Chereads / Menyembuhkan Luka / Chapter 18 - tersembunyi

Chapter 18 - tersembunyi

kini Dayana berada di atap, tempat pertama kalinya, dia bertemu dengan Pra.

namun kali ini, bukan dengan Pra dia di sana, melainkan dengan masa lalunya yang tiba-tiba mengajaknya untuk berbincang, perihal kata yang belum bisa dia sampaikan pada Dayana.

katanya.

helaan napas terdengar dari mulut Dayana, yang sedang memandang lurus pandangan di depannya. "apa yang sebenarnya mau kamu bicarakan lagi denganku?"

"ternyata karma itu nyata adanya, ya Day." katanya sembari terkekeh.

Dayana tersenyum mendengarnya, bukan karena dendam, melainkan pria itu akhirnya sadar dengan apa yang sudah dia lakukan.

Tuhan memang Maha Adil.

"akhirnya aku paham apa yang kamu rasakan kemarin, ternyata sakit ya Day, harusnya aku sadar dan gak pernah buat kamu kecewa dengan sikapku waktu itu."

Dayana memilih diam, enggan menanggapinya dan mendengarkan apa yang sebenarnya menjadi arah topik pembicaraan yang ingin disampaikan Randi padanya.

"aku menemuimu karena ada banyak kata maaf yang belum bisa aku sampaikan langsung ke kamu,"

"...tapi sebelum aku mengatakan itu, sekarang aku sendiri sudah merasakan apa yang kamu rasakan dulu dariku Day." jelasnya yang kini meluruskan pandangan.

"ternyata hal yang aku kira baik untukku, kini sebaliknya, nyatanya dia menemui mantan kekasihnya dan memilih ingin tinggal bersamanya."

terjawab sudah inti pembicaraan mereka, jika sebenarnya Randi dikhianati sang istri yang dulu menjadi pilihannya untuk meninggalkan Dayana.

ternyata ini masalahnya. batin Dayana yang melipatkan kedua tangannya di dada.

"aku tidak paham bagaimana bisa kamu mengatasi semua itu Day? aku sendiri bingung dengan apa yang aku hadapi sekarang."

"sebenarnya aku itu menye---"

"Ran," sela Dayana langsung membuat Randi menatapnya, namun tatapan Sana masih terpaku ke depan.

"iya Day?"

"jangan pernah menyesali keputusan yang sudah kamu ambil, karena itu adalah pilihanmu sendiri dengan sadar."

"dan jangan bingung, tapi pikirkan kemungkinan yang sudah kamu lakukan padanya, hingga membuatnya lebih memilih pria dari masa lalunya lagi."

membisu sudah pria itu.

Dayana mengepalkan tangan kanannya, menahan ketakutan yang tiba-tiba terasa lagi.

"maafmu sudah aku terima, saat kamu memutuskan untuk memilih pergi meninggalkanku, jadi jangan pernah menemuiku lagi untuk urusan masa lalu atau urusan lainnya, karena aku benar-benar muak menghadapimu." ujar Dayana seraya menatapnya datar.

Randi semakin terdiam dan tidak bisa berkutik mendengarnya.

selangkah Dayana mundur dari Randi dan melirik jam yang melingkar di tangannya.

"permisi aku harus kembali ke kantor dan ingat, jangan pernah menemuiku lagi, karena sekarang aku bukan Dayana dari masa lalumu lagi." tuntas Dayana dingin dan berlalu meninggalkan Randi yang habis tertampar kenyataan.

Randi kehabisan kata dengan sikap Dayana yang sekarang, berbeda sekali dengan Dayana yang dikenalnya dulu.

"aku paham kenapa dia menjadi seperti sekarang." gumam Randi yang terkekeh sembari mengacak-acak rambutnya frustasi.

kalang kabut langkahnya memasuki lift yang kebetulan datang, saat dirinya sampai.

helaan napasnya begitu terdengar kasar dan tak teratur, matanya terpejam erat, dan dadanya tiba-tiba terasa sesak.

tangannya terus menopang dirinya ke dinding lift, untungnya hanya ada dia seorang.

"kenapa dada gue sesek gini? apa yang gue takutkan lagi sekarang?!" desis Dayana yang tiba-tiba semua ketakutannya datang lagi, saat kenangan Randi menyakitinya dulu.

"tenang Dayana, tenang. lo gak usah takut, semuanya udah berlalu dan selesai." gumam Dayana menenangkan dirinya sendiri.

setelah berusaha mengatur napas dan mencoba menenangkan diri, akhirnya Dayana keluar dari dalam lift dengan kondisi yang lumayan lebih baik.

walau pucat masih terlihat jelas dari wajahnya.

