usai membersihkan diri dan menyantap sarapan.
pria yang mengenakan kaos hitam polos itu, kini sedang terduduk di salahsatu bangku taman rumah sakit.
sendirian, tentunya.
helaan napas keluar begitu saja, saat angin pagi yang menjelang siang itu menerpa bebas wajahnya.
"apa kabarnya dia sekarang? semoga bahagia dengan kehidupannya yang sekarang." gumamnya, saat melihat seorang wanita hamil tua yang sedang menikmati sinar mentari pagi, dengan pria yang terlihat seperti suaminya.
tak ingin terus terperangkap dalam situasi yang tidak penting lagi untuknya, Pra memilih berlalu menuju kawasan bebas rokok, untuk menyesap nikotin yang sempat ia lupakan, sejak pertemuannya dengan Dayana.
saat menarik sebatang rokok, tiba-tiba pikirannya langsung terbuyar dan mengingat sosok penting dalam lembaran barunya.
"Praha, how dare you!" rutuknya pada dirinya sendiri, ketika mengingat hal yang ia lewatkan dalam beberapa hari.
ia langsung merogoh ponselnya dan mencari nama kontak yang sudah lama tidak dirinya kabari.
Dayana.
nama yang mampu menutupi luka yang mungkin masih belum kunjung mengering, namun kuat meredakan perihnya.
tentunya rasa rindu itu sangat terasa sekarang.
bahkan membludak rasanya.
Pra
hi dayana! apa kabar? maaf saya baru bisa mengabarimu skrg :)
dengan perasaan yang campur aduk, Pra masih saja merutuki dirinya, karena bisa-bisanya melupakan sosok yang kini penting baginya.
"bisa habis diinterogasi si Aksa gue." cetusnya seraya membuang sebungkus rokok yang ia pegang ke dalam tong sampah yang ada di depannya.
karena sudah lewat beberapa menit, Pra mengecek kembali ruang obrolannya dengan Dayana.
dan ternyata,
hanya dibaca saja.
Pra menatap lekat layar ponselnya.
"apa dia kecewa?"
tanpa menunggu lama dan tidak ingin membuat spekulasi sendiri, Pra langsung memanggil Dayana via telepon.
dan diangkat.
"Dayana?"
hanya satu kata itu yang mampu keluar dari mulut seorang Praha, saat perbincangannya dimulai lagi dengan Dayana.
shit! what's wrong with you Praha?! umpatnya dalam hati.
berbanding terbalik dengan wanita pengisi hatinya yang ada di sebrang sana.
karena wanita itu tenggelam dalam sapaan si pria yang sedang meredam suasana hatinya.
hanya ada dehaman yang terdengar, Pra masih sanggup menahan 'pertanyaannya' dan mencoba menunggu respon dari Dayana.
"hi Pra!"
akhirnya, sapaan balik dari Dayana terdengar begitu merdu di pendengaran Pra.
"apa kabar kamu?" tanyanya yang sudah gemas ingin melontarkan banyak obrolan yang sempat tertunda diantara mereka.
apa signalnya jelek? batin Pra sembari mengecek signal ponselnya.
"halo Dayana?" tanya Pra lagi.
"ah iya, kabar saya baik, gimana kabarmu?"
tiba-tiba Pra mendadak salah tingkah mendengarkan, saat Dayana menanyakan balik kabarnya.
memang dunia kasmaran itu geli tapi nagih.
geli karena kita yang tidak memiliki seseorang untuk bisa merasakan perasaan itu,
dan nagih karena dunia terasa indah dalam sekejap.
"kabar saya baik." balas Pra yang sudah sedikit reda dari efek jatuh cinta, setelah mencoba berdeham sekecil mungkin.
"oh iya, saya dengar ibu kamu sakit? gimana keadaannya sekarang? by the way ada salam juga dari orangtua saya untuk ibu kamu, katanya lekas sembuh."
tanpa Pra sadari, dirinya masih tersenyum dari awal sambungan panggilannya diangkat Dayana.
memang benar, kalau sedang kasmaran senyuman pun akan semurah itu, melebihi obralan perabotan yang suka keliling tiap sore depan komplek.
"iya, tapi sekarang ibu dalam tahap pemulihan dan mulai membaik lagi, nanti saya sampaikan ya, omong-omong terimakasih untuk doanya."
