudah aku lakuakn?"

'Kesalahan yang sangat besar! Tapi, aku tidak mungkin mengatakan hal seperti itu,' batin Lewis.

"Lewis, apa kau tidak mendengarkanku?"

"Tuan tidak menjebak saya supaya memiliki alasan untuk memecat saya, bukan?" tanya Lewis hati-hati.

"Tentu saja," terdapat jeda beberapa saat. "Benar!"

Jederrr...

Glek... Glek... Glek...

Lewis diambang kehancuran. Antara memilih kebenaran atau kebohongan. Menjelaskan kesalahan Estian, sama dengan mengantarkan diri menuju pengangguran. Tapi, ketika memilih berbohong hanya untuk menyenangkan hati Estian, sama saja dengan membiarkan hubungannya dengan Cecil tidak ada kemajuan.

"Kesalahan Anda hanya satu, Anda menepis makanan yang Nyonya buat."

"Aku tidak sengaja. Bukankah kau tahu?"

"Saya tahu tapi Nyonya?" jelas Lewis sembari mengangkat sedikit bahunya.

"Saya harus menjelaskan?"

"Mungkin!"

"Apa kau bilang? Saya? Menjelaskan hal tidak penting seperti itu? Membuang-buang waktu," elak Estian.

"Kalau begitu, tidak perlu dijelaskan," ujar Lewis enteng.

"Kalau dia masih marah-marah?"

"Itu urusan Tuan."

"Lewis, apa kau siap meneriman gaji terakhir?"

"Mengancam orang atas kesalahannya? Tidak tahu malu!" sahut Cecil sembari melewati mereka begitu saja untuk mengambil air minum.

"Bisakah kau diam?" geram Estian.

'Apakah akan perang lagi? Bolehkah aku pergi dulu sebelum kalian memulai perang?' batin Lewis