"kenapa lo? pucet banget gue liatnya." tanya Irham---salah satu teman satu kantor Dayana yang baru balik dari studio.

Dayana menyeka keringat di dahinya. "gue baik-baik aja kok, cuman lagi gerah doang."

Irham menyodorkan minuman kemasan dingin yang sempat ia bawa saat mampir ke kafetaria gedung ini.

"minum nih supaya kondisi lo lebih baik."

"thanks ya Ham!" ucap Dayana yang sudah sampai di mejanya.

"yo sama-sama Day!"

trining.

terdengar suara notifikasi pesan baru berasal dari ponsel milik Dayana.

Dayana menyimpan minuman kemasan yang diberikan Irham tadi, dan mengambil ponsel yang ia taruh di atas mejanya.

terukir sudah senyuman manis di wajahnya saat membaca nama pengirim pesan itu.

Praha H

gimana makan siangmu hari ini? apa semuanya baik-baik saja?

pesan yang dikirim Pra dengan hebatnya membuat Dayana menitikkan airmata.

"Day, kenapa lo?" tanya Rissa yang tak sengaja melihat mata Dayana memerah juga berair.

dengan kilat Dayana berlari menuju toilet dan menangis sambil menahan suaranya agar tidak terdengar yang lain.

dia terisak dalam diam.

bagaimana bisa pesan itu mampu meluruhkan pertahanan Dayana?

pria itu mampu menemukan hal yang sebenarnya sangat ingin Dayana sembunyikan, tapi dia mampu mengorehnya.

Pra selalu menemukan Dayana, saat wanita itu sedang berada di titik terendahnya.

lebih dari setengah jam Dayana berada dalam toilet, setelah mencuci muka dan merapikan tampilannya.

wanita dua puluh lima tahun itu berlalu menuju kantornya kembali.

Anggi yang memang sedang mencari keberadaan designernya itu, tak sengaja melihatnya baru keluar dari toilet dan dia mampu menebak apa yang terjadi pada Dayana.

"pasti karena cowok gila itu!" gumam Anggi yang merasa sangat kesal dengan kehadiran masa lalu Dayana, yang sekarang malah satu gedung dengan mereka.

"Dayan!" panggil Anggi yang menghampiri Dayana masih berdiri di depan toilet.

Dayana pun menoleh. "kenapa mbak?"

"aku cari-cari kamu ternyata di sini, ayo kita pergi sekarang, Pak Akbar udah nungguin."

"Pak Akbar? ya ampun! meeting ya mbak?"

"iya Dayan, lebih baik kita pergi sekarang." jawab Anggi yang sudah menautkan lengannya pada lengan Dayana.

"eh tapi mbak, tasku ada di kantor."

"gak ada waktu lagi ini, kita udah mepet banget Dayan, ayo pergi!"

dan mereka pun bergegas dengan kecepatan yang tinggi menuju tempat pertemuan yang sudah dijanjikan.

setelah rapat usai, Dayana dan Anggi pun langsung meninggalkan tempat itu.

"Dayan!" panggil Anggi, namun tatapannya fokus pada kemudinya.

"kenapa mbak?"

"bagusnya kita mending makan dulu, apa langsung balik ke kantor nih?" tanya Anggi yang sebenarnya hanya ingin mencairkan suasana diantara mereka, karena sikap Dayana yang tidak seperti biasanya.

Dayana menoleh sekilas ke arah Anggi. "mbak lapar? ya kalo lapar, mending kita nyari makan dulu."

"gak terlalu sih, masih bisa ditahan sampai nanti sore."

"oh kalo gitu, ya mending langsung balik aja ke kantor mbak."

Anggi hanya menganggukkan kepalanya dan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang.

karena sudah tidak tahan untuk tidak menanyakan hal yang sebenarnya tak perlu ditanyakan itu, akhirnya Anggi terpaksa menanyakannya untuk melihat reaksi Dayana seperti apa.

"kamu tahu, 'kan, siapa pemilik perusahaan baru dilantai 19?" tanya Anggi yang terdengar sangat hati-hati.

"oh, memangnya kenapa dengannya?"

datar, namun ada aura dingin yang terasa jelas oleh Anggi.

ternyata respon Dayana sesuai dengan dugaannya, Anggi merutuki dirinya sendiri karena menanyakan itu.

tapi untungnya, respon Dayana masih dalam kategori baik.

"enggak, cuman waktu itu dia pernah datang untuk dibuatkan design kantor barunya itu." jawab Anggi yang benar adanya, saat beberapa bulan lalu Randi mendatangi dirinya perihal design.

"oh gitu." respon yang datar, namun Anggi dapat menangkap hal lain dari balik dua kata yang datar itu,

ada ketakutan yang Dayana tutupi.

Anggi merasakan itu.

.

.

.

.

.

TBC