"alhamdulillah kalo sudah mulai pulih lagi, iya sama-sama Pra."
ada hening sejenak diantara keduanya, Pra berpikir keras untuk mencari obrolan lain, supaya tidak berhenti sampai situ.
tiba-tiba, Pra mengaruk dahinya yang tak gatal. "lusa, sepulang kerja, kamu gak ada kegiatan lain, 'kan?"
dan terucap sudah pertanyaan itu.
sementara Dayana masih berdiri jauh dari tempat kedua kakaknya.
"lusa?"
apa dia pulang? batin Dayana yang mencoba untuk biasa saja dengan hal itu.
t---tapi, tidak bisa begitu.
rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu sedang menggelitiki dadanya.
Pra menganggukkan kepalanya. "iya."
"oh gak ada, seperti biasa langsung pulang."
"memangnya, kenapa?" tanya Dayana yang semakin penasaran, namun tidak ingin terdengar sedang penasaran.
saat hendak menjawab pertanyaan Dayana, seseorang memanggil Pra hingga terdengar jelas oleh Dayana.
"PRAHA!" panggil seorang wanita yang terlihat seumuran dengan Pra, sedang berlari ke arahnya berpijak.
penuh semangat.
Pra pun langsung menoleh dan tersenyum lebar melihat wanita itu. "kamu baru sampai Ta?" tanya Pra yang masih terdengar oleh Dayana.
"iya Pra, aku nyari-nyari kamu ternyata ada di sini."
Dayana merasa sedang berada di situasi yang aneh.
dirinya merasa seperti orang ketiga, kalau digambarkan sekarang. tapi, bukan orang ketiga juga.
"sebentar Ta, aku lagi ada telfon." kata Pra yang sejak datangnya wanita yang ia sebut 'Ta' itu, dirinya merasa tak enak dengan Dayana yang harus mendengar obrolan mereka.
"oh ya sudah Pra, aku mau keluar dulu sebentar, ada barang yang mau aku beli dan ibu juga tadi nitip belikan sesuatu." sahut wanita itu panjang lebar.
"hati-hati Ta."
"pastinya Mas Praha, sampai jumpa lagi ya nanti!" guyon wanita itu sebelum pergi.
dan Pra hanya tersenyum sebagai balasannya, lalu mengecek ponselnya lagi.
untungnya, panggilan keduanya masih tersambung.
yang mana Dayana memilih diam, dan berlalu menuju tempat kedua kakaknya berada.
dan sebenarnya, Tama memperhatikan adik bungsunya itu sejak menerima panggilan dari Pra.
sementara Aksa memilih menyapu bersih hidangan penutup miliknya.
tidak ada dalam kamus Aksa, untuk boleh menyisakan secuil makanan atau pun setetes minuman, mubazir katanya.
"Dayana? halo?"
langkah Dayana terhenti sejenak, saat samar-samar mendengar suara Pra.
"iya Pra?" sahut Dayana seraya melanjutkan langkahnya untuk mengisi asupan perutnya, yang tiba-tiba lapar.
"maaf barusan ada teman saya." formal lagi kawan.
"oh, gak apa-apa santai aja."
dengan kilat, Aksa merebut ponsel Dayana dan mencerca Pra banyak pertanyaan.
"woy Praha! gimana kabar ibu lo sekarang? kapan lo balik? bisa-bisanya ya lo nelfon adek kesayangan gue ini, tapi telfon gue sama yang lain direject, chat grup juga kagak ada balesan! sialan emang ya lo!"
"pantesan jomblo, posesif gitu." ujar Tama yang langsung meledakkan tawa Dayana.
"ternyata mas bisa nyinyir juga ya." cetus Dayana yang reda dari tawanya dan Tama hanya 'nyengir' sambil menyeruput minumannya.
dan Aksa menatap kesal kedua kakak beradik itu, yang sayangnya mereka adalah saudara kandung.
di negeri yang jauh dari tempat berpijaknya para sahabat, dan perbedaan waktu yang jelas beda.
di sana tengah malam, dan di tempat para sahabatnya terang benderang.
kini Air sedang berada didalam apartemennya, namun entah kenapa pikirannya terus tertuju pada seseorang.
ada hal yang terus menganjal dalam benaknya.
"apa gue harus ngasih tahu dia, tentang perasaan yang gue pendam selama ini?"
.
.
.
.
.
TBC